Namun perusahaan bisa menjadi bangkrut bila mengalami kerugian terus menerus hingga jangka waktu tertentu yang membuatnya tidak bisa lagi menjalankan operasional perusahaan sebagaimana biasaya.
Dalam KBBI, "bangkrut" adalah menderita kerugian besar hingga jatuh; gulung tikar. Dalam dunia ekonomi/keuangan bangkrut adalah kondisi dimana ada unsur keuangan perusahaan yang tidak sehat.Â
Hal ini biasanya karena mengalami kerugian yang terus menerus hingga akhirnya perusahaan tidak bisa lagi menjalankan operasinal perusahaan dan membayar semua kewajiban dan utang-utangnya. Kebangkrutan bisa dilihat dalam laporan keuangan, dimana nilai aset perusahaan lebih rendah daripada nilai utangnya.
Perusahaan yang mengalami kerugian terus menerus bisa berusaha agar tidak menjadi bangkrut. Ada berbagai cara yang bisa dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan memiliki tanda-tanda menuju kebangkrutan.Â
Cara yang sama juga bisa menjadi petunjuk untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar tidak terjadi kebangkrutan. Cara-cara tersebut antara lain: melakukan analisis aliran kas dalam periode tertentu (Cash Forecasting); menilai strategi perusahaan dalam menghadapi persaingan; melihat struktur biaya dan kemampuan dalam mengendalikan biaya.
Perusahaan yang dikabarkan bangkrut memberikan efek negatif yang lebih besar daripada perusahaan yang dikabarkan mengalami kerugian. Efek negatifnya berhubungan dengan psikologis maupun secara ekonomi bisnis.Â
Misalnya untuk perusahaan penerbangan yang dikabarkan bangkrut, tentu akan membuat masyarakat yang menggunakan jasanya merasa was-was karena mengira perusahaan tidak mampu untuk melaksanakan penerbangan secara aman karena tidak memiliki cukup modal.Â
Bank yang dikabarkan bangkrut, akan membuat nasabah resah dan berbondong-bondong melakukan penarikan dananya. Akibatnya baik masyarakat maupun perusahaan sama-sama mengalami kerugian, dan untuk perusahaan akan makin mengalami kesulitan yang bisa mengakibatkan kebangkrutan.
Orang awam yang menggunakan diksi yang salah akan dimaklumi karena ketidaktahuannya. Namun jika orang-orang berpendidikan tinggi yang melakukannya, maka akan menjadi pertanyaan besar.Â
Apakah karena lupa pada ilmu-ilmu yang pernah dipelajari di bangku sekolah/kuliah ataukah sengaja melakukannya dengan maksud jahat. Oleh karena itu, hati-hati dalam penggunaan diksi dalam berpendapat atau berargumentasi. Apalagi jika seseorang dianggap sebagai tokoh masyarakat yang mempunyai pengaruh besar untuk membentuk persepsi publik.