Mohon tunggu...
Konstan Aman
Konstan Aman Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis, Petani dan Guru Kampung (PPG)

Pewarta suara minor dari kampung.

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Menangkal Hoaks dengan Literasi Digital

9 Maret 2021   18:41 Diperbarui: 9 Maret 2021   19:05 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (geotimes.co.id)

Ibaratkan burung yang akan bergerombol dengan jenis burung yang sama. Pola relasi yang demikian telah merambah dalam media sosial melalui pembentukkan kelompok berdasarkan ras, suku, agama, dan golongan yang sama. Kelompok demikian kerap mengumbar informasi atau pesan yang sarat akan pemfitnahan dan kebencian terhadap kelompok-kelompok lain yang dianggap berbeda pandangan dan keyakinan. Dengan demikian terciptalah situasi yang diwarnai dengan pertikaian dan permusuhan bukan hanya dalam media maupun di dunia nyata.

Upaya Perlawanan

Hoaks sebagaimana yang diwacanakan tersebut merupakan musuh negara yang harus segera dilawan.

Adapun upaya perlawanan yang telah dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat yakni: membentuk Komunitas Masyarakat Indonesia Anti Hoaks. Komunitas ini mendeklarasikan gerakan menolak segala bentuk hoaks, seraya mengupayakan di setiap daerah agar membangun sebuah narasi balik melawan hoaks.

Lalu Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerjasama dengan Komunitas Masyarakat Indonesia Anti Hoaks telah mengembangkan aplikasi telepon seluler bernama "Turn Back Hoax". Aplikasi ini berisi aduan dan konfirmasi tentang informasi yang diduga berita bohong. Upaya-upaya ini telah dilaksanakan tetapi masih belum sepenuhnya berhasil. Buktinya bahwa hingga saat ini hoaks masih tak dapat dihentikan.

Oleh karena itu tidak terlepas dari upaya-upaya yang tengah dijalankan tersebut, penulis sendiri lebih menawarkan sebuah solusi kritis yaitu memperkuat literasi digital.

Menurut McLaughlin dan De Voohd (2004) sebagaimana yang dikutip oleh Rahma Sugihartati dalam opini berjudul "Komodifikasi Hoaks" (Kompas 29/8/2017) menyatakan literasi digital adalah kemampuan di mana pembaca sebagai partisipan aktif dalam pembacaan dan menjadikan praktik tersebut bergerak melampaui kepasifan menuju penerimaan pesan teks dengan disertai pertanyaan, pengujian atau mengitkan dengan suatu kekuasaan yang hadir di antara pembaca dan penulis. Tujuan utama dari literasi digital untuk meningkatkan kemampuan publik dalam memilah informasi yang benar dan tidak benar. Publik dapat mengevaluasi secara kritis dari berbagai perspektif setiap informasi yang ada.

Jacques Derrida salah satu filsuf kenamaan era post-struturalis menawarkan dekonstruksi teks sebagai upaya menyingkap makna-makna yang dipinggirkan, diabaikan atau disembunyikan dalam teks. Salah satu tujuan dekonstruksi yaitu: menawarkan cara untuk mengidentifikasi kontradiksi dalam politik teks sehingga membantu untuk memperoleh kesadaran lebih tinggi akan adanya bentuk-bentuk inkonsistensi dalam teks. Karena itu, literasi digital seyogianya membuka ilham publik untuk selalu mendekonstruksi setiap informasi yang beredar di media sosial. Karena itu, tugas pemerintah sekarang melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika adalah melakukan lebih banyak sosialisasi literasi digital kepada masyarakat. Mendidik masyarakat sejak dini untuk selalu bersikap skeptis dan kritis pada informasi bohong niscaya akan jauh lebih bermanfaat daripada semata hanya menekankan kasus penindakan hukumnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun