Mohon tunggu...
alvin haryono
alvin haryono Mohon Tunggu... siswa sck

alter ego

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Bahasa Indonesia :Bukan Sekedar Alat Bicara, Tapi Hubungan Perekat Sosial

10 September 2025   13:19 Diperbarui: 10 September 2025   13:19 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Nilai Sosial dalam Bahasa Indonesia

Selain sebagai sarana komunikasi, bahasa Indonesia juga menyimpan nilai-nilai sosial dan budaya. Kata-kata seperti gotong royong, musyawarah, atau adat tidak sekadar menyampaikan arti harfiah, tetapi juga merepresentasikan nilai luhur masyarakat Indonesia. Ungkapan-ungkapan tersebut lahir dari pengalaman kolektif bangsa dan diwariskan lintas generasi.

Bahasa juga berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan emosi dan perasaan. Misalnya, ungkapan rindu atau syukur mampu merepresentasikan pengalaman batin masyarakat Indonesia dengan nuansa yang khas. Tanpa bahasa, emosi semacam ini sulit diartikulasikan dengan tepat. Lebih jauh lagi, bahasa Indonesia menjadi identitas sosial yang membedakan masyarakat Indonesia dari bangsa lain. Seperti disampaikan Apriana (2019), menjaga eksistensi bahasa Indonesia berarti menjaga identitas nasional itu sendiri.

Bahasa Indonesia di Media Sosial

Era digital membawa bahasa Indonesia memasuki ruang interaksi baru, yakni media sosial. Platform seperti Instagram, TikTok, atau Twitter telah menjadi tempat masyarakat mengekspresikan diri dan membangun relasi sosial. Di sini, bahasa Indonesia tidak hanya digunakan untuk menyampaikan informasi, tetapi juga menjadi medium kreativitas, mulai dari meme, konten hiburan, hingga diskusi serius.

Namun demikian, media sosial juga menghadirkan tantangan baru. Banyak anak muda merasa bahasa asing, terutama bahasa Inggris, lebih estetik atau modern dibanding bahasa Indonesia. Tidak jarang caption, komentar, atau bahkan konten digital lebih banyak menggunakan bahasa asing, meskipun audiens mayoritas adalah orang Indonesia. Fenomena ini menunjukkan adanya perubahan preferensi bahasa yang perlu diwaspadai.

Meski begitu, bahasa Indonesia justru memiliki potensi besar untuk berkembang di ruang digital. Menurut Julaeha (2023), gaya bahasa anak muda seperti "Jaksel" bisa dilihat bukan hanya sebagai ancaman, tetapi juga peluang untuk memperkaya dinamika bahasa Indonesia. Selama tidak menghilangkan identitas utama, pencampuran bahasa dapat menjadi bentuk kreativitas generasi muda dalam membangun gaya komunikasi yang khas. Dengan demikian, media sosial dapat menjadi ruang produktif bagi bahasa Indonesia untuk semakin hidup, asalkan tetap dijaga keseimbangannya.

Kesimpulan

Bahasa Indonesia adalah lebih dari sekadar alat komunikasi. Ia adalah pilar yang menyatukan bangsa, menghubungkan masyarakat lintas daerah, memperkuat identitas, sekaligus menjadi ruang ekspresi dalam berbagai konteks. Perannya dalam interaksi sosial begitu vital, mulai dari mengurangi kesalahpahaman, mempererat rasa kebersamaan, hingga menjaga nilai-nilai budaya.

Di sisi lain, bahasa Indonesia juga menghadapi tantangan dari dominasi bahasa asing dan perubahan gaya komunikasi generasi muda. Namun, sebagaimana ditegaskan oleh Apriana (2019) dan Julaeha (2023), tantangan tersebut tidak perlu ditakuti berlebihan, melainkan harus dijawab dengan sikap adaptif dan kreatif. Dengan pemanfaatan yang bijak, bahasa Indonesia bukan hanya akan bertahan, tetapi juga akan semakin menguatkan posisinya sebagai perekat hubungan sosial di era global dan digital.

Daftar Pustaka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun