Semangkuk mi yang asin, gurih, pedas, dan---bodoamat sama nih tugas!
Sisi menghela napas panjang dengan tatapan kosong. Wajahnya menghadap ke layar laptop merk L yang menyala-nyala, lembar kosong di aplikasi pengolah kata sebagai tontonan, dan perintah tugas yang membuat daya pikirnya mendadak gagu. Halah, bagaimana bisa dia mematung sedramatis itu saat perintah utamanya hanyalah, "Buatlah deskripsi algoritma backtracking untuk mencari jalan keluar bagi tikus yang bergerak dari titik awal ke titik akhir dalam sebuah labirin".
Matanya berpaling dari lembar kosong menyebalkan di layar yang membuat matanya dipaksa bekerja lebih keras dalam menerima rangsangan cahaya biru dari laptop, memandangi dinding kuning pucat polos di antara barang-barang monokrom miliknya, yang berserakan; selimut putih, sarung bantal bergaris hitam dan putih, seprai hitam flannel, dan pakaian sehari-hari yang masih dibungkus plastik tipis dari tempat laundry.
Silvana Simorangkir namanya, gadis remaja yang genap dua puluh dua tahun, mahasiswi semester empat di kampus swasta. Sisi nama imutnya, orang-orang memanggilnya demikian karena tinggi badannya kurang dari 160 cm. Sisi mendaftar ke program studi Teknik Informatika dengan tujuan akan membuat program mini games yang bakal mendunia seperti Tetris dan yang lainnya, tetapi di kampusnya bayangan tentang mahasiswa jurusan ini sangatlah di luar prediksi.
Sejak awal masa perkuliahan, Sisi tidak membekali dirinya dengan pengetahuan bahasa pemograman mana pun, katanya, minimal mempelajari satu saja bahasa pemograman, maka pada praktik di kemudian hari akan memudahkan. Namun, Sisi tidak memilikinya. Sisi adalah salah satu dari lima yang tidak memiliki dasar-dasar pemograman, tetapi memiliki nyali yang besar untuk membuat sebuah gim yang bakal mendunia.
Sisi punya tekad.
Namun, tekad itu melebur ketika dirinya mempelajari bahasa pemograman dasar, bukan Python, C++, CSS, atau lainnya, melainkan pemograman dasar.
Pada awal perkuliahan, Sisi memang dibuat mabuk kepayang oleh bahasa dasar itu. Belum pemahaman konsep logika dan algoritma yang menjadi satu-satunya akses mudah, tetapi Sisi mengalami debugging.
Kini, Sisi sudah melewatkan tiga semester penuh perjuangan tanpa satu kali pun tertinggal SKS, bolos, kecuali ketika dirinya merasa seluruh wajahnya panas, tubuhnya lemas, menggigil, dan energinya boros hingga jatuh pingsan saat mata kuliah Struktur Data. Selama tiga semester lalu, Sisi hanya tidak masuk satu kali.
Berkuliah di kampus swasta yang dikelilingi dengan kos-kosan yang murah adalah sebuah rezeki yang tak terhingga bagi Sisi, meski terkadang listrik mati, pompa air tidak menyala, dan mesin cuci yang mendadak tidak berfungsi, Sisi mensyukuri hal-hal di sekitarnya, kecuali satu hal, yaitu tugas kuliah, salah satunya membuat pemetaan terhadap algoritma.
Baginya, tugas algoritma adalah hal paling merepotkan sedunia karena tidak akan berhenti sampai tugasnya selesai. Setelah algoritma deskriptifnya selesai, maka Sisi harus menginput kalimat karangannya ke dalam bahasa pemograman yang luar biasa membuat kepala mendadak pecah. Sisi menghela napas dengan keras lalu menutup laptopnya dan beranjak dari hadapan meja kecil di pojokan kamar kos.
Setelah meregangkan tubuhnya yang mematung selama enam puluh menit, Sisi mengedarkan pandangannya, mencari kantung plastik berwarna putih dengan logo sebuah toko yang identik dengan warna merah itu. Ia merogoh dan menarik sebuah barang dari dalam kantong putih itu. "Mi ayam bawang resep Biru Laut boleh juga untuk refreshing otak yang debug sejam," ungkap Sisi. "Kurang kulit ayam, cabe, dan bawang."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI