*criiingggg
Sebuah lonceng berbunyi dengan kencang saat aku membuka pintu itu, terlihat orang-orang dan barista kafe sudah tak heran lagi mendengarkan suara kencang lonceng tersebut, mereka sudah terbiasa mendengarkannya.
Seorang pelayan kafe menyapaku dengan hangat, menawarkan beberapa menu yang dapat ku pilih. Sebuah kopi langgananku berupa macha latte langsung menjadi fokus ku, aku memesan macha latte dengan es dan gula yang sedikit, aku memang tak ingin manis-manis, hanya minuman yang dapat menghilangkan berat dihatiku.
Naik ke lantai dua aku dapat melihat meja favoritku, sebuah meja di sudut ruangan dengan pencahayaan yang cukup gelap. Aku suka dengan meja itu, entah mengapa sedari awal aku datang ke kafe ini, meja itulah yang pertama kali menyambutku dengan ramah.
Aku duduk, terdengar suara sofa yang empuk kempes, suatu hal yang wajar yang biasa ku dengar setiap hari.
Baru pertama kalinya aku melihat kafe ini tidak begitu ramai seperti biasanya, rasanya kafe ini seperti sebentar lagi tutup karena larut malam, padahal ini masih jam tujuh malam. Mungkin memang orang-orang di kota ini sedang sibuk dengan urusannya masing-masing.
Aku menghela nafasku, dapat ku rasakan sebuah ketenangan yang sebelumnya tak ku rasakan. Mungkin aku merasakannya, namun entah sudah berapa lama masalah kemarin membuat ku menjadi lupa dengan perasaan itu.
Keingat lagi keingat lagi..
Aku menyayangkan diriku sendiri yang justru kembali mengingat hal itu, suatu hari dimana aku merasakan semuanya benar-benar buruk.
Hari dimana, semua orang menyalahkanku dan tak ada satupun yang mengerti. Aku bukannya tidak mau mengakui, namun itu memang bukanlah masalahku.