Mohon tunggu...
Amelia
Amelia Mohon Tunggu... Tutor - Menulis Dengan Tujuan

Penulis amatir , mencari inspirasi dan terinspirasi

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Diterima Bekerja Tanpa Keahlian, Pernah?

22 Februari 2024   14:15 Diperbarui: 25 Februari 2024   05:08 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pengarah Gaya (Sumber: Freepik)

Berita pelantikan Agus Harimurti Yudhoyono sebagai menteri Agraria dan Tata Ruang dan ada ucapan AHY yang menarik perhatian saya, yaitu:

 "Saya tidak  datang dengan keahlian"

Ucapan AHY relate banget dengan siapapun yang pernah merasakan hal yang sama.

Pelantikan Agus Harimurti Yudhoyono Sebagai Mentri Agraria dan Tata Ruang oleh Presiden Jokowi (Foto: DetikFinance)
Pelantikan Agus Harimurti Yudhoyono Sebagai Mentri Agraria dan Tata Ruang oleh Presiden Jokowi (Foto: DetikFinance)

Tapi pernahkah anda diterima bekerja dengan modal nekat dan tidak memiliki keahlian terkait bidang yang dilamar? Saya pernah. Untungnya, ketika ini terjadi posisi saya sebagai pegawai magang.

Jadi, ceritanya, teman saya yang bekerja sebagai desain grafis di salah satu majalah wanita di Jakarta Selatan menginformasikan kepada saya bahwa rekan kerjanya membutuhkan tenaga asisten pengarah gaya. 

Ketika itu, saya dalam posisi ada waktu luang. Karena informasinya dari "orang dalem" dan butuh pegawai cepat, jadi langsung saya terima dan urus surat keterangan magang dari Universitas untuk mengeluarkan surat izin magang selama 4 bulan. 

Sebetulnya saya khawatir, takut saya tidak kompeten menjalani pekerjaan ini, terlebih latar belakang pendidikan saya adalah desainer grafis. Terus nekat melamar sebagai pegawai magang mengisi posisi sebagai asisten pengarah gaya.

Teman saya meyakinkan saya kalau posisi ini sebagai pegawai magang. Jadi sambil belajar sambil bekerja. Selain itu saya juga mendapat honor harian. Lumayan juga magang tapi dapat honor. Hal itu memantapkan saya untuk mengambil keputusan.

Ketika itu, saya menempuh pendidikan di semester akhir sebelum sidang tugas akhir. Bidang studi, kerja praktik, atau magang. Waktu kuliah pun tidak padat. Dan 1 semester itu hanya diisi dengan kegiatan magang/PKL (Praktik Kerja Lapangan).

Selama sepekan bekerja sebagai asisten pengarah gaya saya masih belajar mengamati bagaimana seorang pengarah gaya bekerja.

Mengikuti rapat rutinan. Mendapatkan timeline pekerjaan. Dan belajar membaca timeline pekerjaan dalam satu hari. Buat saya waktu itu, ini perlu waktu berminggu-minggu dalam belajar.

Sampai suatu hari saya terjun ke lapangan dan mempelajari bagaimana seorang pengarah gaya mempersiapkan sebuah pemotretan di luar ruangan. 

Waktu itu kami melakukan pemotretan dengan mengikuti guideline yang di berikan oleh tim kreatif. Pemotretan bertema susu anak-anak yang di lakukan di studio foto. 

Sebelum nya asisten pengarah gaya menelepon talent model anak-anak untuk di foto di tanggal tertentu. Untuk honor pemotretan, negosiasi di lakukan oleh pengarah gaya.

Ketika hari pemotretan, talent model sudah datang di awal waktu. Menunggu fotografer datang. Ketika fotografer dan talent model datang, tugas pengarah gaya berikutnya adalah mengarahkan gaya sesuai guideline dari tim kreatif. 

Pengalaman lain yang saya dapat, ketika saya dan pengarah gaya meminjam baju ke beberapa butik. Wah, ini adalah pekerjaan paling keren dan seru yang pernah saya kerjakan. 

Meminjam baju bukan hal yang sulit, namun pekerjaan ini membutuhkan waktu berhari-hari, terlebih jika baju yang di pinjam tidak sesuai dengan konten, sehingga harus meminjam baju lagi di lain tempat.

Baju ini bukan saja dipinjam, namun menjadi tanggung jawab pengarah gaya jika ada kerusakan pada baju yang dipinjam. 

Ada satu baju yang paling mahal yang pernah kami pinjam. Baju dari salah satu high brand. Sebut saja, Marc Jacobs. 

Baju tersebut berupa atasan berkersh ruffles atau kerut, berbahan tipis dengan motif yang cantik, harga jual di sekitar 3 juta rupiah. Saya dan teman - teman kantor gak berani menyentuh baju mahal itu. Pengarah gaya saya mengatakan, ini baju termahal dan berisiko yang pernah dipinjam. Jika baju ini robek, maka, sang pengarah gaya harus bertanggung jawab dan mengganti kerusakan tersebut.

Pengarah gaya mungkin pekerjaan idaman bagi seorang wanita. Gak susah kan? Gak juga. Ada resiko juga tentu nya. 

Contoh nya ketika meminjam baju. Baju tersebut bukan hanya dipinjam. Namun harus dijaga. Jangan sampai cacat atau rusak. Selain itu, masalah lain di temui adalah, model dan fotografer yang kurang luwes dalam bekerja sama di lapangan. 

Pengalaman seru lainnya ketika berhadapan dengan talent model anak-anak.

Anak-anak adalah tipe mood swing atau cepat bosan jika menunggu terlalu lama. Pada waktu itu saya menghadapi situasi fotografer yang datang terlambat ke lokasi pemotretan.  

Pada saat itu saya dan pengarah gaya khawatir jika mood talent anak tidak stabil karena sudah menunggu lama. Saya mengamati situasi ini. Bagaimana seorang pengarah gaya harus klop bekerja sama dengan fotografer.

Beruntung nya, fotografer yang pada waktu itu bertugas memiliki komunikasi yang baik dengan pengarah gaya. Sehingga mood model anak-anak tersebut kembali ceria. Akhirnya pengarah gaya berhasil membujuk talent model anak tersebut agar mau di arahkan sesuai guideline. Misi di hari itu berhasil!

Pengalaman lainnya yang menyenangkan sebagai seorang asisten pengarah gaya, bisa juga bertemu langsung dengan public figure seperti, Sarah Sechan, Olga Lydia, Hesti Purwadinata, dan lain-lain.

Terkadang ketika kami menjalani pemotretan di luar ruangan, hal ini memakan waktu tunggu yang panjang. Terlebih jika lokasi pemotretan berada di studio luar kantor utama. Semacam studio pribadi sang fotografer yang berlokasi di rumah. Sering nya pemotretan di lakukan sebelum dan setelah jam makan siang. Jadi sangat perlu membawa bekal makan siang atau kudapan. Pernah satu ketika pengarah gaya mengingatkan. 

"Besok kita akan pemotretan di Hotel Borobudur, jadi siap - siap bawa bekal ya. Karena kalo jajan di hotel itu mahal".

Dan ternyata pemotretan di hari itu adalah yang tersulit, karena, kami harus extra menjaga barang - barang hotel agar tidak rusak. Karena pada waktu itu kami menyewa sebuah kamar hotel untuk pemotretan. Fotografer tidak hanya sendiri di hari itu. Ia membawa tim nya. Salah satu model ada yang membawa make up artist sendiri. Model di hari itu ada, Hesti Purwadinata. Dan model lain nya yang tidak terlalu saya kenal.

Pernah melakukan kesalahan ? Tentu pernah. Di satu moment saya lupa membawa properti pemotretan. Ketika itu saya ditegur atasan karena berbuat kesalahan saya jadi malu dan merasa bersalah. Namun saya menyadari bahwa inilah tantangan dalam dunia kerja. Dan mungkin ini belum seberapa. 

Dari pengalaman belajar selama 4 bulan tersebut saya mendapatkan pembelajaran, bahwa, jika saya di saat itu terlalu khawatir dan tidak percaya diri untuk menerima kesempatan bekerja sebagai asisten pengarah gaya, saya tidak akan mendapatkan pengalaman berharga dalam hidup. 

Sering saya dengar komentar seperti ; 

"coba saja dulu jalanin pekerjaannya. Siapa tahu cocok". 

Ternyata memang tidak ada salahnya mencoba dan dicoba. Tawaran itu mungkin tidak datang dua kali. 

Walaupun saya tidak memiliki keahlian, pada waktu itu saya belajar pelan-pelan memahami ritme dan beradaptasi dalam pekerjaan adalah sebuah pembuktian diri yang penuh tanggung jawab. 

Ilustrasi meminjam baju di butik atau toko fashion untuk kebutuhan pemotretan (Foto: iStock)
Ilustrasi meminjam baju di butik atau toko fashion untuk kebutuhan pemotretan (Foto: iStock)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun