Malam itu, angin berhembus kencang, membuat dedaunan di luar rumah bergetar. Di dalam rumah tua yang sudah lama ditinggalkan, Dika merasa ada yang aneh. Dia baru saja pindah ke desa ini dan memilih rumah tersebut karena harganya yang murah. Namun, malam pertama di sana, dia mendengar suara aneh dari kamar yang terkunci.
"Siapa di sana?" Dika berteriak, suaranya menggema di dalam ruangan. Tidak ada jawaban, hanya suara angin yang berdesir.
Dia mendekati pintu kamar yang tertutup rapat. "Mungkin hanya suara angin," pikirnya, berusaha menenangkan diri. Namun, suara itu kembali terdengar, kali ini lebih jelas, seperti suara tangisan.
"Siapa yang menangis?" Dika bertanya, rasa penasaran mengalahkan ketakutannya. Dia mencoba membuka pintu, tetapi terkunci. "Harus ada cara untuk membukanya," gumamnya.
Dengan tekad, Dika mencari alat di sekitar rumah. Dia menemukan sebatang besi dan mencoba menggesekkan ke celah pintu. Setelah beberapa saat, kunci itu akhirnya terbuka. Dika mendorong pintu dan melangkah masuk.
Kamar itu gelap dan berdebu, dengan jendela yang tertutup rapat. Di sudut ruangan, dia melihat sosok seorang gadis muda, duduk di lantai dengan wajah tertutup tangan. "Hei, kamu baik-baik saja?" Dika bertanya, mendekatinya.
Gadis itu mengangkat wajahnya, dan Dika terkejut melihat matanya yang kosong. "Aku tidak bisa pergi," katanya pelan. "Aku terjebak di sini."
"Terjebak? Kenapa?" Dika bertanya, merasa ada yang tidak beres.
"Ini rumahku. Aku dibunuh di sini, dan aku tidak bisa menemukan kedamaian," jawabnya, suaranya penuh kesedihan.
Dika merasa merinding. "Bagaimana aku bisa membantumu?"