Sejak dikeluarkannya surat keputusan Bupati Manggarai Barat Tahun 2020, desa Loha kini sah menjadi salah satu desa wisata pilihan yang ada di Kecamatan Pacar, kabupaten Manggarai Barat, Flores-NTT. Sungguh sebuah revolusi yang luar biasa.
Sekedar deskripsi, ada beberapa faktor pendukung yang menjadikan Desa Loha sebagai salah satu destinasi wisata terbaik selain Labuan Bajo ialah ihwal pesona alam yang menakjubkan juga kehidupan masyarakat lokal yang sangat kental dengan corak budaya Manggarai.Â
1. Faktor alam
Salah satu alasan logis mengapa desa Loha terpilih sebagai salah satu desa wisata lokal selain Labuan Bajo adalah pesona alamnya yang indah nan asri dan masih kuat dengan daya magis.Â
Beberapa penampakan alam yang ada dan dijadikan sebagai spot wisata yang menakjubkan adalah: pertama, Cunca Namo: cunca (Manggarai: air terjun) dan Namo (nama air terjun); merupakan sebuah air terjun yang ada di bagian selatan Desa Loha dengan ketinggian berkisar 15 Meter dan letaknya pun persis di antara area persawahan warga lokal. Selain karena letaknya yang sangat dekat dengan area persawahan juga karena penampakan alam di sekitar air terjun masih tampak asri dan asli.Â
Ada bebatuan besar yang dihiasi dengan lumut juga kondisi pepohonan di kiri dan kanan air terjun tampak masih sangat perawan. Di bawahnya pun terdapat lingkaran menyerupai kolam kecil yang bisa dijadikan tempat berenang pilihan. Kedalamannya pun sekitar 2 meter lebih (tergantung frekuensi aliran air). Namun, lebih banyak bebatuan berlumut yang menguatkan kesan ekstrim.
Kedua, terdapat sebuah gua alam yang besar dan panjang yakni berkisar sekitar 500-an meter dari permukaan mulut. Penduduk lokal menamainya nua waka. (nua; lubang atau gua dan waka; nama dari gua tersebut). Lubang besar ini dipenuhi dengan aliran air atau sungai di bawah tanah sebagai penghubung antara dua sungai besar yaitu sungai Ndeleng di sisi timur dengan sungai yang mengalir ke air terjun tadi. Sehingga airnya mengalir menjadi satu. Â
Oleh karena itu, untuk menelusuri seluruh isi bagian dalam lubang atau gua sangat tidak mudah dan tunggu saat musim kering. Karena saat itu kondisi airnya sangat berkurang. Menelusurinya pun membutuhkan waktu kurang lebih tiga jam dan harus berlawanan dengan arah aliran air. Kemudian harus menggunakan pelindung tubuh serta penerangan yang standar seperti senter atau sejenisnya.Â
Sebagaimana pengalaman warga yang konon telah berhasil menelusuri seluruh permukaan sungai bawah tanah tersebut, mereka mengalami banyak rintangan. Seperti: gelap gulita, jalur yang sempit, batu-batu besar yang licin penuh dengan lumut, batang pohon yang melintang. Bahkan pada beberapa titik tertentu dijumpai genangan air yang membentuk kolam.Â