Mohon tunggu...
Almunauwar Bin Rusli
Almunauwar Bin Rusli Mohon Tunggu... -

Almunauwar Bin Rusli lahir di Kotamobagu 18 Februari 1994. Saat ini berstatus sebagai Mahasiswa Pascasarjana UII Yogyakarta Bidang Studi Islam Konsentrasi Pendidikan Islam. Almunauwar Bin Rusli tinggal di Perumahan Griya Tugu Mapanget Blok B2 Nomor 18 Manado, Sulawesi Utara. Kontak : 082292011859

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Muslim Separuh Waktu

3 Desember 2015   11:42 Diperbarui: 3 Oktober 2017   11:57 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiba-tiba nyawa siang di Kota Torang Samua Basudara itu menghembuskan  nafas terakhir. Dia sudah mati. Tapi, tidak ada satu pun manusia yang menangisi.  Sedangkan  tiga puluh menit kemudian, atau  lebih tepatnya pukul 16:00 WITA, sang sore telah hidup kembali lalu memberikan keteduhan bagi para pejalan kaki di depan Gereja Sentrum. Gereja tua  yang berdiri sejak tahun 1677 ini menjadi rumah ibadah umat Kristen Protestan. Mereka sangat khusyuk merapalkan doa-doa kudus, menginginkan warga Kotanya hidup berdampingan  dalam  perbedaan. Gereja Sentrum terletak di Jalan Sarapung Kota Manado. Pohon-pohon  rindang berjejer rapi melindungi taman Gereja dari panasnya terik matahari. Sesekali, angin sore begitu kasar bahkan kejam menerpa dedaunannya hingga jatuh tak berdaya mencium tanah. Walau demikian, para jemaat Gereja meyakini bahwa daun yang jatuh tak akan pernah membenci angin. Orang beriman tidak mungkin berbuat kekerasan.

Maria  duduk pada sebuah bangku panjang  berwarna hitam. Sandarannya sudah lapuk. Bangku itu memang tidaklah terlalu bagus jika dibandingkan dengan  bangku-bangku lain di lobby Hotel Sintesa Peninsula, jaraknya kira-kira 500 meter dari Gereja.  Tapi, Maria tidak punya pilihan lain. Dia selalu merasa tenang ketika berdekatan dengan  rumah Tuhan. Kulitnya berwarna kuning langsat, matanya sedikit sipit, rambutnya hitam terurai sampai batas bahu. Kaos putih berlengan pendek,  rok hitam panjang bermotif bunga, dan kalung salib emas di leher semakin mempertegas bahwa dia benar-benar terlahir di Minahasa dan kecantikannya menjadi kebanggaan dalam  masyarakat,  keluarga, terutama Sang Ayah yang seorang Pendeta.

“Abdullah, kita sudah hampir lima tahun menjalin hubungan pacaran. Hatiku telah tertambat pada dirimu. Sungguh. Tapi, entah mengapa cinta ini justru berakhir gelisah dan diam-diam  mulai beranakpinak menjadi tanda tanya”. Ucap Maria

“Maksudmu apa? Tolong jelaskan kepadaku Maria”.

“Apakah kamu tidak merasa semakin jauh?”

“Aku  tidak pernah menjauh atau menyakitimu. Karena, setelah Ibu tiada kamu adalah segalanya.”

“Selama ini, aku perhatikan kamu jarang sekali sholat di Masjid. Sesekali iya, itu pun hanya  Jum’at saja. Kamu  terlalu sibuk dengan pemuda-pemuda pencinta alam itu”

“Itu karena kami peduli dengan alam. Banyak paru-paru membusuk  karena asap kebakaran hutan. Lalu dimanakah peran Tuhan?”

“Jangan bawa-bawa nama Tuhan. Sifat kebinatangan manusialah yang membuat kerusakan”

“Aku tidak melakukan itu”

“Apa?  Pembohong. Dua minggu lalu, aku melihatmu meneguk minuman keras di jalur pendakian pertama Gunung Klabat bersama teman-teman lelaki  tanpa rasa berdosa. Namun, aku enggan menegur. Ingin muntah  rasanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun