Mohon tunggu...
AMALIA LATIFANI DARMAWAN
AMALIA LATIFANI DARMAWAN Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Literasi vs. Misinformasi: Mengapa Pendidikan Jadi Kunci untuk Melawan Hoaks?

29 Agustus 2025   19:20 Diperbarui: 29 Agustus 2025   19:19 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Literasi vs. Misinformasi: Mengapa Pendidikan Jadi Kunci untuk Melawan Hoaks?

Beberapa waktu lalu, dunia media sosial ramai membicarakan pernyataan guru sebagai "beban negara". Reaksi warganet pun beragam, mulai dari kritik pedas hingga hujatan. Padahal, jika disimak secara utuh, pernyataan tersebut merupakan hasil AI. Fenomena ini bukan hanya sekadar salah paham, melainkan cerminan dari tantangan besar yang kita hadapi: rendahnya literasi digital dan kemampuan berpikir kritis.

Pemerintah Terlibat dalam Pendidikan: Bukan Beban, tapi Investasi

Mengapa pernyataan yang dipelintir itu begitu mudah memicu amarah? Karena secara naluriah, kita tahu bahwa pendidikan adalah sektor vital. Dalam materi kebijakan keuangan publik, ada alasan fundamental mengapa pemerintah terlibat aktif dalam pendidikan.

Pertama, pendidikan dianggap sebagai barang publik (public goods) yang memiliki eksternalitas positif. Artinya, manfaatnya tidak hanya dirasakan oleh individu yang bersekolah, tetapi juga seluruh masyarakat, seperti terciptanya tenaga kerja terampil dan warga negara yang kritis. Tanpa intervensi pemerintah, masyarakat cenderung mengonsumsi pendidikan dalam jumlah kurang dari yang optimal bagi kesejahteraan sosial.

Kedua, pemerintah bertujuan mencapai keadilan sosial. Alokasi dana besar, termasuk gaji guru, adalah bentuk komitmen untuk memastikan setiap warga negara memiliki akses setara terhadap pendidikan berkualitas, tanpa terhalang oleh kondisi ekonomi.

Singkatnya, dana yang dialokasikan negara, termasuk untuk gaji guru, bukan cuma pengeluaran biasa. Dana itu adalah investasi jangka panjang untuk masa depan bangsa. Jadi, guru itu bukan 'beban,' tapi fondasi penting yang tugasnya mencerdaskan kita semua, sesuai dengan cita-cita negara.

Rendahnya Literasi dan Masalah Pendidikan di Indonesia

Kasus hoaks akibat dari AI ini menunjukkan masalah serius dalam sistem pendidikan kita. Selama ini, kita terlalu fokus pada hal-hal seperti pemerataan dan dana, tapi lupa kalau hasil akhirnya juga perlu transparansi dan dievaluasi. Kejadian misinformasi ini membuktikan bahwa pendidikan kita masih kurang dalam melatih literasi media dan kemampuan berpikir kritis.

Pendidikan yang Kritis: Apakah kurikulum kita sudah melatih siswa untuk memverifikasi informasi dan tidak mudah terprovokasi oleh berita provokatif?

Penguatan Peran Guru: Apakah guru sebagai ujung tombak pendidikan telah dibekali dengan kemampuan untuk mengarahkan siswa dalam menghadapi arus informasi yang deras di media sosial?

Solusi: Intervensi Pemerintah dalam Literasi Digital

Mencegah hoaks tidak cukup dengan memblokir konten atau memberikan klarifikasi. Pemerintah perlu mengambil peran lebih besar di sektor pendidikan untuk mengatasi akar masalahnya.

Integrasi Kurikulum: Pemerintah dapat mengintegrasikan materi literasi media dan berpikir kritis ke dalam kurikulum di semua jenjang pendidikan, mulai dari SD hingga perguruan tinggi.

Pengembangan Kapasitas Guru: Memberikan pelatihan khusus kepada para guru agar mereka mampu mengajarkan literasi digital secara efektif kepada siswa.

Edukasi Publik: Pemerintah dan lembaga terkait perlu bekerja sama untuk menyelenggarakan kampanye dan program edukasi publik yang mengajarkan masyarakat umum cara membedakan fakta dan opini, serta mengenali pola-pola penyebaran hoaks.

Kasus "guru beban negara" adalah pengingat bahwa kebijakan keuangan publik di bidang pendidikan tidak hanya soal mengalokasikan dana. Lebih dari itu, tujuannya adalah membangun masyarakat yang cerdas, kritis, dan beretika. Melalui pendidikan yang menekankan pada literasi media, pemerintah dapat menciptakan generasi yang tidak hanya terampil, tetapi juga tangguh dalam menghadapi tantangan informasi di era digital. Inilah investasi jangka panjang yang sesungguhnya: mengubah "beban" menjadi kekuatan pendorong kemajuan bangsa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun