Untaian kata, hanyalah caraku
memanggil namamu tanpa benar-benar menyebutnya,
sebab namamu terlampau sakral, terlampau berat
untuk diucapkan angin yang lalu.
Maka, aku ukir ia di palung hening yang dalam,
menjadikannya ruang abadi, sebuah museum jiwa
di mana bayangmu tak 'kan pernah hilang, tak 'kan memudar,
tertahan debu waktu, terpatri pada ingatan yang tak pernah tidur.
Kau tahu, Kekasih,
kopiku pagi ini, dan entah sejak kapan,