Mohon tunggu...
Mang Adlan
Mang Adlan Mohon Tunggu... Anggota DPR

Suka dengan politik, membuat argumen, dan seorang konten Kreator di YouTube

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pemuda pemberani melawan ketidakadilan

16 September 2025   13:16 Diperbarui: 16 September 2025   13:16 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

KISAH SEORANG PEMUDA PEMBERANI MELAWAN KETIDAKADILAN 

Di sebuah kota kecil di Indonesia, hiduplah seorang pemuda bernama Raka. Rambutnya acak-acakan, bajunya lusuh, dan matanya selalu penuh amarah setiap kali ia melihat berita tentang para pejabat yang tertawa sambil merampok uang rakyat. "Kalau mereka boleh gila dengan kekuasaan, aku juga bisa lebih gila dengan keberanian," katanya sambil menendang kaleng kosong yang kebetulan melintas di depannya.


Suatu hari, Raka naik ke atas menara air di alun-alun kota. Dengan pengeras suara curian dari balai desa, ia berteriak lantang, "Hai pejabat korup, kalian pikir rakyat ini bisa terus kalian bodohi?!" Orang-orang di bawah ternganga, ada yang ketakutan, ada yang justru tepuk tangan. Raka lalu menyebarkan uang seribuan hasil tabungannya, dilemparkan seperti hujan, sambil berteriak, "Kalau aku saja bisa bagi-bagi, kenapa kalian tidak?!"


Malamnya, polisi datang ingin menangkap Raka. Tapi pemuda itu malah menyambut mereka dengan wajah dicoreng arang dan tubuh dibungkus spanduk bertuliskan Keadilan Itu Sakral. Ia berguling-guling di jalanan sambil menirukan suara sirene, membuat polisi kebingungan. Orang-orang sekitar malah menyalakan ponsel mereka, merekam, dan video Raka pun viral ke seluruh negeri.


Alih-alih takut, Raka semakin gila. Ia menunggangi sepeda motor bututnya, melaju ke depan gedung DPR, lalu membunyikan klakson panjang sambil berteriak, "Ini bukan motor, ini kuda revolusi!" Dalam hitungan menit, kerumunan mahasiswa ikut bergabung, meneriakkan yel-yel anti-ketidakadilan. Gedung itu bergetar, bukan karena gempa, tapi karena gelombang suara rakyat yang terpantul ke langit.


Dan pada akhirnya, Raka bukanlah sekadar pemuda biasa. Ia menjelma simbol kegilaan yang waras---keberanian yang lahir dari putus asa. Orang menyebutnya pahlawan gila, tapi bagi mereka yang hatinya masih terbakar, Raka hanyalah cermin: bahwa melawan ketidakadilan memang butuh sedikit keberanian... dan mungkin sedikit kegilaan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun