Mohon tunggu...
Aminuddin Malewa
Aminuddin Malewa Mohon Tunggu... Freelancer - Penjelajah narası

Penikmat narasi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

ASN, Kelas Menengah di Simpang Jalan

9 April 2020   21:58 Diperbarui: 9 April 2020   23:00 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ASN di Sumbawa sedang bekerja di lapangan (dokpri)

Sampai di sini, simpan dulu poin yang terakhir ini, karena saya akan mengajak pembaca untuk melihat aspek lain yaitu budaya birokrasi yang masih bertalian dengan rentetan sejarah di atas.

Salah satu tulisan yang menarik tentang proses tumbuhnya budaya birokrasi di Indonesia adalah dari Dr. Kuntowijoyo dalam buku beliau yang berjudul Demokrasi dan Budaya Birokrasi (2018). Beliau memetakan proses tumbuhnya birokrasi yang berkelindan dengan transformasi bentuk dan struktur kekuasaan. Ketiga tahapan itu adalah (1) struktur sosial patrimonial birokrasinya dijalankan oleh abdi dalem, (2) struktur kolonial birokrasinya diperankan oleh priyayi dan (3) di era nasional birokrasi dijalankan oleh pegawai negeri.

Nah, pegawai negeri yang bertransformasi dari abdi dalem inilah yang kini sering kita sebut sebagai ASN atau dulu PNS (Pegawai Negeri Sipil) untuk membedakannya dengan tentara dan polisi. Kesamaan dari ketiga tahapan tersebut adalah birokrasi, dengan beragam sebutan itu, merupakan penghubung antara rakyat dan raja/penguasa. Sebagai penghubung, maka bagaimana birokrasi bertindak tentu dipengaruhi oleh struktur sosial dan kultur yang disepakati yang mengatur mana peran rakyat dan mana peran penguasa.

Merubah pola pikir birokrasi merupakan hal yang sulit dari yang semula berorientasi memenuhi kebutuhan dan titah penguasa menjadi berorientasi memenuhi kebutuhan rakyat. Sebagaimana keberhasilan mengurangi kemiskinan dengan merubah kalimat keluarga miskin menjadi keluarga yang belum (pra) sejahtera, Orde Baru mengambil jalan pintas, PNS disebut sebagai abdi negara dan sekaligus abdi masyarakat.

Kebayang seperti apa kesetiaan abdi yang memiliki dua tuan? Hati yang mendua, he he he.

Dengan memahami tranformasi birokrasi dari sejarahnya, maka kita bisa memaklumi kalau penggajian birokrasi, awalnya, tidak didasarkan pada ukuran kinerja yang spesifik sebagaimana diterapkan oleh organisasi modern. Kesetiaan adalah ukuran utama. Bagi yang hari ini berkarir sebagai ASN, ingatkah kapan anda melakukan negosiasi gaji plus segala tunjangannya sebagaimana yang lumrah di kalangan swasta? Tahu atau pedulikah anda dengan cara perhitungannya? 

Penghasilan ASN diatur oleh negara, take it or leave it! 

ASN hanya diberi Surat Keputusan (SK) dari negara, bukan perjanjian kerja, untuk diangkat menjadi bagian dari birokrasi dengan dengan tambahan kalimat “bersedia ditempatkan di mana saja dalam lingkup NKRI”. Bahkan di akhir SK masih ada kalimat “akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya jika ada kekeliruan”. Memang kapan negara pernah mengaku melakukan kekeliruan?

Ketika pemerintah akan melakukan pemotongan, pengurangan atau pembatasan gaji 13, THR, tunjangan dan sejenisnya terhadap aparatnya, negara sedang memperjelas posisinya sebagai pihak yang berkuasa dan ASN adalah aparat alias alat, pelengkap sebuah proses dan perkakas. Coba buka KBBI atau kamus on line seperti Merriam-Webster.

Jadi sampai di sini posisinya jelas, ASN tidak dalam posisi bisa menolak. Kenapa banyak, terutama dari Non ASN, yang berkomentar miring dalam arti menyimpulkan bahwa pemotongan itu wajar karena ASN tidaklah penting-penting amat prestasinya selama ini?

Proses transformasi di atas mungkin bisa menjelaskan kenapa dalam praktik keseharian ada stereotipe demikian di masyarakat. Dua fase awal transformasi, menurut Kuntowijoyo dalam buku yang sama, menunjukkan birokrasi orientasinya adalah kepada penguasa (abdi dalem dan priyayi) namun dalam fase nasional nyatanya birokrasi belum sepenuhnya menjadi abdi masyarakat meski sudah bergerak mulai berjarak dari orientasi kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun