Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan.Bisnis Universitas Muhamadiyah Palembang

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Jangan Gadaikan Harga Diri, Harkat dan Martabat

10 Februari 2024   16:37 Diperbarui: 10 Februari 2024   17:04 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Jangan Gadaikan Harga Diri, Harkat dan Matabat  "Mu" Demi "Cuan Recehan" Yang Menggoda Sesaat!

oleh Amidi

            Hampir dapat dipastikan setiap  detik-detik menjelang pencoblosan atau detik-detik pemilih  akan memberikan hak suara-nya  ke Tempat Pemungutan Suara (TPS), akan terjadi "serangan pajar" alias akan ada aksi membagikan  "cuan recehan"  (baca: uang dalam jumlah puluhan atau ratusan ribu) yang dikeluarkan calon dan atau yang akan dibagikan tim sukses calon (calon pimpinan negeri ini, DPR, DPRD dan lainnya)

            Secara umum "cuan recehan" yang dibagikan oleh calon dan tim sukses-nya tersebut beragam, ada yang  besaran-nya  seratus ribu rupiah, ada yang besaran-nya dua ratus ribu rupiah per orang atau per pemilih. Ini tergantung dengan kemampuan pihak mereka yang akan membagikan "cuan recehan" tersebut.

            Kemudian, "cuan recehan" yang dibagikan tersebut, terkadang tidak langsung dari calon dan tim-nya yang terlibat langsung, terkadang ada yang mensponsori-nya, yakni  pihak yang ingin memenangkan "jagoan"-nya tersebut.

            Namun, yang jelas "cuan recehan" ini, sepertinya akan menjadi "senjata ampuh" untuk menyerang (mempengaruhi) pemilih yang akan menyalurkan hak pilihnya tersebut.

       Mengapa  "Cuan Recehan"  Ampuh?

            Aksi membagikan  "cuan recehan" oleh tim calon dan atau tim sukses-nya tersebut, atau yang dikenal dengan sebutan "serangan pajar" tersebut, sepertinya akan bertahan dari priode pesta demokrasi yang satu ke priode pesta demokrasi yang lain. Mengapa?, karena aksi membagikan  "cuan recehan"  sebagai  media serangan pajar tersebut, sudah ada yang memulai-nya jauh sebelumnya.

            Tidak hanya itu, ternyata aksi membagikan "cuan recehan" sebagai media  serangan pajar tersebut ampuh untuk menggiring pemilih, sehingga pemilih  "tergoda secara instan" untuk memilih pihak yang melakukan aksi membagikan "cuan recehan" atau pihak yang melakukan serangan pajar tersebut.

            Memang perlu didalami lagi kebenarnya, namun berdasarkan informasi yang berkembang dikalangan pemilih, pemilih yang tadinya sudah mengantongi pilihan atau sudah mengantongi nama calon yang akan dipilih-nya, sesaat bisa berubah, karena pemilih merasa ber-utang budi dengan pihak yang melakukan aksi membagikan "cuan recehan"  tersebut. Apalagi, jika  ada pesan khusus, bahkan memang petugas yang membagikan-nya tersebut harus memberi pesan khusus,  pesan khusus  tersebut secara langusng dilakukan oleh  pihak yang melakukan akasi membagikan "cuan recehan"  kepada penerima-nya, misalnya; "bapak/ibu/saudara ini (cuan recehan) tolong diterima, namun jangan lupa ya memilih si .....("ia menyebutkan nama yang dimaksud").

Kemudian, aksi membagikan "cuan recehan" ini, memang ampuh, karena masih banyak anak negeri ini selaku pemilih yang memang masih butuh dengan "cuan recehan" tersebut. Mereka menimbang-nimbang, dan berujar; "lumayan,  cuan recehan ini bisa dibelanjakan sembako", "lumayan cuan recehan ini bisa dibelikan rokok untuk  jatah satu minggu", dan berbagai ujaran lainnya.

Ada yang lebih krusial lagi, dikalangan pemilih, terkadang berujar, "ada yang mau memberi, mengapa kita tidak ambil". Ada juga pemilih yang memang tergolong mampu, masih juga mengambil "cuan recehan" yang dibagi-bagikan tersebut, dengan alasan, kapan lagi mau mencicipi "duet" calon (apalagi calon itu terindikasi bukan menggunakan cuan pribadi, tetapi bertengger pada cuan yang sumbernya invisible), maka jelas-jelas mereka akan berujar, terima saja "cuan" itu, kan bukan "cuan" dia juga (bukan cuan calon juga)

 

Selanjutnya, bagi-bagi "cuan recehan"  ini tumbuh subur, karena mereka yang menerima-nya, mau mendapatkan cuan dengan cara gampang saja. Bayangkan, jika satu calon membagi-bagikan "cuan recehan", katakanlah Rp, 100,000,- saja untuk satu pemilih, jika ada sepuluh  calon yang melakukan aksi yang sama dengan waktu yang bersamaan, maka satu pemilih akan memperoleh cuan Rp. 1.000.000,- dalam waktu  sekejap.

Ditambah lagi sikap mental sebagaian dari kita, yang lebih mengutamakan kepentingan sesaat, ketimbang mempertimbangkan hal-hal jangka panjang. Kita lupa bahwa dengan menerima "cuan recehan" tersebut, berarti kita sudah mendukung "perbuatan jahat", bukankah dengan menerima "cuan recehan"  tersebut, kita sudah menumbuh suburkan  aksi "sogok-menyogok", yang nota bene agama manapun "melarang/mengharamkan" tindakan tersebut.

 Harga, Harkat dan Martabat Diri dan Bangsa.

           

            "Cuan recehan" yang yang diterima oleh anak negeri ini  selaku pemilih tersebut, atau anak negeri ini yang ketiban "caun recehan" tersebut, mempertaruhkan harga diri, harkat dan martabat-nya.

            Bila disimak, dengan adanya pemberian cuan dalam bentuk barang "secuil" tersebut dan dalam bentuk "cuan recehan" tersebut, anak negeri ini tidak hanya mempertaruhkan harga diri, harkat dan martabat diri-nya sendiri, tetapi lebih jauh akan mempertaruhkan harga diri, harkat dan martabat bangsa yang tercinta ini.

            Betapa tidak, dengan antri panjang, dan antri berjam-jam  hanya sekedar untuk mendapatkan bingkisan "secuil" tersebut, demi memburu "cuan recehan" pada saat  pajar menyingsing tersebut, kita lupa bahwa semua mata memandang ke suasana yang tercipta, ditambah lagi akan ada pihak yang mengekspos-nya ke berbagai media.

Kondisi ini, jelas akan menciptakan kesan "menjatuhkan harga diri,harkat da martabat" yang menerimanya. Lebih jauh lagi, akan menjatuhkan harga diri,harkat dan martabat bangsa yang sudah besar dan ditakuti oleh bangsa lain tersebut.

           Bagimana Sebaiknya?

            Sebaiknya  Anda selaku calon dan tim sukses  serta pihak yang  membagikan "cuan recehan" yang ingin memenangkan calon tersebut, harus merenung sejenak, dan menimbang-nimbang kembali, dengan  berlandaskan  pada hati dan nurani, bahwa aktivtas membagi-bagikan  "cuan recehan" tersebut tidak dibenarkan  atau tidak demokratis serta melanggar apa yang sudah digariskan dalam ketentuan pemilu itu sendiri.

            Lagi pula, dari aspek agama manapun, membagi-bagikan  "cuan recehan"  tersebut atau politik uang (money politic) tersebut diharamkan, tidak memberi keberkahan, yang ada justru akan membuat Anda tidak  tenang serta akan menggiring Anda (calon yang menang/terpilih) berbuat "menyimpang" yang pada akhirnya akan melakukan hitung-hitungan ekonomi tehnis untuk mengembalikan "cuan" yang sudah dikeluarkan tersebut.

            Mulailah calon yang menang/terpilih, berujar, saya akan menggunakan kesempatan selama durasi masa jabatan, untuk mengembalikan cuan yang sudah saya keluarkan tersebut. Mulailah segala macam tindakan akan dilakukan, terlepas tindakan tersebut akan merugikan negara, karena menyalah gunakan kewenangan untuk menggunakan uang negara.

            Jika ini yang timbul, maka yang akan mereka kedepankan adalah bagaimana memperoleh cuan sebanyak-banyaknya dengan jalan "menyimpang" tersebut,  sehingga aspek "pengabdian" terabaikan. Konstituen atau rakyat yang memberi kepercayaan kepada Anda untuk mewakili mereka tersebut, hanya bisa "gigit jari" dan yang ada "penyesalan". Sesal kemudian tiada guna !

           

Secara ekonomi, sebenarnya bisa saja aksi membagi-bagikan "cuan recehan" ini diberantas/dihentikan, dengan jalan pemilih jangan menerima "cuan recehan" yang akan dibagi-bagikan tersebut.

Dalam teori ekonomi, jika tidak ada permintaan, akan menyebabkan tidak munculnya penawaran, dengan kata lain permintaan menciptakan penawaran atau sebaliknya penawaran akan menciptakan permintaan.

Untuk memutus itu semua, maka salah satu variabel harus di putus. Hilangkan permintaan, pemilih selaku penerima "cuan recehan" tidak "usah" menerima "cuan recehan" yang akan dibagikan tersebut, maka pihak yang akan membagikan-nya  tentu akan "keder" alias "kapok", karena "cuan recehan" tersebut tidak disambut baik atau tidak diambil pemilih.

Memang untuk memutus-nya tidak semudah membalik telapak tangan, tetapi bila ada pihak yang bertaji komitmen untuk memberantas-nya, maka sebenarnya bisa saja, bisa saja, bisa saja.

            Mari kita merenung kembali, dalam hitungan beberapa hari ini, hilangkan niat untuk membagi-bagikan "cuan recehan" tersebut, alihkan "cuan recehan" tersebut untuk membantu rakyat yang tidak mampu dengan jalan kebaikan, ini  akan memberi manfaat  dan memberi keberkahan untuk kita semua. Dengan demikian, diharapkan proses pemilu yang akan berjalan akan bersih dan hasilnya sesuai dengan apa yang kita harapkan, pimpinan negeri ini yang terpilih pun akan sesuai dengan keinginan  mayoritas anak negeri ini. Semoga, Semoga, Semoga !!!!!!!!!!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun