Mohon tunggu...
Alvin Haidar
Alvin Haidar Mohon Tunggu... Relawan - Chemical engineer in the making

Teknik kimia ITB 2016, Terbentur, terbentur, terus tidur Pembelajar, pelajar, pengajar, terhajar.... Cek ig @sobatgajah yakkk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pendidikan sebagai "Core Ber Comdev"...

25 Desember 2017   14:54 Diperbarui: 25 Desember 2017   15:00 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para aktivis kampus atau CSR pasti tidak asing dengan istilah Comdev atau Community Development. Community Development atau  umum kita sebut dengan pengabdian masyarakat memang erat kaitannya dengan dunia kemahasiswaan atau keprofesian, dengan dalih tanggung jawab sosial dan panggilan jiwa, Comdev sendiri berusaha menyingkap dan memberdayakan potensi yang ada di masyarakat sekitar itu sendiri, terlepas dari masyarakat yang masih miskin potensi atau kaya namun serat dengan permasalahan sosial. Belum lagi nafas perguruan tinggi  dalam  Tri Dharma Perguruan Tinggi  yakni (Penelitian, Pendidkan, dan Pengmas) menempatkan pengmas atau pengabdian masyarakat sebagai salah satu wujud tanggung jawab mahasiswa sebagai masyarakat itu sendiri. Maka tidak heran hampir di setiap kampus entah dalam bentuk UKM, komunitas, bahkan proker pun pasti terdapat unsur 'berpengmas' di dalamnya.

Sebelum kita memulai membahas judul yang tertera di atas, tidak afdhol rasanya kalau kita tidak mendefinisikan terlebih dahulu makna comdev itu sendiri. Melalui rural discuss yang diisi oleh narasumber Ahmad M Syarif salah satu pakar Comdev  semenjak beliau mahasiswa, kita dapat melihat alur suatu pengabdian masyarakat dalam tahap service, development, hingga empowerement. Untuk mepermudah pemahaman 3 hal tersebut, mari kita umpamakan dengan seorang ibu-ibu yang meminta-minta kepada kita untuk makan. dalam tahap service (melayani) kita akan meberikan ibu itu makanan atau uang untuk membeli makanan. Setelah itu kita kana berpikir "kalau hari ini masih minta, besok ibu ini makan gimana y" nah, pemikiran seperti merupakan tahapan awal suatu development  di mana setelahnya kita akan berusaha melakukan pendekatan,berkenalan,mencari informasi terkait pekerjaan dan potensi ibu tersebut. Setelah mengetahui duduk permasalahannya maka kita mulai melakukan comdev dengan menggali potensi sehingga ibu tersebut bisa membuka lapangan pekerjaan sendiri,memiliki pendapatan dan memiliki produk atas usahanya sendiri, comdev dalam hal ini telah masuk ke tahap empowerement itu sendiri (tidak sedikit yang memasukan empowerement ke dalam development).

Bentuk comdev pun dapat bermacam-macam dan yang paling sering kita lihat dalam dunia kemahasiswaan atau keprofesian ialah pengembangan edukasi dalam bentuk rumah belajar, pembangunan infrastruktur yang menopang warga, pelatihan keterampilan dll. Apa pun bentuk comdevnya yang paling penting ialah hal tersebut memang sesuai dengan kebutuhan masyarakat di dalamnya (bottom up) sehingga solusi yang muncul pun dilandasi atas dasar kebutuhan masyarakat itu sendiri. Tidak sedikit segalas elemen yang merasa memiliki tanggung jawab 'berpengmas' telah melancarkan berbagai program untuk pengmas itu sendiri tidak terkecuali kampus gajah yang saya jadika tempat mencari ilmu itu sendiri.

Timbul pertanyaan dalam benak saya, sebenarnya kapan sih suatu masyarakat yang telah kita kembangkan dalam program dapat kita lepas? Lazimnya suatu comdev memang berjalan 3-5 tahun, dan saat kita tinggal suau masyarakat seharusnya telah mampu berubah dan berkembang sendiri. Namun jika saat kita tinggalkan, masyarakat tersebut tidak berubah atau malah ketergantungan maka siapakah yang salah? Apakah kita yang gagal membina masyarkat tersebut ataukah memang masyarakatnya yang bebal dan tidak mau berubah?

Hakikat suatu pendidikan ialah 'memanusiakan manusia' atau humanisasi. Lantas menjadi manusia seperti apa sih? Sampai disitu mari kita pahami yakni dengan menjadi manusi merdeka, yang diperlakukan adil, memilih jalur hidupnya sendiri hingga mendidik diri sendiri.  Bahkan dalm segi pandang agama yakni Islam, menjadi manusia berarti menjadi manusia yang beridri di atas prinsip-prinsip keadilan, kebebasan yang bertanggung jawab, hingga amar maruf nahi mungkar. Dalam praktiknya aspek pendidikan berupa kognitif,psikomotorik, hingga afektif tidak dapat ditinggalkan.

Lantas mengapa suatu pendidikan dapat menjadi core utama dalam Community Development itu sendiri? Ya, pendidikan sebagai suatu apaya penurunan nilai, budaya, dan ilmu pengetahuan. Nilai atau budaya kita dapat dari masyarakat itu sendiri yang perlu kita lestarikan, dan ilmu pengetahuan meruapakan hal yang 'mungkin' masyarakat miliki namun belum tersingkap atau memang belum diketahui sama sekali. Tugas kita ialah menyingkap hal tersebut dan memberikan insight baru ke dalamnya bukannya mengobrak-abrik nilai atau budayanya seakan-akan berkata kepada masyarakat di dalamnya "ini yg bener bu, yang ini salah". Namun berjalan selaras sehingga masyarakat mudah menerima dan mengimplementasikannya. Karena hakikatnya pendidikan yang kita beri pada akhirnya membuat masyarakat tersebut dapat menjadi manusi yang tahu akan kebutuhannya dan dapat memecahkan solusinya, peranan kita berada di antara keduanya yakni melalui pendidikan. Mungkin contoh kasus dapat kita perlihatkan untuk memeprmudah pemahaman.

Contoh Kasus dan Alur Berpikir

Suatu desa yang kaya akan jenis tanaman, buah-buahan dan semua kebuthan tercukupi, namun sayang pendapatan dan pekerjaan yang notabene seorang petani atau buruh tani membuat kehidupan mereka begitu-begitu saja. Datanglah mahasiswa, misal dari Universitas X dengan programnya berusaha mencari tahu apa yang sebenarnya dibutuhkan warga dan potensi yang ada. Pertama, Melalui pendekatan (wawancara,live in, FGD)  didapat data dan kebutuhan dan permasalahan warga tersebut. Kedua,ialah analsisi kebutuhan yang dapat diselesaikan dan solusi yang kita ajukan kepada warga, misal menambah manfaat buah-buahan. 

Ketiga, ialah proses pendidikan itu sendiri dalam rangka meberdayakan sehingga potensi yang ada tersingkap dan dapat dijadikan suatu output dan masalah warga terselesaikan, misal melatih warga membuat kue,kripik, atau makanan dari buah-buahan yang memiliki nilai tambah. Selama dalam masa bina (pendidikan) ini terjalin trust warga atau rasa percaya warga pada kita sehingga keterbukaan da proses transfer keilmuan berjalan baik. Keempat, jika masa bina selesai dan masyarakat dianggap dapat hidup mandiri, hingga mereka pun bisa menurunkan ilmunya kepada anak-anaknya kelak, maka bisa dibilang comdev kita berhasil. Kelima, jika timbul permasalahan baru yang timbul diakibatkan solusi atau permasalahn lama yang belum terselesaikan maka dapat dilooping ke tahap kedua kembali. 

Poin pendidikan dalam kasus di atas ialah memang terkesan sistematis yakni sekedar ngajarin wis muleh abis itu pulang dan mereka punya produk dan pendapatan, selesai. Lebih dari itu memanusiakan mereka berarti memberikan kesadaran pendidikan itu sendiri sehingga mereka kelak akan melakukan transfer ilmu kepada keturunannya dan dapat mengetahui problematika atas permasalahannya dan solusi yang timbul. Sehingga jikalau kita memang masih 'dipanggil' oleh mereka dalam suatu keperluan. Kehadiran kita didalamnya bukan lagi sebagai mahasiswa namun sebagai bagian dari masyarakat yang siap membantu mencari kebutuhan atas dasar solusi yang mereka tawarkan, sehingga kini pemecah utama solusi tersebut terletak pada pundak masyarakat itu sendiri. Alhasil yang tercipta bukan hanya product namun value tertentu yang menjadi bagian dari warga..

Sumber:

Manusia Sekolah dan Sekolah Manusia, M Ghufron H.Kordi K.

Sekolah itu candu, Roem Topatimasang

https://tebuireng.online/islam-memanusiakan-manusia/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun