Mohon tunggu...
Amelia Aditya
Amelia Aditya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Proteksi Tanaman Universitas Lambung Mangkurat

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Peran Kalimantan Tengah Sebagai Penyokong Lumbung Pangan Masa Depan

28 Februari 2023   13:30 Diperbarui: 28 Februari 2023   14:27 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pada masa krisis pangan, sejumlah negara produsen pangan pokok membatasi kegiatan ekspor bahan pangan pokok seperti beras serta gandum. Pembatasan tersebut, dilakukan karena ketakutan akan krisis pangan yang akan terjadi atau melonjaknya harga pangan. Fenomena ini pernah berlangsung pada tahun 2008 dan 2010. 

Meskipun pembatasan tersebut dapat melindungi kepentingan nasional dalam jangka waktu yang pendek. Namun, dapat mengurangi pasokan ke pasar dunia, hal ini mengakibatkan tekanan pada harga pangan pokok. Undang-undang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang berkoordinator dengan Kepala Gugus Tugas COVID-19 dan Kepala Daerah, diharapkan dapat menghentikan wabah virus COVID-19.

Namun, justru memberikan dampak terganggunya perputaran roda ekonomi. Hal ini terjadi karena semasa PSBB berlangsung, ruang gerak masyarakat terbatasi. 

Apabila berlangsung berkepanjangan, kondisi ini dikhawatirkan akan membahayakan ketahanan pangan masyarakat dan akan berdampak negatif terhadap situasi ekonomi, politik, dan keamanan nasional.

Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia mengembangkan program food estate sebagai strategi ketahanan pangan di masa pandemi COVID-19. Pada 9 Juli 2020, Presiden Joko Widodo telah menunjuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menjadi penanggung jawab pembangunan food estate seluas 178 ribu hektare di Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng. 

Ditunjuknya Menteri Ketahanan untuk pembangunan food estate, yang seharusnya menjadi tanggung jawab Menteri Pertanian. Membuktikan jika masalah ketahanan pangan bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk, melainkan juga bagian ketahanan nasional.


Ketahanan pangan adalah komponen yang terdiri tiga subsistem, mencakup ketersediaan pangan (food availability), keterjangkauan pangan (food accessibility), dan konsumsi pangan (food consumption). 

Pembangunan ini diharapkan menjadi lumbung pangan baru dan menjadi salah satu Program Strategis Nasional (PSN) 2020 -- 2024. Meskipun pemberlakuan PSBB telah diterapkan oleh Pemerintah Indonesia di beberapa daerah, sehingga terjadi pembatasan pada aktifitas sosial dan barang tanpa terkecuali transportasi beserta bahan pangan. 

Hal ini tidak mengganggu ketersediaan bahan pangan pokok, Namun, belum tentu distribusi bahan pangan pokok terjamin lancar. Pembatasan kegiatan ekspor-impor makanan muncul di tengah pandemi. 

Pada tahun 2020, 14 negara memberlakukan larangan ekspor 20 jenis produk pangan. Pada tahun 2007, pembatasan perdagangan  menjadi penyumbang utama berupa  kenaikan dua kali lipat harga pangan dunia. Larangan ekspor adalah cara yang salah bagi pemerintah untuk mengatasi ketidakpastian ekonomi yang disebabkan pandemi mengingat pasokan pangan global yang melimpah, menurut pendapat analis.

Pemerintah Jokowi bertindak cepat dengan membentuk Tim Satgas Khusus Pengadaan Pangan melalui program food estate untuk mengantisipasi penyediaan pangan paling tidak untuk 50 juta warganya yang kurang mampu atau yang terdampak krisis pangan. 

Tim yang ditugaskan akan mempersiapkan dan memperhitungkan kebutuhan dana dan lokasi guna mengimplementasikan proyek yang dirancang dengan durasi 12 bulan itu. 

Target program tersebut yakni merencanakan pembangunan food estate dengan menargetkan lahan seluas 20 ribu hektare untuk penanaman padi di Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah. 

Menurut data BPS 2020, rata - rata produktifitas lahan sawah di Indonesia adalah 3 ton beras / hektare (Statistik, 2020). Berdasarkan perhitungan tersebut, maka lahan food estate seluas 20 ribu hektare akan menghasilkan 60 juta kilogram beras.

Konsumsi beras rata - rata masyarakat Indonesia adalah 0,2 kilogram per hari (Statistik, 2020) atau satu kilogram beras mampu memberi makan sekitar 5 orang per hari, berdasarkan data BPS. Yang mana berarti, 60 juta kilogram beras dapat memberi makan 50 juta orang selama enam hari. Menurut BPS, biaya produksi tanaman padi sekitar Rp. 13,6 juta per hektare sehingga diperlukan biaya sekitar Rp 272 M untuk 20 ribu hektare lahan sawah. 

Hasilnya masih berbentuk gabah sehingga memerlukan biaya tambahan untuk memproses menjadi beras. Adapun biaya penggilingan padi menjadi beras biasanya dibayar secara natura yaitu 10% dari jumlah beras yang dihasilkan dari proses penggilingan. Jika pihak penggiling mampu memproses padi dan menghasilkan 100 kilogram beras, maka pemilik padi menyerahkan 10 kilogram beras kepada pemilik penggilingan padi (Momongan et al., 2019).

Menurut data BPS, harga beras berkualitas medium pada tahap penggilingan di bulan Juni 2020 berkisar Rp. 9.500. Pada data tersebut menunjukkan bahwa dana pengolahan padi menjadi beras per hektare-nya ialah 3.000 kilogram x Rp. 9.500 = Rp. 2.850.000. Maka total biaya produksi dari benih menjadi beras adalah Rp. 13,6 juta (biaya produksi padi) ditambah Rp. 2.850.000 (biaya penggilingan) = Rp. 16.450.000 per hektare. 

Sehingga pembangunan lahan food estate seluas 20 ribu hektare yang menghasilkan beras 60 ribu ton memerlukan biaya yakni 20 ribu hektare x Rp. 16.450.00 = Rp. 329 miliar. Diasumsikan lahan itu dapat ditanami padi sebanyak  dua kali dalam setahun, sehingga diperlukan biaya sekitar Rp. 658 miliar per tahun untuk pengolahan lahan padi food estate Kalteng selama satu tahun guna memperoleh 120 ribu ton beras.

Total hasil produksi beras tersebut tentu masih belum mencukupi, karena hanya tersedia untuk 50 juta warga kurang mampu dalam 12 hari. Akan tetapi, hal tersebut tidak menjadi masalah karena Pemerintah memiliki lahan pada sebagian wilayah di Indonesia yang tentunya sangat luas dan berpotensi digunakan sebagai food estate. 

Provinsi Kalteng sendiri masih memiliki lahan seluas 10 ribu hektare di Kabupaten Pulang Pisau yang juga berpotensi dikembangkan menjadi food estate. Jika program tersebut berhasil diimplementasikan dan dapat dijadikan contoh sebagai pembangunan food estate bagi wilayah lain di Indonesia akan berdampak sangat besar.

Apabila program tersebut dapat diimplementasikan secara besar tak hanya akan meningkatkan produksi bahan makanan pokok nasional secara signifikan tetapi juga menjadikan Indonesia lebih mandiri dalam bidang pangan. Dua hal tersebut memiliki arti penting dalam menjaga ketahanan pangan pokok karena akan menjaga availability & stability serta dapat memberikan akses yang lebih baik terhadap bahan pangan  masyarakat. Tak hanya mendorong peningkatan produksi pangan, diharapkan juga dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat lokal khususnya masyarakat yang tinggal di pedesaan.

Solusi untuk mengatasi masalah krisis pangan pokok semasa pandemi serta mewujudkan ketahanan pangan pasca pandemi COVID-19 yakni dengan melakukan pengembangan food estate. Pembangunan pengembangan tanaman pangan pokok di Kalteng diharapkan kedepannya dapat menjadi lumbung pangan baru di luar Pulau Jawa. Akan tetapi, program food estate tersebut memakan waktu yang cukup lama. Diasumsikan paling tidak butuh kurang lebih satu atau dua tahun untuk persiapan sampai dapat berproduksi. Kondisi ini membuat program pembangunan food estate memerlukan program pendamping sebagai interim-program guna memenuhi kebutuhan pangan pokok masyarakat sebelum program  food estate berproduksi sepenuhnya.

Referensi

Binsar Sianipar & Audrey G. Tangkudung. (2022). Tinjauan Ekonomi, Politik dan Keamanan Terhadap Pengembangan Food Estate di Kalimantan Tengah Sebagai Alternatif Menjaga Ketahanan Pangan di Tengah Pandemi Covid-19. Jurnal Keamanan Nasional Volume VI, No. 2, November 2020.

Sutawi. (2020). Food Estate: Mewujudkan Ketahanan Pangan Masa Pandemi dan Pasca Pandemi Covid-19.. Akhsanul In'am & Latipun. (Eds). (2020). New Normal, Kajian Multidisiplin. Jl. Raya Tlogomas No. 246 Malang 65144: Psychology Forum.

Alfin Febrian Basundoro & Fadhil Haidar Sulaeman. (2020). Meninjau Pengembangan Food Estate Sebagai Strategi Ketahanan Nasional Pada Era Pandemi COVID-19. Jurnal Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, 8(2).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun