Mohon tunggu...
Alpaprana
Alpaprana Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Jika arwah sang penyair, dan setumpuk kesedihan pecinta sastra mengalir di urat nadi, maka ijinkanlah aku mencumbui setiap mata yang membaca rangkaian kalam rahsa alpaprana (aksara biasa), sampai terbenamnya bahasa penaku di keabadian sulbi makhluk berkulit tanah, sebelum tiupan sangkakala memanggil, menyentuh udara kiamat, hingga membangunkan seisi jagad raya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sajak Cinta di Ruang Pagi

4 Juli 2016   08:12 Diperbarui: 4 Juli 2016   08:17 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sejak sekian waktu, di setaman langit, sudah kuguratkan rahsa separuh nyawa untuk engkau, kekasih.

 

Dari warna udara pagi, ia (rahsa) memahamkan hidup– didekap hangat kemuning mentari– menjelma sederetan gemawan gelap– menimbun uap air lautan- hingga luruh, jatuh berhamburan bersama rintik hujan, dan mencumbu artiku dalam kebasahan.

 

Padamu cinta ; seperti amukan autumn, yang merampas kehijauan dedaunan rindu. Sementara, akulah pohon yang ditakdirkan lemah– hanya mampu bertahan saat seutuh diri mulai layu.

 

Pada setanah pagiku ; rerumputan tersenyum pasrah

embun-embun penyejuk lenyap sudah.

 

Apakah rahsa separuh nyawaku telah mati suri?

dan sajak-sajak cinta tlah kembali dengan kelegitan hampa yang menakjubkan, di ruang pagi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun