Menyelami Jejak Sejarah Kota Batu: Refleksi dari Sarasehan Pokja Peningkatan Status Kota Batu
Oleh : Akaha Taufan Aminudin
Dalam momentum peringatan 24 tahun berdirinya Kota Batu, sebuah sarasehan terkumpul untuk mengupas sejarah serta tantangan masa depan kota yang dikenal dengan pesona alam dan kesejukan udaranya ini.
Melalui diskusi mendalam yang dipandu tokoh intelektual dan pemerintahan, Kota Batu bukan sekadar kota wisata, melainkan sebuah entitas dengan perjalanan sejarah yang patut direnungkan. Artikel ini mengajak kita bersama menyelami semangat awal berdirinya kota, sekaligus menantang pemimpin masa kini dan masa depan untuk membawa Kota Batu ke arah pembangunan berkelanjutan yang visioner dan berpihak pada masyarakat.
Kota seringkali lebih dari sekadar kumpulan bangunan dan jalan. Mereka adalah cerita manusia yang hidup, tumbuh, dan bermimpi di dalamnya. Kota Batu, begitu kita kenal kini, punya kisah berdiri yang sarat dengan semangat aspirasi dan perjuangan. Dalam sarasehan yang diadakan oleh Pokja Peningkatan Status Kota Batu di Balai Kota Among Tani, tampak bahwa peringatan 24 tahun tidak hanyalah angka, melainkan cermin untuk melihat ke belakang sekaligus mengintip jalan masa depan.
Sebuah Kota yang Lahir dari Keinginan Bertanggung Jawab
Ketua Panitia, Drs. Sumiantoro, mengenang momen penting ketika Kota Batu bertransisi menjadi daerah otonom. "Kami ditanya apakah siap bertanggung jawab. Kami siap," ujarnya dengan nada penuh yakin. Ini bukan sekedar kesiapan administratif, melainkan pembuktian bahwa sebuah komunitas memiliki tekad kuat memegang kendali atas nasibnya sendiri. Tanggung jawab ini juga menjadi amanah, untuk terus menjaga dan mengelola kota agar tetap hidup dan berkembang.
Di sinilah letak keindahannya: Kota Batu adalah hasil dari keputusan kolektif yang lahir dari kesadaran bersama, bukan sekedar penetapan garis batas atau peta. Semangat awal ini menjadi pondasi yang mengilhami setiap harapan dan kerja keras para tokohnya.
Kritik Konstruktif Menuju Kota Berkelanjutan
Ketua Presidium Pokja, Andrek Prana, membuka pintu diskusi dengan apresiasi sekaligus kegelisahan. Ia memberi penghormatan kepada para tokoh masa lalu, dari Imam Kabul sampai Aries Agung Paewai, yang telah mengantarkan Kota Batu pada posisinya kini. Namun, ia juga mengingatkan bahwa perjalanan tidak boleh terhenti. Arah pembangunan kota, menurutnya, masih perlu dikuatkan dengan konsep yang berkelanjutan.