Mohon tunggu...
Amirsyah Oke
Amirsyah Oke Mohon Tunggu... Administrasi - Hobi Nulis

Pemerhati Keuangan negara. Artikel saya adalah pemikiran & pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Radikal yang Sadar Setelah Merasakan Menjadi Minoritas

6 April 2019   10:01 Diperbarui: 6 April 2019   11:17 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhirnya saya mengetahui dari banyak ahli tafsir (yang latar belakang keilmuan agamanya jelas dan tak diragukan lagi, menguasai berbagai ilmu sebagai persyaratan untuk menafsirkan kitab suci), bahwa dalil tersebut memiliki konteks khusus yang tidak bisa seenaknya dipakai dalam kondisi Indonesia yang aman, damai dan harmoni sejak dulu kala meskipun banyak perbedaan agama dan kepercayaan.

Maka dari itu saya tidak lagi percaya pada kalangan yang kerap menggunakan dalil tersebut untuk mendoktrin agar membuat jarak hingga mencurigai umat agama lain di Indonesia. Demi Allah saya bersaksi, sebagai muslim yg pernah bertahun-tahun tinggal di daerah mayoritas Kristen, Saya merasakan orang-orang Kristen sama baiknya dengan orang-orang muslim. 

Keimanan saya, tidak terganggu ataupun diganggu oleh mereka baik dalam kehidupan sehari-hari, kehidupan kerja, dan kehidupan pada umumnya. Keimanan saya bergantung pada diri sendiri, tidak bergantung pada pihak lain.

Tidak ada yang harus diwaspadai apalagi ditakuti dari yang agamanya berbeda. Keberadaannya bahkan interaksi dengan mereka setiap hari, secara dekat tidak akan melunturkan iman di hati & pikiran. Mereka juga sama seperti saya dan kita semua, yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dengan segala perbedaannya. 

Jika Tuhan mau, maka mudah saja menjadikan seluruh manusia di dunia ini memiliki agama yang sama. Tapi tidak demikian takdir yang terjadi sejak jaman dulu hingga saat ini, bahkan hingga di masa depan.

Dulu di kompleks kantor saya di daerah mayoritas Kristen, ada Masjid Besar yang bebas mengumandangkan adzan dengan speaker luar. Yang sholat pun tidak hanya pegawai kantor, tapi juga orang lain di sekitar kantor atau yg sekadar lewat. 

Umat Islam bebas menjalankan agamanya, tidak ada pelarangan. Bahkan teman-teman kristen di kantor sering mengingatkan saya untuk sholat tepat waktu, agar segera ke Masjid begitu adzan berkumandang.

Uniknya di kompleks kantor  tidak ada Gerejanya walaupun mayoritas penduduk dan pegawai adalah Kristen. Mereka pun tidak merasa dianaktirikan  saat akan ibadah hanya menggunakan aula kantor saja. Padahal secara logika, wajar saja di daerah mayoritas Kristen, jika ada Gereja di kompleks kantor.

Tolonglah jangan ada lagi tindakan bodoh, intoleran, diskriminasi rasis sara pada minoritas khususnya yang terkait agama. Indonesia adalah  negara Pancasila. Semua agama dan kepercayaan memiliki kedudukan yang setara. Tidak bolah ada diskriminasi apapun, tidak boleh ada lagi pembatasan  mayoritas terhadap minoritas.

Jika muslim di Indonesia bersedih dan tidak suka ada muslim di tempat/negara lain menjadi korban diskriminasi-intoleransi, maka muslim di Indonesia harus menunjukkan teladan sebagai anti diskriminasi-intoleran pada agama lain.

Jika Kristen di Indonesia bersedih dan tidak suka ada Kristen di tempat/negara lain menjadi korban diskriminasi-intoleransi, maka Kristen di Indonesia harus menunjukkan teladan sebagai anti diskriminasi-intoleran pada agama lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun