Seiring berjalannya zaman dan arus globalisasi, berbagai bentuk ideologi baru turut masuk ke dalam ruang publik Indonesia. Sebagian membawa nilai-nilai positif seperti toleransi dan kebebasan berpendapat, namun sebagian lainnya mengusung paham yang dinilai bertentangan dengan nilai-nilai budaya lokal dan prinsip dasar Pancasila. Salah satu isu yang mencuat dalam beberapa tahun akhir ini adalah meningkatnya wacana penerimaan ideologi berbasis orientasi seksual, seperti LGBT+, yang dianggap oleh sebagian besar masyarakat Indonesia yang bertentangan dengan nilai keagamaan dan moral bangsa.
Penting untuk kembali menegaskan bahwa Pancasila adalah ideologi yang didalamnya tertanam nilai-nilai beragam yang menggambarkan akar budaya bangsa, serta semangat rohani yang mencerminkan keyakinan semua masyarakat Indonesia, khususnya nilai-nilai ajaran Islam yang mendukung keadilan dan kesetaraan.
Dalam sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa”, Pancasila menegaskan posisi nilai-nilai keagamaan sebagai fondasi kehidupan bernegara, yang kemudian dijabarkan secara etis dan sosial pada sila-sila selanjutnya.
Namun, realita dilapangan menunjukkan adanya praktik-prakti yang dinilai sudah menyimpang dan mengusik nilai-nilai tersebut. Seperti yang terjadi pada kasus pesta seks gay di hotel Jakarta Selatan. Dilansir dari CNN Indonesia, pada tanggal 24 Mei 2025, sekitar pukul 22.00 WIB. Polisi menemukan kegiatan menyimpang pesta seks gay atau sesama jenis laki-laki di sebuah hotel di daerah Setiabudi, Jakarta Selatan. Total pria yang ditangkap, ada sembilan orang, diantaranya ditetapkan sebagai tersangka pelaku utama dalang dari acara tersebut.
Bukan hanya itu saja, diduga adanya Bar LGBT di daerah yang sama. Warga menggerebek bar atau kafe tersebut, menduga adanya aktivitas menyimpang Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) di Kawasan Permata Hijau, Kelurahan Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Dikonfirmasi kejadian tersebut, Kompol Nurma Dewi selaku Kasi Humas Polres Metro Jakarta Selatan menyebutkan bahwa bar atau kafe tersebut saat ini sudah ditutup secara permanen sejak 1 Januari 2025, setelah peristiwa penggerebekan oleh warga.
Dari peristiwa diatas, pemerintah perlu tegas terkait soal pemahaman ideologi yang sudah terbilang cukup menyimpang. Dalam sorotan aktivitas LGBT yang marak hingga saat ini, DPRD Sumbar ingin membuat Perda untuk berantas dan mencegah LGBT. Di kutip dari CNN Indonesia menjelaskan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) sedang mengkaji rencana pembentukan peraturan daerah (Perda) untuk memberantas kegiatan yang menyimpang tersebut di Ranah Minang. Menurut Nanda Satria, selaku Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumbar, saat ini daerah di Provinsi Sumbar sudah membuat lebih dulu tentang pemberantasan LGBT.
Oleh karena itu, DPRD menyarankan pemerintah provinsi untuk mengambil tindakan serupa. Langkah ini diharapkan dapat menjadi sebuah solusi untuk mengatasi penyakit masyarakat di daerah yang dikenal dengan filosofi "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah". Menurutnya, perilaku menyimpang seperti LGBT berkaitan erat dengan penyakit HIV/AIDS. Selain pembentukan peraturan, DPRD setempat juga mendesak pemerintah untuk lebih tegas dengan memasifkan sosialisasi pencegahan penyakit menular lewat berbagai publikasi seperti baliho dan videotron milik pemerintah.
Dalam peristiwa ini, bisa kita pahami bahwa. Semakin dalam dunia modern terbuka, semakin tidak dapat dihindari bahwa Indonesia juga semakin dimasuki banyak hal dari globalisasi modern. Pandangan dan identitas baru muncul, termasuk wacana tentang hak-hak kelompok LGBT+. Di beberapa negara khususnya di negara Barat, hal tersebut sangat lumrah, penerimaan terhadap komunitas ini sudah dianggap sebagai bagian dari kebijakan negara. Namun, dalam konteks sosial dan budaya di Indonesia tentu berbeda.
Di sinilah pentingnya membedakan antara menjunjung tinggi hak asasi manusia dan mengadopsi suatu ideologi sebagai arus utama. Negara memang memiliki kewajiban untuk melindungi seluruh warganya dari kekerasan, perundungan, dan diskriminasi. Namun, ini tidak berarti negara harus mempromosikan atau melegitimasi gaya hidup yang secara luas dipandang bertentangan dengan nilai dasar masyarakat, khususnya dalam bingkai religius dan moralitas publik.
Pancasila harus terus dijaga, bukan hanya dalam retorika, tetapi dalam kebijakan dan perilaku sehari-hari. Pendidikan ideologi, keteladanan dari pemimpin, serta peran aktif masyarakat dalam menjaga ruang publik dari hoaks dan propaganda ideologis adalah bagian dari strategi besar mempertahankan jati diri bangsa.
Pemerintah pun memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa ideologi negara tetap menjadi dasar dalam setiap aspek kehidupan bernegara. Penguatan moderasi beragama, reformasi birokrasi yang bersih, dan pemberdayaan masyarakat menjadi fondasi penting agar Indonesia tidak mudah terombang-ambing oleh ideologi eksternal yang menyimpang.
Indonesia harus tetap teguh pada Pancasila, karena hanya dengan itu kita bisa merawat kebhinekaan dalam kesatuan. Pancasila bukan musuh agama, melainkan rumah besar tempat nilai-nilai agama, termasuk ajaran Islam yang mendorong keadilan dan musyawarah bisa tumbuh bersama dengan nilai kemanusiaan universal.
Semua agama mengajarkan pentingnya saling menghargai, bertoleransi, mencintai sesama, serta menciptakan perdamaian. Nilai-nilai ini menjadi landasan untuk membangun Indonesia yang maju dan bersatu, sejalan dengan semangat Pancasila yang harus kita tanamkan dalam kehidupan sehari-hari.
Masa depan Indonesia ada di tangan kita semua. Kita membutuhkan kesadaran kolektif untuk menjadikan Pancasila bukan sekadar slogan, melainkan semangat hidup bersama yang menuntun arah politik, sosial, dan moral bangsa ini ke depan. Hanya dengan itu, Indonesia bisa terus melangkah sebagai bangsa yang merdeka, berdaulat, adil, dan bermartabat.
Dari berbagai peristiwa yang terjadi, kita dapat belajar bahwa tidak semua pengaruh dari luar patut kita terima atau ikuti. Kita harus mampu bersikap bijak dan tegas dalam menyikapi setiap hal yang masuk ke dalam ruang kehidupan kita, terutama jika hal tersebut bertentangan dengan nilai dan jati diri bangsa. Ketegasan ini bukan hanya menjadi tanggung jawab individu, tetapi juga harus menjadi sikap tegas dari pemerintah. Sebab, jika dibiarkan, hal-hal yang menyimpang dari ideologi Pancasila berpotensi melemahkan karakter bangsa.
Bangsa ini dibangun dengan perjuangan yang panjang dan pengorbanan para pendahulu kita. Mereka berjuang bukan hanya untuk kemerdekaan, tetapi juga untuk menanamkan nilai-nilai luhur demi masa depan anak-anak bangsa. Jangan sampai warisan itu luntur hanya karena kita mudah terbawa arus tanpa pertimbangan nilai.
Sumber:
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI