Mohon tunggu...
Amalia Risti Atikah
Amalia Risti Atikah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Kajian Gender

Ibu dari 3 orang anak, dengan anak terakhir sebagai penyintas epilepsi

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Suara Ibu dari Anak dengan Epilepsi: Memanggil Negara untuk Mendukung Kami

29 Oktober 2024   22:30 Diperbarui: 29 Oktober 2024   23:00 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antrean Terapi di Salah Satu RS Jabodetabek (sumber: dok. pribadi)

"Apa yang akan Anda lakukan jika terkunci dalam ruangan gelap? Memilih diam berharap bantuan, menyalahkan diri, atau mencari cara membuka pintu? Kondisi seperti inilah yang dialami oleh penderita dan orangtua dari anak dengan epilepsi. Ketika menerima vonis, hidup seolah gelap gulita. Jalan yang tepat adalah pergunakan energi dan pikiran untuk berusaha keluar dari kegelapan itu!" ujar Melky, ODE dan aktivis Komunitas Epilepsi Indonesia.

Anak dengan epilepsi seperti halnya fenomena gunung es, karena jumlah sesungguhnya jauh lebih banyak dibandingkan yang terdata. Epilepsi biasanya disebut sebagai 'ayan' atau 'sawan', seringkali mendapat stigma negatif dan dikucilkan sehingga tak banyak yang mengaku. Sebenarnya apa sih epilepsi itu?

Epilepsi termasuk kategori gangguan neurologis yang paling banyak terjadi, ditandai dengan adanya kejang yang bervariasi. Penyebab epilepsi yakni kelainan otak, genetika, gangguan metabolik, dan lainnya(1). Kejadian epilepsi di Indonesia terbilang tinggi. Jika jumlah penduduk Indonesia sekitar 230 juta, diperkirakan masih ada 1,8 juta pasien epilepsi yang butuh pengobatan(2). 

Data dari RSU Pusat Nasional dr Cipto Mangunkusumo Jakarta (RSCM) mencatat bahwa sepanjang tahun 2020-2022, sebanyak 40 persen dari pasien poliklinik neurologi anak adalah penderita epilepsi yang artinya, epilepsi banyak diderita oleh bayi dan anak. Risiko kematian dini pada penderita mencapai tiga kali lipat, tapi pengobatan masih sulit diakses. Kejang jadi tak terkontrol dan membebani baik anak maupun pengasuhnya(3). Anak dengan epilepsi pun rentan dengan permasalahan perkembangan seperti keterlambatan bicara, berjalan, berpikir, serta problem lainnya. Tentu ini bisa dapat menghambat cita-cita Indonesia Emas 2045.

Idealnya, kondisi ini membutuhkan kerjasama antara Ibu dan Ayah. Akan tetapi, hanya Ibu yang kerap menanggung sekaligus disalahkan atas apa yang terjadi bahkan oleh suaminya. Sudah jatuh, tertimpa tangga, Ibu rentan kehilangan pekerjaan akibat terlalu sering mengajukan izin sebagai dampak epilepsi yang sulit diprediksi, terutama pada anak usia dini. Di manakah perlindungan untuk Ibu?

EEG Pada Anak dengan Epilepsi (sumber: dok. pribadi)
EEG Pada Anak dengan Epilepsi (sumber: dok. pribadi)

"Anak saya setahun sampai 4 kali masuk RS, bapaknya tak peduli. Ga bisa kerja karena anak ga bisa ditinggal. BPJS gratis tapi biaya ke RS gimana?" ungkap Ibu Y. "Suami sering marah dan memaki saya, menyalahkan karena anak kondisinya begitu" tambah Ibu R.

Sejatinya, negara melalui DPR RI belum lama ini mengesahkan 'UU No 4/2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase 1000 Hari Pertama Kehidupan' (UU KIA). Tak hanya itu, Indonesia punya UU No 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas. Sebagai seorang Ibu yang memiliki anak dengan epilepsi, saya sangat mengapresiasi kedua UU ini karena menunjukkan komitmen negara melindungi hak dan kesejahteraan kami. 

Meskipun begitu, saya secara khusus ingin menyoroti kondisi yang dialami oleh Ibu dengan anak penyandang epilepsi. Mengapa?

Karena epilepsi tak cocok dengan berbagai gagasan disabilitas yang ada dalam wacana populer, penyandang epilepsi tak ayal menghadapi kesulitan, harus disebut sebagai disabilitas atau tidak? Di sisi lain, penting mendukung epilepsi sebagai salah satu disabilitas neurologis karena hak kelompok disabilitas atas pendidikan dilindungi oleh UU dan peraturan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun