Mohon tunggu...
Amirsyah Oke
Amirsyah Oke Mohon Tunggu... Administrasi - Hobi Nulis

Pemerhati Keuangan negara. Artikel saya adalah pemikiran & pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Rugi Tidak Sama dengan Bangkrut

18 Januari 2019   12:53 Diperbarui: 18 Januari 2019   19:21 915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dunia maya khususnya media sosial membuat setiap orang bisa berpendapat sesuai dengan pemikirannya masing-masing. Hal ini memberikan efek yang positif untuk bertukar pikiran hingga mendapatkan pengetahuan baru. Akan tetapi juga ada efek negatifnya bila asal berpendapat.

Berpendapat secara asal seringkali dilakukan karena faktor ingin merasa menang dari pendapat orang lain, ingin mendapatkan apresiasi dari kelompoknya, atau bahkan karena latar belakang emosi kebencian. 

Bila sudah demikian, maka dalam berpendapat tidak penting lagi akal sehat, logika yang benar, data-data yang bisa dipertanggungjawabkan, informasi kredibel, dan ilmu pengetahuan. Situasi seperti ini membuat kita sembarangan memilih diksi untuk memberikan penekanan pada pendapat.

Sepertinya banyak yang tidak peduli bahkan mungkin tidak memahami penggunaan diksi yang digunakan dalam berpendapat. Asal dirasakan sesuai dengan perasaan, dianggap bombastis, maka pemahaman terhadap diksi yang digunakan tidak lagi dirasakan penting. 

Juga tidak akan mau menerima fakta bila ada yang memberitahukan bahwa diksi yang digunakan keliru, salah, ngawur, atau tidak sesuai dengan konteks pendapat atau masalah yang sedang dibahas.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diksi adalah pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan). 

Sayangnya, yang menggunakan diksi secara kurang/tidak tepat seringkali merasa percaya diri dengan pendapatnya. Padahal dengan penggunaan diksi tersebut dapat menyebabkan pendapatnya jadi bias bahkan tidak sesuai dengan pokok permasalahan yang sedang dibahas.

Situasi yang menghangat sehubungan dengan musim politik dan kampanya juga ditandai dengan penggunaan diksi yang tidak pada tempatnya. Salah satu diksi yang sering asal dipakai dalam pembahasan terkait ekonomi keuangan adalah "bangkrut". Kata "bangkrut" langsung dipakai untuk menyimpulkan jika suatu perusahaan mengalami kerugian. 

Hal ini dapat menyebabkan salah pengertian bahkan menjadi informasi yang menyesatkan yang sangat mungkin berpengaruh buruk pada pihak lain.

Dalam KBBI, "rugi" adalah terjual kurang dari harga beli atau modalnya; tidak mendapat laba. Dalam dunia ekonomi/keuangan, rugi diartikan sebagai jumlah pengeluaran atau biaya yang lebih besar daripada pendapatan/penerimaan. 

Bila suatu perusahaan mengalami rugi di Tahun 2018, belum tentu rugi di tahun 2019. Suatu perusahaan dapat dikatakan makin membaik meskipun mengalami kerugian, apabila kerugiannya makin berkurang dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. 

Namun perusahaan bisa menjadi bangkrut bila mengalami kerugian terus menerus hingga jangka waktu tertentu yang membuatnya tidak bisa lagi menjalankan operasional perusahaan sebagaimana biasaya.

Dalam KBBI, "bangkrut" adalah menderita kerugian besar hingga jatuh; gulung tikar. Dalam dunia ekonomi/keuangan bangkrut adalah kondisi dimana ada unsur keuangan perusahaan yang tidak sehat. 

Hal ini biasanya karena mengalami kerugian yang terus menerus hingga akhirnya perusahaan tidak bisa lagi menjalankan operasinal perusahaan dan membayar semua kewajiban dan utang-utangnya. Kebangkrutan bisa dilihat dalam laporan keuangan, dimana nilai aset perusahaan lebih rendah daripada nilai utangnya.

Perusahaan yang mengalami kerugian terus menerus bisa berusaha agar tidak menjadi bangkrut. Ada berbagai cara yang bisa dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan memiliki tanda-tanda menuju kebangkrutan. 

Cara yang sama juga bisa menjadi petunjuk untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar tidak terjadi kebangkrutan. Cara-cara tersebut antara lain: melakukan analisis aliran kas dalam periode tertentu (Cash Forecasting); menilai strategi perusahaan dalam menghadapi persaingan; melihat struktur biaya dan kemampuan dalam mengendalikan biaya.

Perusahaan yang dikabarkan bangkrut memberikan efek negatif yang lebih besar daripada perusahaan yang dikabarkan mengalami kerugian. Efek negatifnya berhubungan dengan psikologis maupun secara ekonomi bisnis. 

Misalnya untuk perusahaan penerbangan yang dikabarkan bangkrut, tentu akan membuat masyarakat yang menggunakan jasanya merasa was-was karena mengira perusahaan tidak mampu untuk melaksanakan penerbangan secara aman karena tidak memiliki cukup modal. 

Bank yang dikabarkan bangkrut, akan membuat nasabah resah dan berbondong-bondong melakukan penarikan dananya. Akibatnya baik masyarakat maupun perusahaan sama-sama mengalami kerugian, dan untuk perusahaan akan makin mengalami kesulitan yang bisa mengakibatkan kebangkrutan.

Orang awam yang menggunakan diksi yang salah akan dimaklumi karena ketidaktahuannya. Namun jika orang-orang berpendidikan tinggi yang melakukannya, maka akan menjadi pertanyaan besar. 

Apakah karena lupa pada ilmu-ilmu yang pernah dipelajari di bangku sekolah/kuliah ataukah sengaja melakukannya dengan maksud jahat. Oleh karena itu, hati-hati dalam penggunaan diksi dalam berpendapat atau berargumentasi. Apalagi jika seseorang dianggap sebagai tokoh masyarakat yang mempunyai pengaruh besar untuk membentuk persepsi publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun