Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Super-Spreader dan Urgensi Monitoring Real Time Covid-19

20 Maret 2020   11:50 Diperbarui: 20 Maret 2020   13:36 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Monitoring Covid-19 dengan HP Sederhana| sumber: TribunNews

Ancaman virus Corona semakin mencekam setelah Indonesia menyatakan wabah pandemi virus Corona sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Ini bertambah menjadi lebih mencekam ketika kondisi KLB ini diperkuat dengan kebijakan Social Distancing dengan tagar #ayodirumah dan#jokowilockdown.

Social distancing ini dilaksanakan dalam berbagai kebijakan. Misal, secara nasional pemerintah sudah meliburkan sekolah dan perguruan tinggi selama 14 hari terhitung 16 Maret. Selain itu, banyak pemerintah daerah sudah terlebih dahulu menutup berbagai destinasi wisata. DKI Jakarta, misalnya, menutup 30 destinasi wisata, Lombok menutup resort area Tiro Gili, dan Bali juga sudah menutup seluruh destinasi wisata disana.

Tambah mencekam dan mencemaskan ketika juru bicara penanggulangan virus Corona pemerintah, Achmad Yurianto,menyatakan bahwa hingga Rabu, 18 Maret total kasus positif virus Corona (COVID-19) di Indonesia bertambah menjadi 227 orang. Dengan demikian, ada penambahan 55 kasus positif Corona di Indonesia hingga tanggal 18 Maret.  

Satu hari sebelumnya,  Selasa 17 Maret, jumlah pasien positif Corona baru 172 orang, dengan jumlah yang meninggal dunia relatif kecil yaitu 7 orang dan pasien sembuh cukup banyak yaitu 9 orang. Lebih menakutkan lagi ketika, Yuri, panggilan akrab Jubir Corona pemerintah ini, mengatakan jumlah kematian kasus virus ini hingga 18 Maret adalah 19 orang yang berarti terjadi lonjakan kematian sebanyak 12 orang dalam satu hari.  

Keterlambatan Laporan Kasus dari Daerah

Namun cukup melegakan ketika Yuri mengatakan itu bukan lonjakan sebetulnya tetapi keterlambatan pelaporan dari rumah sakit - rumah sakit di daerah. Menurutnya beberapa rumah sakit di daerah belum melaporkan kasus Covid-19 sejak 12 - 17 Maret.

Walaupun demikian, kasus keterlambatan pelaporan ini perlu kita perhatikan secara serius karena Covid-19 memiliki daya tular yang sangat dahsyat. Pada level yang paling rendah, satu orang yang terkena kasus corona bisa menyebarkan virusnya setidaknya ke dua orang lain. Jika ini terus berlanjut, maka penularan berpotensi dengan pola eksponensial berpangkat dua yaitu 2, kemudian, 4, selanjutnya, 16, dan seterusnya yang tadinya hanya berasal dari satu orang positif Covid-19.

Dengan demikian, keterlambatan pelaporan yang hingga lima hari seperti tersebut diatas berpotensi menimbulkan lonjakan kasus yang fantastis pada laporan hari ini dibandingkan dengan laporan sehari sebelumnya. Lonjakan semu laporan kasus dapat saja melonjak lebih dari 55 dan lonjakan angka kematian dapat saja lebih dari 12 seperti kasus laporan tanggal 18 tersebut diatas.

Keterlambatan laporan tersebut otomatis akan mengakibatkan terlambatnya penetapan waktu lockdown atau karantina wilayah, jika tindakan ini seharusnya perlu dilakukan.  

Orang-orang terinfeksi Covid-19, virus carriers,  terlanjur sudah bepergian ke berbagai wilayah Indonesia yang lain dan orang-orang sehat sudah terlanjur masuk wilayah episentrum Covid-19 ini.

Situasinya akan menjadi super mencekam dan menakutkan jika keterlambatan keputusan lockdown termaksud mengakibatkan ada satu atau bahkan beberapa super-spreader virus Corona yang sudah keluar dari episentrum ini dan melakukan banyak kontak dengan orang lain.  Outbreaks, endemi dengan pola eksponensial berpangkat tinggi tidak bisa dihindari lagi. 

Hal yang serupa juga berlaku jika seorang apalagi beberapa super-spreader sudah terlanjur memasuki wilayah episentrum ini sebelum keputusan lockdown yang terlambat itu diambil. 

Super-Spreader

Super-spreader adalah seseorang yang memiliki kapasitas untuk menebarkan virus dan dalam hal ini virus Corona  Covid-19 ke banyak orang lain. Banyak orang lain ini maksudnya mulai dari 10 hingga lebih dari 50 orang. 

Kapasitas ini dapat bersumber karena faktor biologis orang ini dan/atau kegiatan atau profesi nya. Profesi yang biasanya berpotensi menjadikan seseorang sebagai super-spreader adalah tokoh-tokoh agama, politisi, guru, dan tenaga medis.

Ada laporan yang menyatakan bahwa ada beberapa orang yang diduga sebagai super-spreader yang berasal dari luar Tiongkok yang mencakup beberapa orang Italia, beberapa orang Korea Selatan, beberapa orang Malaysia,Singapura, Brunai dan Indonesia.

Pola Pelaporan Perkembangan Kasus Covid-19 Pemerintah

Perkembangan kasus Covid-19 diumumkan secara resmi oleh pemerintah di Istana negara Jakarta sekitar jam 12 siang atau sekitar jam 2 sore. Laporan ini merupakan kompilasi dari laporan-laporan kasus seluruh rumah sakit di Indonesia. 

Secara manual, gugus tugas pemerintah memproses laporan rumah sakit - rumah sakit daerah tersebut baik yang berupa surat konvensional maupun yang melalui email dengan output rekapitulasi harian perkembangan kasus Covid-19 nasional. Rekapitulasi ini lah yang dibacakan oleh Jubir Covid-19 pemerintah, Achmad Yurianto, di dua titik waktu seperti disebutkan diatas.

Sebelumnya, masing-masing rumah sakit daerah juga membuat rekapitulasi kasus Covid-19. Ini mereka juga lakukan secara manual sekitar jam 3.00 sore dan laporan ini baru dikirim ke Jakarta keesokan harinya. Ini berarti kasus yang terjadi setelah jam 3.00 sore ini hingga jam 3.00 sore keesokan harinya belum dilaporkan pada laporan yang dikirim pagi ini.

Lebih berbahaya lagi jika ada keterlambatan daerah dalam penyiapan dan/atau pengiriman rekapitulasi termaksud. Untuk kasus laporan tanggal 18 Maret seperti disebutkan diatas, ada beberapa daerah yang terlambat hingga lima hari.

Keterlambatan penyiapan dan pengiriman rekapitulasi itu dapat juga terjadi gugus tugas Covid-19 di Jakarta. Sebab Gugus Tugas Covid-19 Jakarta juga menyiapkan dan mengirimkan rakapitulasi perkembangan harian kasus Covid-19 ke Pak Achmad Yurianto dan pihak -pihak lain yang terkait juga secara manual.

Cara manual ini selain lambat juga menguras banyak tenaga manusia dan rawan kesalahan. Untuk itu perlu diganti dengan sistem pelaporan berbasis web dengan artificial intelligent.

Monitoring Real Time Covid-19

Monitoring Online sangat efisien. Perkembangan kasus Covid-19 tayang bukan harian tetapi real time. Setiap muncul kasus baru di rumah sakit mana pun di Indonesia tayang saat itu juga. 

Muncul pagi, tayang pagi saat itu juga, muncul kasus tengah hari tayang saat itu juga, Magrib, Subuh, dan seterusnya dengan prinsip tayang real time 7/24, 24 jam setiap hari dan 7 hari dalam seminggu.

Mas Yuri tidak perlu lagi mengadakan konferensi pers setiap hari. Awak media juga tidak perlu selalu siaga di Istana negara. Kebijakan social distancing bertambah menjadi lebih efektif.

Diatas kesemua itu, Presiden Jokowi dan seluruh Menteri Kabinet setiap saat dapat monitoring perkembangan Covid-19 dari mana saja dan sedang apa saja. Misalnya, Pakde dapat monitoring hal ini sambil ngendong cucu di halaman Istana Bogor. 

Kita semua juga dapat monitoring hal tersebut melalui HP sederhana berbasis android juga secara real time.

Fasilitas Live Chat

Akan lebih baik jika aplikasi ini juga menyediakan fasilitas live chat. Publik dan lebih-lebih media dapat meminta konfirmasi dan/atau mengajukan  pertanyaan seiring dengan perkembangan kasus yang ada. Selain itu, publik dan media dapat menyampaikan saran kritik dalam kegiatan gotong royong memerangi wabah Covid-19 ini.

Peralatan dan biaya aplikasi 

Aplikasi ini mirip aplikasi E-Rekap dalam Pemilu 2019 namun jauh lebih sederhana karena jumlah rumah sakit sangat kecil dibandingkan dengan jumlah TPS di seluruh Indonesia. Selain itu, seluruh rumah sakit di Indonesia sudah terhubung ke internet.

Dengan sudah meluasnya jumlah penyedia jasa cloud (awan) dan/atau cloud computing, baik rumah sakit maupun Tim Gugus Tuga Covid-19 tidak perlu menyediakan server. Server itu sudah disediakan oleh penyedia jasa cloud dan/atau cloud computing tersebut.

Waktu penyiapan aplikasi sangat singkat karena banyak sekali programmer komputer yang sudah memilikinya. Mereka tinggal membuat sedikit modifikasi dan aplikasi monitoring Covid-19 sudah siap dalam waktu kurang dari 24 jam.

Beberapa LSM menyediakan E-Rekap Pemilu 2019 yang lalu. Penulis juga membuat E-Rakap Pemilu 2019 tersebut walaupun hanya untuk beberapa Dapil saja. Biayanya untuk kasus penulis itu kurang dari Rp50 juta.

Ayo Pak Jokowi Online kan Perkembangan kasus Covid-19. #Onlinekan Covid-19

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun