Di sebuah sekolah menengah di Yogyakarta, terdapat seorang siswa bernama Rani. Rani adalah siswi yang cerdas dan berbakat, tetapi ia memiliki satu masalah besar: ia sering menjadi korban bullying oleh sekelompok siswi yang merasa lebih populer.
Suatu pagi, saat Rani sedang duduk di bangku taman sekolah sambil membaca buku, Maya, pemimpin kelompok bully, datang menghampirinya. “Eh, Rani! Lagi baca buku? Gak ada yang lebih menarik dari itu?” ejek Maya sambil tertawa bersama teman-temannya.
Rani hanya menunduk, berusaha mengabaikan. “Kamu itu aneh, Rani. Kenapa sih gak mau bersenang-senang seperti kami?” tanya Maya dengan nada mengejek.
“Karena aku lebih suka belajar,” jawab Rani pelan, tanpa berani menatap mereka.
Maya dan teman-temannya tertawa terbahak-bahak. “Belajar? Hahaha! Kamu pikir itu akan membuatmu populer?” Maya melanjutkan, “Kamu hanya akan jadi si kutu buku yang kesepian!”
Rani merasa hatinya hancur. Ia ingin membela diri, tetapi kata-kata itu terjebak di tenggorokannya. Ia hanya bisa melanjutkan membaca, berharap mereka pergi.
Di kelas, situasi tidak jauh berbeda. Setiap kali Rani menjawab pertanyaan guru, Maya dan teman-temannya akan berbisik dan tertawa. “Hahaha, Rani, kamu pikir kamu pintar? Jawabanmu salah!” kata Lila, salah satu teman Maya.
Suatu hari, saat pelajaran olahraga, Rani dipaksa untuk ikut bermain bola. Ia tidak suka olahraga, tetapi tidak ingin terlihat lemah. Ketika bola datang ke arahnya, Rani terjatuh dan semua orang tertawa.
“Lihat! Rani jatuh! Dia memang payah!” teriak Maya sambil tertawa.
Rani merasa sangat malu dan ingin sekali menghilang. Namun, di tengah kerumunan, ada seorang siswa baru bernama Dito yang melihat semua itu. Dito merasa tidak terima dengan perlakuan teman-teman Rani.