"Kau yakin? Aku merasa kita sudah berputar-putar," Bima menyahut, ia mulai lelah.
"Jangan menyerah, Bima. Kita hampir sampai," Arka menyemangati.
Setelah berjam-jam berjalan, mereka akhirnya menemukan sebuah air terjun kecil yang tersembunyi di balik semak. Tepat di samping air terjun itu, sebuah gua kecil tersembunyi.
Arka dan Bima saling berpandangan. Rasa takut dan penasaran bercampur jadi satu.
"Kita masuk?" tanya Bima, ragu.
"Sampai di sini, kita tidak boleh mundur," kata Arka. "Kita berdua, kan?"
Dengan senter di tangan, mereka memberanikan diri masuk. Gua itu tidak terlalu dalam, namun di ujungnya, terpancar cahaya remang-remang. Mereka melangkah maju, dan yang mereka temukan bukanlah harta karun berupa emas atau permata, melainkan sebuah danau bawah tanah dengan air yang sangat jernih.
Di tengah danau itu, sebuah batu besar terukir dengan tulisan kuno. Arka dan Bima tak bisa membacanya, tapi entah kenapa, mereka merasakan kedamaian yang luar biasa.
"Mungkin ini bukan harta karun dalam bentuk uang," kata Arka sambil tersenyum.
"Ya, ini lebih berharga," Bima mengangguk setuju. "Petualangan kita, kebersamaan kita... itu harta yang sesungguhnya."
Mereka duduk di tepi danau, membiarkan cahaya remang-remang menerangi wajah mereka. Mereka tidak mendapatkan harta karun yang mereka bayangkan, namun mereka mendapatkan sesuatu yang jauh lebih berharga: kenangan tak terlupakan yang akan mengikat persahabatan mereka selamanya. Mereka kembali dengan hati yang dipenuhi kegembiraan, siap untuk petualangan berikutnya.