Mohon tunggu...
Amirsyah Oke
Amirsyah Oke Mohon Tunggu... Administrasi - Hobi Nulis

Pemerhati Keuangan negara. Artikel saya adalah pemikiran & pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mendengar Langsung Perbincangan yang Percaya Hoaks

27 April 2019   12:56 Diperbarui: 27 April 2019   15:55 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hoaks. (CNN Indonesia/Andry Novelino). www.cnnindonesia.com

Pemilu 2019 benar-benar diwarnai dengan berbagai berita hoaks. Hoaks memenuhi berbagai media khususnya media abal-abal, grup WA, media sosial hingga forum-forum informal masyarakat bahkan sampai ke perbincangan sehari-hari. Sayang sekali, hoaks tersebut ternyata banyak dipercaya oleh masyarakat. Dan yang mempercayai hal tersebut berasal dari berbagai kalangan, mulai dari kalangan awam hingga kalangan terdidik yang memiliki pendidikan sarjana (S1), master (S2) hingga doktor (S3). 

Setelah selesai Pemilu 2019, produksi dan penyebaran hoaks tidak juga berhenti, malah semakin dahsyat. Dan yang paling membahayakan adalah, banyak hoaks yang sepertinya sengaja bertujuan untuk mengadu domba, mendeligitimasi lembaga negara, hingga menghasud masyarakat untuk melakukan tindakan yang melawan konstitusi.

Dan juga sama berbahayanya hoaks-hoaks tersebut merasuk ke otak masyarakat melalui media on formal dan tak kredibel yang digambarkan seolah independen, tidak bisa diatur oleh pemerintah sebagaimana media formal dan kredibel. 

Dalam beberapa kesempatan, saya mendengar langsung perbincangan masyarakat yang benar-benar mempercayai hoaks. Meskipun mendengarkan langsung, namun saya tidak terlibat dalam pembicaraan tersebut.

Saya mendengar langsung lantaran mereka yang berbincang-bincang dengan suara yang besar sehingga bisa didengar semua orang termasuk oleh saya yang berada tidak jauh dari mereka. 

Hoaks 1: Ketua KPU Arif Budiman adalah pilihan PDIP (Partai Pendukung Pemerintah)

Ternyata ada yang sangat yakin dan percaya bahwa Ketua KPU saat ini yaitu Arif Budiman adalah pilihan dari PDIP atau setidaknya pilihan dari partai-partai pendukung petahana.

Hal ini makin menguatkan tuduhan mereka bahwa KPU tidak netral dalam Pemilu kali ini. Dan tuduhan ini makin berkembang biak dengan berbagai tuduhan lainnya yang intinya Pemilu khususnya Pilpres 2019 ini penuh dengan kecurangan untuk memenangkan pihak tertentu. 

Perbincangan ini membuat saya takjub luar biasa. Bagaimana mereka begitu mudah percaya dengan informasi tersebut? Padahal proses pemilihan Komisioner KPU (termasuk Ketua KPU) diberitakan begitu luas dan dengan mudah diakses melalui media massa mainstream baik konvensional ataupun daring/online.

Tinggal google saja, maka akan mendapatkan banyak informasi kredibel bahwa informasi yang mereka terima dan percayai tersebut adalah hoaks. 

Hoaks 2: TNI melakukan Real Count Pilpres 2019

Mereka mengatakan bahwa TNI juga melakukan real count Pilpres 2019 dan pemenangnya sudah diketahui lebih dahulu dari pada penghitungan oleh KPU. Dan tentu saja pemenangnya adalah pihak yang didukungnya. Informasi hoaks ini kemudian ditambahkan informasi pendukung yang tampak meyakinkan yang menyatakan hal tersebut adalah penyebab Babinsa tidak boleh ikut mengamankan TPS. 

Saya hampir tak bisa menahan tawa saat mendengan informasi tersebut diperbincangkan dengan begitu yakin dan percaya diri. Apa kepentingan TNI hingga melakukan real count Pilpres 2019? Yang jelas tak mungkin TNI melakukan Real Count Pilpres 2019.

Keberadaan TNI terkait Pemilu 2019 adalah murni untuk pengamanan bersama-sama dengan POLRI. Lagipula, hanya Real Count KPU yang legal dan berkekuatan hukum.

Penghitungannya pun dilakukan secara manual dan diawasi oleh berbagai komponen masyarakat. Jika pun ada kecurangan, maka hal tersebut dapat dengan mudah diketahui sehingga bisa diambil tindakan yang sesuai dengan koridor peraturan perundang-undangan.

Hoaks 3: Negara tergadai oleh Utang China sehingga ikut campur memenangkan pihak tertentu

Informasi ini sudah lama dihembuskan secara masif jauh sebelum Pemilu 2019. Dan sangat wajar jika banyak masyarakat yang pikirannya terpengaruh.

Informasi hoaks ini tetap tersebar hingga setelah Pemilu 2019 dengan ditambahi berbagai macam bumbu informasi (yang juga hoaks) agar semakin meyakinkan. Dan dari perbincangan tersebut, dikatakan bahwa China sangat berkepentingan dengan Pilpres 2019 agar utang, aset dan kepentinganya di Indonesia tetap aman.

Karenanya China tidak tinggal diam dan berusaha membantu salah satu kubu (dengan berbuat curang, merubah data dan sebagainya) agar memenangkan Pilpres 2019. 

Padahal berbagai pihak yang berwenang dan kompeten telah memberikan berbagai rupa penjelasan terkait utang pemerintah. Data-data utang pun sangat transparan dipublikasikan dan bisa diakses secara luas oleh berbagai kalangan. Hanya saja dalam membaca data tersebut memang diperlukan pengetahuan yang memadai agar tidak terjadi kesalahpahaman.

Ironisnya, cukup banyak orang-orang yang berpendidikan tinggi khususnya dari latar belakang ilmu ekonomi dan keuangan yang percaya informasi hoaks tersebut dan ikut menyebarkannya sehingga masyarakat awam makin banyak yang percaya.

*

Saya tidak habis pikir, mengapa begitu liar imajinasi yang tersebar di masyarakat yang seolah-olah diyakini sebagai kebenaran. Berbagai teori konspirasi begitu subur yang dipercayai sebagai kebenaran.

Padahal jika mau sedikit bersusah payah mengecek informasi diterima, mengadunya dengan informasi lain, dan hanya mengacu informasi dari media yang kredibel, tentu saja dengan mudah dapat diketahui bahwa berbagai informasi tersebut adalah hoaks, kabar bohong, fitnah, dan sejenisnya. 

Sepertinya memang benar jika saat ini adalah eranya Post Truth. Banyak yang tidak peduli pada informasi yang benar, yang dipedulikan dan dipercaya adalah informasi yang dianggapnya benar saja. Aktor intelektual yang sengaja membuat dan menyebarkan hoaks telah berhasil mempengaruhi crock brain dari banyak masyarakat di Indonesia.

Akibatnya, berbagai upaya untuk memerangi dan melawan informasi hoaks dengan menyajikan informasi kredibel dan benar menjadi relatif kurang berhasil. 

Dibutuhkan kerja keras semua pihak untuk melawan informasi hoaks yang begitu mudah diterima oleh masyarakat. Apalagi jika dalam kenyataannya justru yang membuat dan menyebarkan berita hoaks juga banyak berasal dari kalangan yang berpendidikan tinggi.

Saya sendiri merasa hampir putus asa untuk ikut-ikutan melawan informasi hoaks di masyarakat. Sekarang saya lebih fokus untuk melindungi keluarga sendiri agar tidak mudah percaya dengan informasi hoaks yang banyak bertebaran di masyarakat. Dengan memperluas wawasan, banyak membaca buku terkait ilmu pengetahuan, mengetahui ciri-ciri informasi hoaks dan bagaimana cara mengecek kebenarannya. 

Hormat dan Salut saya bagi mereka yang tetap semangat serta aktif bekerja keras melawan informasi hoaks tanpa mengharapkan keuntungan ataupun imbalan apapun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun