Begitu juga dengan "warung angkringan" tersebut, sebenarnya sama saja dengan toko kopi biasa yang menjual makanan dan minuman. Bedanya, hanya tampilan saja, itu pun perbedaannya tidak banyak.Â
Kalau toko kopi yang kita tahu selama ini hanya menyediakan makanan dan minuman dengan tampilan seadanya, kini "warung angkringan" tersebut disajikan sesuai dengan selera anak muda alias generasi milenial yang memang menjadi sasaran penjualan, yang menjadi pangsa pasarnya.Â
Di sana disediakan tempat duduk yang memenuhi selera anak muda, disediakan musik, singkat kata selain ia sebagai tempat "ngopi", ia juga dirancang sebagai tempat makan dan minum sambil kongko-kongko atau sambil bercengkrama dengan sesama.
Sama hal nya dengan prozen frosen food yang mulai menjamur dikampung-kampung, semula kita tahu bahwa prozen food tersebut dijual di Mal-Mal atau di Supermarket-Supermarket.Â
Kini pasca pandemi (pandemi sudah melandai) frozen food sudah tak asing lagi, sudah dijual dikampung-kampung, di plosok-plosok.Â
Ini menunjukkan adanya kegairahan ber-bisnis dan sekaligus menunjukkan bahwa pasar-atau pembeli-nya memang ada.Â
Tren penjualan prozen food ini juga menunjukkan peningkatan pada kondisi-kondisi tertentu, sama halnya dengan penjualan sembilan bahan makanan pokok (sembako), volume penjualannya menjelang natal dan tahun baru akan mengalami peningkatan..
Dengan demikian, berarti pangsa pasar unit bisnis di atas, semakin hari semakin besar atau semkin meningkat. Betapa tidak, misalnya munculnya kasus Mixue.Â
Kasus Mixue yang belum bersertifikat halal dan/atau logo label halal tersebut terekspos, karena memang gerai-gerai atau toko-toko es krim dan teh tersebut ramai dikunjungi konsumen.
Gerai-gerai atau toko-toko es krim dan teh tersebut sudah mulai bermunculan bak jamur dimusim hujan. Sehingga wajar, kalau semua mata mulai tertujuh pada unit bisnis yang satu ini.
Terlepas dari polemik masalah sertifikasi halal tersebut, terlepas sertifikat halal Mixue dalam tempo dekat akan segera diterbitkan atau belum.