Mohon tunggu...
Aminuddin Malewa
Aminuddin Malewa Mohon Tunggu... Freelancer - Penjelajah narası

Penikmat narasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Berdamai dengan Corona, Pilih Respons Politis atau Kebudayaan?

16 Mei 2020   23:01 Diperbarui: 17 Mei 2020   17:05 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Photo by Pixabay)

Manusia yang dibekali kemampuan mental dan panca indera untuk belajar, dipaksa untuk belajar dari fakta bahwa corona ternyata "belum sepenuhnya kalah" meski grafik perkembangannya di banyak negara dilaporkan sudah melandai dan cenderung menurun. Kondisi yang masih belum jelas akan kembali normal atau tidak adalah bagaimana manusia melakukan aktifitasnya setelah pandemi ini nanti berlalu.

Selama pandemi Covid-19 sudah banyak aktifitas manusia yang terpaksa berubah dan menyesuaikan diri dengan kondisi alam lingkungan ini. Korban yang timbul akan menjadi sia-sia kalau manusia tidak mengambil pelajaran. New normal atau berdamai dengan corona sebagaimana diungkapkan oleh Presiden Joko Widodo merupakan ajakan untuk memetik pelajaran dan dimana perlu kita kemudian melakukan penyesuaian.

Perubahan pola aktifitas manusia antara sebelum dan sesudah pandemi itu yang kira-kira dimaksud sebagai berdamai. Pandangan "pertarungan head to head" bahwa harus ada pihak yang musnah nampaknya tidak sejalan dengan hukum alam kalau yang dimaksud musnah adalah si virus.

Kalau manusia ingin tetap eksis di muka bumi, kata lain untuk menyebut tidak musnah, maka manusia memerlukan penyesuaian cara pandang dan cara bertindak yang baru menyesuaikan dengan hasil belajar yang diperoleh selama masa pandemi.

Sebagaiman Kuncaraningrat menyebutkan bahwa kebudayaan memiliki tiga lapisan wujud yaitu sistem nilai, sistem aktifitas berpola dan tinggalan atau ekspresi fisik, respon makhluk berbudaya mestilah akan mencakup ketiga hal tersebut.

Pada tingkat sistem nilai, yang bersifat abstrak, perspektif ekologi yang selama ini sangat antroposentris (berpusat pada sudut pandang manusia sebagai makhluk utama di bumi) barangkali memerlukan penyesuaian untuk tidak lagi menyombongkan diri sebagai aristokrat ekologi. Bukankah kesuksesan corona merubah pola aktifitas manusia membuktikan bahwa manusia tidaklah penguasa tertinggi di alam?

Corona nyatanya mampu merubah jadwal penerbangan, membatalkan rencana bisnis, memaksa perubahan perilaku bahkan mempengaruhi ritual ibadah bersama dan juga tradisi mudik sehingga tidak berlebihan mengatakan bahwa hari-hari ini tabiat corona lah yang menjadi penentu langkah kita sehari-hari.

Tanpa sadar kita sudah melakukan penyesuaian wujud kedua dari kebudayaan yaitu sistem aktifitas berpola. Belajar memasuki new normal adalah menghubungkan perubahan pola aktiftas dengan sistem nilai yang mestinya juga disesuaikan.

Basa-basi feodal yang mengharuskan bawahan untuk sowan ke atasan bukankah sudah tergantikan dengan pertemuan daring (on line)? Digitalisasi dalam beraktifitas mestinya lah kini menjadi nilai baru dalam relasi sosial kita.

Kalau perspektif politik yang mendominasi benak kita, maka anjuran Presiden untuk berdamai dengan corona akan membawa kita pada bahasan teknis bagaimana penanganan corona dilakukan hari ke hari. Antara apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang senyatanya terjadi di lapangan akan selalu kita temukan kesenjangannya.

Namun kalau perspektif kebudayaan yang kita gunakan, maka situasi hari ini bisa menjadi titik balik dalam sejarah peradaban, entah dalam bentuk kegagalan manusia atau keberhasilan memetik pelajaran untuk lebih tangguh di masa depan melalui penyesuaian yang proporsional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun