Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menggali Poin Sentral Visi Indonesia Jokowi

15 Juli 2019   22:08 Diperbarui: 15 Juli 2019   22:11 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kolase. olahan pribadi

Jokowi memang super. Tegas, lugas, bersemangat, tetapi tetap sabar dan cool. Beliau bisa menahan diri dan menunggu untuk menyampaikan pidato kemenangan setelah lebih dari dua minggu Pasca-keputusan MK dan KPU. 

Hal ini tambah semarak ketika pidato tersebut dilakukan seusai pertemuan monumental dengan Prabowo Sabtu 13 Juli di gerbong MRT yang kemudian dilanjutkan makan siang di resto Sate Khas Senayan.

Dua venue tersebut beraura kerakyatan. MRT digunakan oleh rakyat kebanyakan dan STS juga demikian hal nya. Penulis beberapa kali pernah makan di beberapa gerai STS Jakarta. 

Pidato kemenangan tersebut diberi label Visi Indonesia Jokowi. Visi yang disampaikan pada Minggu malam, 14 Juli, di Sentul International Convention Centre (SICC) tersebut diliput secara luas oleh berbagai stasiun Tv dan media daring. Beberapa media tersebut menyimpulkan lima atau enam janji mulia Jokowi dalam Pidato Visi Indonesia termaksud. 

Gestur dan gaya Beliau berpidato tersebut sungguh memikat. Viral optimisme menyambut pidato tersebut, walaupun sebetulnya tidak banyak yang baru disini. Selain itu ada kritik yang cukup keras dari penggiat HAM yang antara lain dirilis oleh Tempo.co dengan judul "Pegiat HAM Anggap Pidato Jokowi Mengerikan." Kritik yang lain dirilis oleh Kompas.com dengan judul "Pidato Jokowi Tak Singgung HAM dan Pemberantasan Korupsi."

Kedua kritik tersebut itu memang perlu diterima oleh Jokowi. Juga, kita perlu selalu mengingatkan Beliau akan dua isu negara yang sangat penting tersebut.

Diatas kesemua itu kita tidak boleh terlena dengan lima atau enam angin segar janji mulia Jokowi tersebut. Kita perlu sadar bahwa Jokowi bekerja melalui orang-orang. Ya itu menteri kabinet, ya itu pimpinan lembaga negara, dan ya itu menteri BUMN. Tidak semua mereka itu seratus persen sama dengan Jokowi. Selain itu, span of management mengatakan tidak mungkin Jokowi mengawasi mereka semua secara langsung. 

Memang ada KPK yang selalu siap dengan drama OTT. Memang juga ada BPK dan aparat penegak hukum yang lain. Namun, kesemua itu jauh dari mencukupi. Jokowi masih memerlukan partisipasi aktif dan konstruktif dari publik untuk melakukan pengawasan secara efektif dan efisien. 

Publik perlu diberikan akses pengawasan sedini mungkin. Publik perlu diberikan akses pengawasan sejak perencanaan, eksekusi, hingga pasca eksekusi setiap proyek atau program. 

Coba kita lihat dulu itu janji mulia yang pertama. Janji untuk melanjutkan pembangunan infrastruktur.

"Ke depan, kita akan lanjutkan dengan lebih cepat dan menyambungkan infrastruktur besar tersebut, seperti jalan tol, kereta api, pelabuhan, dan bandara dengan kawasan-kawasan produksi rakyat. Kita sambungkan dengan kawasan industri kecil,"

Jelas sekali kesemua itu merupakan mega proyek yang menelan ratusan triliun rupiah bahkan bisa mencapai lebih dari ribuan triliun rupiah. 

Dalam hal terjadinya mark up proyek sekecil apapun yang lolos dari OTT KPK dan atau aparat penegak hukum yang lain, uang negara yang amblas bisa mencapai ratusan triliun rupiah, yang sebagian besar uang ini, jika tidak seluruhnya berasal dari utang jangka panjang yang perlu dibayar oleh anak cucu kita. Situasinya akan tambah parah jika juga terjadi kesalahan perencanaan yang fatal.

lihat juga: Rasionalisasi Warisan Utang Negara untuk Anak Cucu

Lihat itu KA Bandara Manggarai - Soetta. KA ini sangat sepi penumpang dan terus merugi. Ini bukan saja membebani PT KAI tetapi juga membebani APBN. APBN perlu selalu menyuntikan dana segar agar proyek prestisius ibu kota negara ini dapat bertahan hidup. 

Hal yang serupa terjadi juga di LRT Palembang. Biaya operasional yang sangat tinggi, penumpang sangat sepi, uang pemasukan sangat sangat kecil dan Pemda Sumsel menolak untuk diserahkan kewajiban pengoperasiannya. Proyek ini sudah tidak sanggup lagi membayar listrik PLN, klik disini. Banyak pihak yang memprediksi LRT Palembang ini segera akan menjadi besi rongsokan.

Dalam kedua kasus diatas, semangat Jokowi: 

"Setiap rupiah yang keluar dari APBN, semuanya harus kita pastikan memiliki manfaat ekonomi, memberikan manfaat untuk rakyat, meningkatkan kesejahteraan untuk masyarakat," menjadi meleset.

Adalah PR Jokowi - Ma'ruf Amin untuk menjamin SETIAP RUPIAH uang negara tersebut. PR  yang gampang secara teknis tetapi super sulit secara politis. Akankah mimpi ini menjadi kenyataan? 

lihat juga: Yuk Kawal Visi Indonesia SICC Jokowi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun