Mohon tunggu...
Amak Syariffudin
Amak Syariffudin Mohon Tunggu... Jurnalis - Hanya Sekedar Opini Belaka.

Mantan Ketua PWI Jatim tahun 1974

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mengapa UU Cipta Kerja Disahkan Pemerintah?

5 November 2020   18:10 Diperbarui: 5 November 2020   18:16 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ANTARA FOTO/BIRO PERS/LUKAS/HO) (kompas.com)

Ditengah-tengah ributnya organisasi/federasi buruh dan beberapa buruh melakukan protes dan demonstrasi tanpa mempedulikan pandemi covid-19 guna menentang diresmikannya Undang-Undang no. 11/2020 tentang Cipta Kerja, ternyata pantang mundur Presiden Jokowi pada 2 November lalu meneken naskah UU setebal 1.187 halaman itu. 

Berati UU itu sah meski katanya masih ada peluang mengoreksi isi beberapa Bab tertentu yang tidak esensiil. Sangat banyak yang berdemosntrasi masih juga belum tahu secara tepat, apanya yang didemo untuk ditolak. Kalau ditanya masalah apa yang tidak disetujui, maka jawabnya: pendek kata ditolak! Selesai!

Saya sendiri meski secara sama-samar "menguping" inti dan tujuan UU , bahwa pada hakekatnya akan banyak keputusan Menteri atau peraturan buatan beberapa Kementerian sebelumnya maupun Peraturan Daerah (Perda) yang dibuat oleh Pemda-Pemda setempat bakal tersingkirkan. Namun yang terluang adalah beberapa "kemudahan" bagi para pengusaha, investor dan calon-investor yang masuk ke Indonesia karena jalurnya dipermudah.

 Memudahkan kepentingan para investor itu salah satu diktum yang dicurigai organisasi/federasi buruh bakal dapat merguikan kaum buruh. Sebab, organisasi pengusaha berpendapat, bahwa dengan UU Ciptaker itu akan lebih mempermudah pengusaha (industri, perdagangan, pertambangan dan lain-lain) dalam bisnisnya dan menguntungkan. 

Apakah Pemerintah mendorong bangkitnya kapitalisme melalui sektor bisnis itu? Ada suara, bahwa Pemerintah iri dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah Vietnam yang indusri dan perdagangannya bangkit hebat meski usai mengalami kehancuran dalam Perang Vietnam (1954-1957) melawan Amerika Serikat. 

Kawan seprofesi saya dan bersama-sama di PWI Pusat, wartawan senior Djakfar Assegaff alm. yang kemudian diangkat menjadi Dubes RI di Vietnam (1993-1998) pernah mengundang namun tak sempat saya penuhi, mengisahkan kekagumannya pada Republik Vietnam yang meskipun berhaluan sosialis-komunis, akan tetapi sektor perdagangan/industrinya bangkit untuk bersaing lawan negara-negara tetangganya atau sesama ASEAN maupun dengan "lawannya", yakni RRT. 

Hal itu dikarenakan undang-undang (2019) yang menyatakan Vietnam terbuka untuk sektor tersebut, sehingga menarik investor sebanyak-banyaknya, termasuk banyak dari Amerika Serikat! Indonesia dalam perdagangannya dengan Vietnam (2018 saja) mencapai US$ 3,94 miliar atau naik 23,8 % dibanding tahun sebelumnya. Waktu itu Vietnam malahan memberi peluang kita untuk berinvestasi 2018 sebesar US$ 54.91 juta dan US$ 25.02 juta untuk tambang semen, industri makanan, minuman, pengolahan kesehatan, transportasi dan pariwisata. Realisasi investasi tersebut sangat menyerap tenaga kerja mereka yang bertumbuh seperti pertumbuhan tenaga kerja kita. Masih banyak kisah mengenai negara seluas 331.212 km2 dan berpenduduk 94.569.072 jiwa itu.

Kisah Vietnam masih menanjak terus, berkat undang-undangnya mengenai pengusahaan, investasi dan tenaga kerja. Pemerintah kita menginginkan kemajuan sektor-sektor tersebut demi keuntungan pengusaha dan pengingkatan kesejahteraan tenaga kerja dengan bersendikan UU Ciptaker. Bedanya, di Vietnam tidak ada demonstrasi buruh. Selain politik pemerintahannya, rakyatnya juga memahami betapa compang-campingnya mereka dampak dari Perang Vietnam, sehingga perlu bangkit. Dari kalangan biara-biara agama Buddha pun mengerti dan mendukung kebijakan pemerintahnya.

Kalau ditanyakan kepada salah seorang pimpinan organisasi/federasi buruh kita, mengapa kita tidak "melirik" seperti apa yang dilakukan di Vietnam? Sudah pasti sipenanya akan disemprot: kita kan demokratis! Apa mau kita, dong!

Akan tetapi Pemerintah, terutama Presiden Jokowi, nampaknya mengambil resiko karena menginspirasi dan meyakini, UU Ciptaker adalah bertujuan bukan "mengenakkan" pengusaha dan "merugikan" buruh. Akan tetapi dengan banyaknya pengusaha (terutama kedatangan investor dalam dan luar negeri) akan membuka lapangan pekerjaaan baru. Siapa yang harus dipikir? 

Angkatan kerja baru terus bertumbuh jumlahnya, ditambah ratusan ribu atau mungkin mencapai lebih satu juta buruh/karyawan terkena PHK akibat pandemi covid-19. Apakah mereka tidak diberi hak untuk mendapatkan lapangan kerja, hanya demi yang masih bekerja sebagai buruh/karyawan sekarang ini sudah punya lapangan kerja? 

Saya juga merasakan sebagai "karyawan" meskipun dalam profesi jurnalisme, karena bukan selaku bagian dari pemilik medianya. Tetapi kemudiannya juga mempunyai anak yang dan kemudian cucu yang sudah dalam usia kerja dan sedang mencari pekerjaan. Tentu harus berjuang meski sudah berpendidikan cukup, namun lapangan pekerjaaan itu tidak mudah diraihnya. Itu dikarenakan yang mengusahakan lapangan pekerjaan itu tidak banyak jumlahnya. 

Singkat kata, jadi saya bisa merasakan, bahwa bukan hanya melakukan monopoli lapangan kerja yang harus saya punyai dengan rasa ketakutan kurang penghasilan, namun harus berlapang dada bagaimana generasi usia-kerja juga mendapatkan lapangan kerja. Tidak berlebihan upaya Pemerintah mencoba mengangkat kehidupan ekonomis rakyat sebagai dampak covid-19. Antara lain para wirausahawan UKM/UMKM, antara lain dengan pemberian kredit dengan prosedur jaminan yang mudah dari perbankan. Terutama oleh Bank Rakyat Indonesia. Usaha-usaha kecil atau kecil-menengah itu rata-rata mempunyai tenaga kerja informal yang juga harus hidup.

Memang tidak mudah mengatur luapan emosi dihubungkan dengan isi perut. Ketika Pemda-Pemda menaikkan Upah Minimum (UMP), organisasi pengusaha mengeluhkan karena dalam kondisi kritis covid-19. Sedangkan didaerah yang tidak menaikkan UMP, diprotes buruh. Dari tahun ke tahun masalah demikian terjadi. 

Dalam gonjang-ganjing UU Ciptaker, kiranya harus ada kepercayaaan kepada Pemerintah dan Presiden Jokowi, bahwa tujuannya adalah demi kemaslahatan rakyat --terutama buruh dan angkatan kerja baru,-- bukan pada kelompok buruh berikut organisasi/federasi apalagi memberi keuntungan pada aspek popularitas mereka itu.

   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun