Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Lelaki Pembawa Pelangi (Cinta) 3

4 Agustus 2016   18:57 Diperbarui: 4 Agustus 2016   19:06 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelumnya:

Bab 3. Mengapa harus hidup sedihTidak semua orang mau dan mampu belajar dalam kenyataan hidup ini sepertinya kita harus banyak dalam hidup ini bila kit asekolah maka yang kita hadapi adalah pelajaran dan ada ujian dalam akhir pembelajaran ini.

Sebaliknya dalam kehidupan nyata ada ujian dalam setiap pembelajaran hidup kita inilah yang di anggap kita harus tetap “belajar” ya belajar kenyataan hidup ini benar kata mas necis dan pak Mo pemilik warung depan sekolahanku itu ada ilmu yang aku tidak pernah tahu tentang kenyataan hidup ini secercah harapan dan kenyataan bahwa lelaki harus tetap bertanggung jawab dan harus mampu mendapat rezeki halalnya untuk istri dan anaknya walau sang istri punya pekerjaan dan penghasilan yang lebih baik, dalam nyata dan inspirasi hidup yang nyata aku memikirkan apa yang ada kenyataan ini dalam kelas aku memikirkan betapa harapan dan kenyataan hanya sperti kulit ari yang nampak bisa terkelupas bila kena sesuatu di luar sana, aku dalam diam menimba ilmu di kelas hanya berlalu monoton ada benarnya, aperubahan hanya ada dalam diri kita.

“kamu harusnya bisa punya istri cantik mas guru”

“kamu seharusnya sudah mapan dengan wanita yang mampu membuatmu bahagia mas guru”

“kamu dan kamu harusnya bisa membuat senyum keluargamu”

“kamu harus semangat mas guru walau harus bersusah payah membuat dirimu bahagia”

Aku seakan tidak percaya waktu telah melibasku dan aku hanya diam seperti patung di perempatan jalan, kamu terkahir dan sperti ikut arus terdampar seperti kapal container di lepas pantai dan terapung dalam buih samudera cinta yang lara, aku akui itulah kenyataan hidup aku yang kadang membuat orang terhenyak sedikit tidak percaya padaku, memutuskan dan di putuskan oleh orang yang mau di ajak seirius dalam mengarungi bahtera kehidupan adalah kenyataan pahit dan seperti pahitnya brotowali inilah pahit empedu kehidupan yang aku jalani, walau kunci hidup baru aku ketahui sedikit yaki ikhlas dan jangan menyerah pada keadaan ada benarnya!.

Siang ini tidak ada yang istimewa sehabis jam pelajaran berakhir aku dan teman-teman guru mengakhir hari ini dengan semngat pulang ke rumah kami masing-masing untuk beristirahat dan besok pagi kembali bekerja.

Aku lalui pengorbanan ini dengan niat yang tulus dan hati yang gembira bila bertemu anak-anak setiap pagi dan di pamiti pulang seakan hati ini ringan untuk bahagiakan mereka, walau hati sedih tidak boleh di nampakan di depan anak-anak dan terutama guru-guru yang lain, inilah aku interovet dan tidak pernah yakin pada diri sendiri ada benarnya!

Menyusuri jalan yang semakin ramai dan inilah perjalananku setiap hari dengan ringan walau hati sedikit galau aku tetap semangat dalam bekerja, siang ini nampaknya banyak moment yang tidak bisa kau lepaskan dan inilah yang Allah swt berikan padaku nikmat indah ibadah dan syukur atas apa yang terjadi, menikmati hijaunya embun pagi dan semaraknya para petani mengolah dan memanen hasi pertanian mereka di ujung timur jogja menanti dari arah barat aku bekerja  hari ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun