Membendung corona berarti memperbesar peluang kita untuk bertahan hidup. Mengenyahkan corona berarti peluang untuk kembali meningkatkan kesejahteraan yang telah terganggu. Perspektif masyarakat karenanya adalah cara pandang head to head yang harus diakhiri dengan hanya satu yang bertahan hidup, dan yang bertahan hidup itu adalah manusia.
Pemerintah tentu tidak akan mengorbankan rakyatnya berguguran setiap hari menjadi korban dan berupaya agar jumlah korban corona dapat terus ditekan sampai ke tingkat minimal atau nihil bahkan. Perspektif pemerintah lebih dari sekadar bertahan hidup tapi berwawasan jauh ke depan yaitu ke kondisi ketika pandemi sudah berlalu dan manusia bertahan.
Tidak konsistennya kebijakan pemerintah tentu merupakan lahan subur kritik dari pengamat, oposisi pemerintah atau kelompok yang tidak sekubu dengan kelompok pendukung Joko Widodo saat pilpres lalu.Â
Meski pilpres sudah lewat namun tidak bisa dipungkiri bahwa pemilahan itu masih terbawa sebagian sampai saat ini. Politisi selalu punya cara mengartikulasikan situasi, maka jangan heran kalau kritik bahkan cacian kepada pemerintah akan terus kita dengar.
Perspektif kebudayaan
Kalau politik selalu membuat perasaan kita terhanyut dalam emosi atau rasa berpihak, sehingga terkadang apa yang benar sering berganti dengan yang salah, maka respon lain yang bisa kita pilih adalah melihatnya dari kacamata kebudayaan.Â
Respon model ini cenderung berjarak dari riuh rendah hiruk pikuk keseharian karena kebudayaan akan melihatnya dari dimensi yang lebih luas.
Tulisan ini menggunakan pemahaman kebudayaan dari Hoofstede dalam Cultures and Organizations: Software of the Mind (1994). Dalam pandangan Hoofstede, kebudayaan merupakan sesuatu yang diperoleh melalui belajar dan menjadi penentu relasi antara individu dan lingkungan alamnya.
Sebagai kesepakatan dalam komunitas, dan diwariskan melalui pembelajaran, kebudayaan menjembatani antara lingkungan alam yang bersifat bawaan dan individu yang selain bisa belajar juga memiliki ciri atau kecenderungan bawaan. Melalui kebudayaan lah keserasian antara manusia/individu dengan komunitas dan alam lingkungan dibentuk, dipelajari dan diwariskan ke generasi berikutnya.
Bagaimana menempatkan corona dalam kontek kebudayaan? Fakta yang ada corona masih merebak bahkan "bersiap" membawa gelombang kedua sementara umum diketahui bahwa virus sebagai penyakit belum ada obatnya.
Sebagai bagian dari mekanisme alam, keberadaan virus dengan bermacam variannya merupakan kondisi alam dan lingkungan manusia yang mau tidak mau haruslah menjadi bahan untuk belajar demi kelangsungan eksistensi.
Meski term belajar tidak berlaku untuk makhluk selain manusia namun respon mereka, yang kita pandang sebagai dorongan insting belaka, dalam skala tertentu dapat juga disebut belajar karena virus memiliki kemampuan untuk melakukan mutasi agar tetap mampu berbiak.