Mohon tunggu...
Konstan Aman
Konstan Aman Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis, Petani dan Guru Kampung (PPG)

Pewarta suara minor dari kampung.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keganasan Menu Hidangan

22 Februari 2020   13:01 Diperbarui: 22 Februari 2020   13:03 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Singkat kata, manusia melakukan pembunuhan massal yang biadab pada jutaan hewan setiap harinya, demi memuaskan nafsunya sendiri atas daging dan kenikmatan sesaat semata. Inilah ironi kebebasan manusia yang sangat tragis dan penuh dengan nafsu kuasa yang membelenggu dan menyesatkan.          

Kemudian, 'semua makanan diambil tanpa ampun'. Ketika berhadapan dengan berbagai jenis menu hidangan yang telah disediakan, semua undangan tanpa berpikir panjang lagi untuk langsung menyerbu dan menyantapnya. Bisa saja karena penasaran akan cita rasa dari tiap-tiap jenis menu makanan ataupun karena daya tarik menu makanan yang mampu 'menjinakkan mata dan memanjakan perut'. 

Bisa juga karena memang perut sudah tak mampu lagi menahan rasa lapar. Hal ini mau menunjukkan bahwa manusia sedang dikuasai oleh hasratnya untuk menguasai semua menu hidangan. Manusia menjadi makhluk yang perakus yang ingin menguasai semua jenis hidangan itu. Lalu kemudian, manusia menjadi semakin 'buas' dan liar dalam kerakusannya itu. 

Lagi-lagi kebebasan yang diekspresikan di sini adalah kebebasan yang lepas dari pertimbangan etis dan bersifat irasional. Manusia tidak lagi menampilkan diri sebagai makhluk yang 'rationale' melainkan lebih pada sisi 'animale'nya.

Oleh karena itu keinginan yang liar pada hakikatnya merupakan awal dari kejatuhan manusia itu sendiri sebagai makhluk yang berakal. Dalam ilustrasi di atas, menceret dan sakit perut bukanlah semata-mata karena makanan yang dicicipi melainkan pertama-tama karena nafsu untuk menguasai setiap jenis hidangan yang disediakan. Akibat daripadanya adalah semua para undangan menjadi panik seketika dan langsung kumat dengan gejala sakit perut hingga menceret lalu akhirnya membuang kotoran secara tak teratur tanpa adanya rasa malu. Nilai moral kemanusiaan telah terdegradasi oleh hal-hal yang mestinya tidak perlu.

Sebagai titik temu dari persoalan pokok yang dibahas tersebut yakni, hendaknya konsep kebebasan perlu dibangunkan kembali. Memang dalam praktisnya kebebasan selalu ditantang oleh beragam pilihan dan keinginan. Namun menghadapi semuanya itu, pertimbangan rasio hendaknya selalu dinomorsatukan. Nalar sejatinya bertindak sebelum hasrat menguasai seluruh jiwa dan badan manusia. Ia hendaknya hadir sebelum hasrat membuai oleh tatapan yang tersihir oleh kenikmatan. 

Nalar yang etis seyogianya mampu mengkomando tubuh manusia untuk tidak berbuat semaunya dan mampu mnegekang segala niat buruk yang timbul dari hasrat dan nafsu. Mungkin, seperti yang dinyatakan oleh Heidegger, bahwa manusia tidaklah memiliki kehendak jahat, melainkan hanya tidak berpikir.

Pribadi yang bebas sejatinya bertanggung jawab terhadap segala pilihan yang ada. Supaya ia tidak jatuh pada pilihan yang salah, ia hendaknya mampu membentengi diri dengan akal budinya untuk mengekang segala keinginan yang liar, dan nalar selalu mempersoalkan aspek baik dan buruknya sebuah pilihan. 

Oleh karena itu, manusia di sini harus selalu berhati-hati karena dalam situasi-situasi tertentu atau yang sifatnya mendadak akal terkadang tak mampu bertindak secara kritis dan dalam hal ini hasrat menjadi lebih dominan. Bisa saja akal dapat dipergunakan untuk membiarkan diri pasif sehingga mudah untuk dirasuki oleh keinginan-keinginan yang liar. 

Hal ini sering dijumpai lewat hal-hal yang sepele seperti dalam contoh kasus tersebut di atas. Karena itu, sebelum manusia jatuh dalam keserakahan hawa nafsu, manusia harus mampu untuk mengontrol diri, mampu untuk bermawas diri dan selalu berwaspada dalam menghayati kebebasannya secara bertanggungjawab dan bijak.

Semoga bermanfaat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun