Menggunakan analogi makanan cepat saji yang menarik dan rasanya gurih tapi ternyata menjadi sampah bagi tubuh, dewasa ini kita perlu menjaga diri dari salah satu penyakit yang dibawa era informasi saat ini yaitu Infobesitas, gabungan dari kata Informasi dan Obesitas (kegemukan).Â
Kegemukan akibat kelebihan informasi yang tidak penting membuat gerak olah nalar dan olah rasa terganggu. Semakin banyak asupan informasi sampah semakin terjangkit kita dalam infobesitas yang parah.
Gejala infobesitas dalam masyarakat dapat dideteksi dampaknya melalui mengerasnya ketegangan antar kelompok, mengentalnya intoleransi dan meningginya suhu interaksi antar warga antar kelompok bahkan antar lapisan masyarakat.
Salah satu langkah praktis, meski tidak selalu mudah, untuk meningkatkan kualitas literasi adalah mendorong kebiasaan menulis yang terstruktur. Salah satunya bisa lewat Kompasiana he he. Lautan informasi dan data yang menggunung akan dapat disaring, dipilih dan dipilah ketika data dan informasi tersebut dikonsumsi untuk dijadikan sebuah tulisan, bukan untuk sesegera mungkin dibagi (share/forward).
Apapun ide yang disajikan, paling tidak sebuah tulisan terstruktur akan melewati proses internal dalam diri penulis untuk menyandingkan data yang datang, menilai informasi yang tersedia untuk ditempatkan dalam konteks tulisan. Tinggallah nanti melihat apakah masyarakat atau kita cukup berlapang dada untuk menelaah setiap ide atau gagasan yang muncul.
Penolakan yang muncul atas sebuah ide atau gagasan yang dituangkan melalui tulisan kemungkinan berasal dari mereka yang tidak punya cukup waktu untuk membaca tuntas sebuah gagasan.Â
Dengan bahasa singkat, penolak sering tidak memiliki literasi yang memadai untuk mencerna meski memiliki energi tinggi untuk berbagi. Kelompok inilah yang menjadi pendorong kuat merebaknya penyakit infobesitas dalam masyarakat yang dalam bahasa umumnya adalah penyebar hoaks.
Akhirnya, apakah anda memiliki kecenderungan mengidap infobesitas?