Angin sore menerpa wajah Bima, membawa aroma tanah basah dan kenangan masa kecil. Di tangannya, selembar foto usang tersimpan. Gambarnya pudar, tapi senyum yang terpahat di sana begitu jelas. Itu adalah Bima dan Satria, dua sahabat yang tak terpisahkan. Mereka berjanji, kelak saat dewasa, akan kembali bertemu di bawah pohon kenari di bukit ini, tempat mereka sering menghabiskan waktu bersama.
Janji itu kini terasa jauh. Sejak lulus SMA, Satria merantau ke kota besar. Komunikasi mereka perlahan merenggang, tergerus kesibukan dan jarak. Bima sesekali mengirim pesan, namun balasan yang datang semakin singkat. Hati Bima terasa hampa. Janji yang dulu mereka ucapkan, apakah masih berarti?
Sore itu, Bima memutuskan untuk pergi ke bukit. Hujan baru saja reda, menyisakan pelangi yang membentang indah di langit. Bima duduk di bawah pohon kenari, menunggu. Sekilas, ia melihat sosok familiar berjalan mendekat. Langkahnya tegap, senyumnya masih sama.
"Bima?" sapa suara itu.
Bima terperanjat. "Satria?"
Satria tersenyum lebar. "Aku pulang. Maaf, aku jarang kasih kabar."
Bima bangkit, memeluk sahabatnya erat. "Aku kira kamu sudah lupa sama janji kita."
"Mana mungkin. Aku janji, kan, bakal balik lagi ke sini," jawab Satria. "Aku selalu ingat, waktu itu kita berdua duduk di sini. Kamu bilang, kalau kita bisa melewati pelangi, kita bisa menggapai impian apa pun."
"Ya, dan impianku cuma satu: kita bisa terus jadi sahabat," kata Bima.
"Aku juga," balas Satria. "Aku di sana, mencoba mengejar mimpiku. Tapi setiap kali merasa lelah, aku selalu ingat sore hari dan pelangi di sini. Itu yang membuatku kuat."