Sejak sekian waktu, di setaman langit, sudah kuguratkan rahsa separuh nyawa untuk engkau, kekasih.
Â
Dari warna udara pagi, ia (rahsa) memahamkan hidup– didekap hangat kemuning mentari– menjelma sederetan gemawan gelap– menimbun uap air lautan- hingga luruh, jatuh berhamburan bersama rintik hujan, dan mencumbu artiku dalam kebasahan.
Â
Padamu cinta ; seperti amukan autumn, yang merampas kehijauan dedaunan rindu. Sementara, akulah pohon yang ditakdirkan lemah– hanya mampu bertahan saat seutuh diri mulai layu.
Â
Pada setanah pagiku ; rerumputan tersenyum pasrah
embun-embun penyejuk lenyap sudah.
Â
Apakah rahsa separuh nyawaku telah mati suri?
dan sajak-sajak cinta tlah kembali dengan kelegitan hampa yang menakjubkan, di ruang pagi.