Mohon tunggu...
Alvin Haidar
Alvin Haidar Mohon Tunggu... Relawan - Chemical engineer in the making

Teknik kimia ITB 2016, Terbentur, terbentur, terus tidur Pembelajar, pelajar, pengajar, terhajar.... Cek ig @sobatgajah yakkk

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Anjloknya Harga Minyak dalam Pemodelan Ekonomi Sederhana

22 April 2020   12:50 Diperbarui: 23 April 2020   07:40 1254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto: landengineering-sd.com

Kegagalan kesepakatan antara Arab Saudi dan Rusia dalam pertemuan yang diadakan OPEC 6 Maret 2020 ditambah turunnya permintaan akan minyak selama pandemi membuat harga minyak turun drastis.

Sampai tanggal 21 April diketahui harga minyak menurut indeks kontrak berjangka West American Intermediate (WTI) menyentuh angka minus.

Angka minus dalam harga menunjukkan bahwa produsen minyak "membayar" minyak kepada konsumen. Beberapa negara terutama produsen minyak jelas mengalami kerugian besar terutama negara-negara OPEC. 

Gambar from freepik.com
Gambar from freepik.com
Sebagian negara importir mungkin dapat menikmati turunnya harga minyak contohnya Indonesia, yang sampai hari ini belum turun-turun. 

Dalam tulisan #SotoyStory saya kali ini saya akan mengaplikasikan ilmu SMA dulu tentang pemodelan sederhana penurunan harga minyak menggunakan model demand and supply. Diilhami tulisan Pak Dahlan Iskan di lamannya disway.id dan bloomberg

1. Kurva Demand and Supply Minyak

Gambar 1. Kurva keseimbangan harga minyak | Dokpri
Gambar 1. Kurva keseimbangan harga minyak | Dokpri

Minyak merupakan salah satu komoditas yang memiliki sifat permintaan dan penawaran yang cenderung inelastis dalam "jangka pendek", apa artinya? bahwa naik-turun harga minyak secara umum tidak mengurangi preferensi konsumen secara drastis atas pembelian minyak. 

Sederhananya, dalam jangka pendek jika harga BBM naik kita tidak serta merta menurunkan konsumsi kita karena kegiatan sehari-hari membuat kuantitas pemakaian BBM "mau tidak mau" sama saja, begitu pula ketika terjadi penurunan harga BBM. 

Namun dalam "jangka penjang" justru hal tersebut berkebalikan, kita sebagai konsumen dapat membeli mobil baru yang hemat bensin sehingga konsumsi BBM dapa dikurangi.

Basis awal dimulainya pemodelan kali ini ialah pandemi covid-19. Covid-19 nyatanya memberikan pengaruh yang buruk karena dalam masa physical distancing orang jarang keluar rumah, sehingga permintaan minyak turun. 

Permintaan yang turun membuat kurva bergeser ke kiri sehingga harga minyak langsung turun drastis. Sifat inelastis harga minyak membuat turunnya harga lebih besar dibandingkan turunnya kuantitas minyak.

Gambar 2. Bergesernya permintaan minyak selama pandemi | Dokpri
Gambar 2. Bergesernya permintaan minyak selama pandemi | Dokpri

2. Skema Pemotongan Produksi OPEC

Gambar 3. Pergeseran kurva penawaran akibat pemotongan produksi | Dokpri
Gambar 3. Pergeseran kurva penawaran akibat pemotongan produksi | Dokpri

Pandemi Covid-19 membuat permintaan akan minyak turun drastis terutama di wilayah Cina akibat covid-19, membuat negara-negara yang terkabung dalam kartel OPEC melalukan pertemuan di Vienna, Austria pada 5 Maret lalu. Salah satu keputusan pertemuan ialah  mengembalikan harga minyak yang anjlok  dengan memotong produksi.

Mungkin dalam pelajaran SMA hal ini dapat kita ilustrasikan sebagai bentuk "shifting" atau "pergeseran"penawaran. 

Hal ini dilakukan karena dalam jangka pendek, permintaan-penawaran minyak bersifat inelastis, sehingga pergeseran kurva penawaran berefek besar pada perubahan harga. Langkah yang dapat menolong negara-negara produsen minyak dari "jatuh bebasnya" harga di tengah pandemi.

3. Perang Harga Russia-Arab

Gambar 4. Penurunan harga minyak Arab membuat efek oversupply | Dokpri
Gambar 4. Penurunan harga minyak Arab membuat efek oversupply | Dokpri

Kesepakatan ini tentu saja tidak hanya melibatkan negara-negara OPEC tapi juga produsen minyak yang non OPEC salah satunya Rusia. Sehingga OPEC melalukan pertemuan denga Rusia terkait keputusan pemotongan produksi pada 6 Maret 2020. Sayangnya Rusia menolak kesepakatan tersebut.

Keengganan Rusia dalam memotong jumlah produksi menguntungkan Rusia dari segi harga karena dengan begitu harga minyaknya menjadi lebih murah. 

Hal ini menimbulkan efek geram dari pihak Arab Saudi. Arab Saudi justru mengecam dengan memotong harga besar-besaran untuk minyak dan meningkatkan supply minyak yang semakin membuat anjloknya harga minyak. 

Gamber 5. Respon Arab Saudi terhadap oversupply ialah dengan memompa produksi | Dokpri
Gamber 5. Respon Arab Saudi terhadap oversupply ialah dengan memompa produksi | Dokpri

4. Makin Anjlok

Gambar 6. Turunnya permintaan dan naiknya supply | Dokpri
Gambar 6. Turunnya permintaan dan naiknya supply | Dokpri

Pembelian minyak di luar memiliki skema kontrak berjangka, artinya proses jual-beli dilakukan pada masa yang disepakati. Dengan kontrak pembelian berjangka yang mencapai minus artinya produsen tetap harus menyerahkan minyak kepada pembeli. 

Alih-alih untung, malah buntung karena tangki-tangki pengisi minyak dalam jangka "pendek" memiliki daya tampung terbatas atas minyak. Sehingga mau tidak mau minyak harus diserahkan kepada pembeli dengan memberikan insentif atas oversuplai tersebut. 

Masih dengan konsep inelastisitas, penawaran suplai minyak cenderung inelastis dalam jangka pendek karena daya tampung minyak setiap produsen terbatas dan sulit menaikkan kapasitas dalam waktu yang singkat. Saat permintaan sedang turun-turunnya, produksi malah digas, akhirnya double effect (Gambar 6).

Seperti yang terlihat pada Gambar 6,  turunnya titik keseimbangan baru menyebabkan pendapatan secara total menurun bagi setiap produsen.

5. Long Run

Salah satu konsep penting dalam elastisitas harga ialah "long run" atau "jangka panjang". Dalam jangka panjang kurva permintaan dan penawaran bersifat elastis. 

Artinya, dalam jangka panjang konsumen dapat membuat pilihan dengan mengganti mobil baru yang lebih hemat bensin. Penawaran pun demikian, kemajuan teknologi serta peningkatan kapasitas pabrik membuat kurva permintaan harga elastis terhadap harga.

Gambaar 7. Kurva permintaan dan penawaran jangka panjang | Dokpri
Gambaar 7. Kurva permintaan dan penawaran jangka panjang | Dokpri

Alhasil upaya peningkatan harga minyak yang dilakukan OPEC dalam jangka panjang hanya meningkatkan sedikit dari total pemasukan minyak. Bisa dibilang langkah OPEC dalam menjaga harga pasar ibarat pedas sambal yang efeknya hanya beberapa saat.

Gambar 8. Kenaikan harga pada jangka panjang (elastis) | Dokpri
Gambar 8. Kenaikan harga pada jangka panjang (elastis) | Dokpri

6. Efek bagi semua

Kerugian jelas menghantui sebagian besar negara-negara produsen minyak dengan anjloknya harga minyak. Indonesia sebagai salah satu negara pengipor minyak dapat mendapatkan keuntungan melalui turunya harga BBM. Terlihat memang menyenangkan, namun apakah benar demikian?

Turunnya harga minyak dapat memberikan pengaruh negatif terhadap sektor migas hulu. Nilai ekspor yang berkurang dalam sektor migas, batu bara, atau sawit dapat membuat neraca perdagangan tidak setimbang. 

Ditambah lagi efek kejut ekenomi yang diberikan terhadap bursa saham dapat memperlemah IHSG. Kurs rupiah pun demikian melemahnya aktivitas ekonomi global dapat memberi pengaruh buruk terhadap rupiah. 

Meski demikian sampai hari dimana menurunnya harga minyak terjadi, belum ada perubahan signifikan dari rupiah yang masih bertengger di titik Rp15.697/USD.

Source: www.disway.id | Bloomberg | Principles of Economics. N Gregory Mankiw
Gambar= Design vector created by studiogstock - www.freepik.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun