Mohon tunggu...
itsmeemiya
itsmeemiya Mohon Tunggu... -

Hey Utopia jangan berhenti berharap di sebuah cinta, mimpi, dan keyakinan mu akan nya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Makna di Balik Kata "Utps Hp Lv Drm Fth"

15 September 2016   14:24 Diperbarui: 15 September 2016   16:30 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Semua bermula pada teka-teki yang kau tulis. Saat aku mencoba mengartikan semuanya. Semua yang kutebak benar namun ada satu yang sulit. Dan membuat ku geram karnanya. Kisah kita berlanjut, hingga aku merasakan sesuatu yang berbeda padamu. Memang konyol, aku sedang di suatu hubungan dengan lelaki lain. Tapi perasaan ku larut padamu. "Apa ini salah?" Selalu itu yang terbesit di fikiran ku. Tetapi satu hal tadi yang menyadarkan ku. Aku menyukai mu. 

Kini fikiran ku bercampur aduk. Ketika kau berkata bahwa "Aku mencintaimu layaknya aku mencintainya dan dia, karna cinta tumbuh dimana saja. Dan jangan kau salah dalam mengartikan cinta". Pernyataan mu cukup mendefinisikan bahwa kau tak merasakan apa yang kurasa. Kemudian aku mulai resah dengan suasana nyaman setiap berada di dekatmu. Aku takut jika perasaan ku tergolong berlebihan, seperti katamu "Jangan menyukai ku berlebihan, sebab segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik". Kini fikiran ku mulai berputar kembali "Apa aku salah jika mengartikan ini sebagai cinta?", "Apa aku mencintai mu?", "Atau ini hanya sekedar perasaan kagum dan nafsu ku yang besar ingin memiliki mu?". 

Sore itu kita bertemu. Kau mengajakku ke sebuah kedai kopi yang rimbun. Perbincangan kita tentang sebuah perspektif. Dan lagi, kau menantangku. Mencari sebuah tali benang merah dari segala perbincangan mereka. Kemudian kau menawarkan dua buah buku asing bagi ku. Sekali lagi kau menantangku membacanya. Meski di hati ku menggerutu "Berbincang dengan mu, layaknya berbincang dengan dosen yang sedang mempermasalahkan ku.. ck". Waktu semakin berlalu. Hingga malam itu kau mengajakku jalan. Ku pegang erat jaketmu. Tanpa sadar tanganku masuk ke saku jaket mu. Datang rintik turun membasahi kita saat itu. Lalu kita berteduh di depan sebuah toko. Kemudian di malam yang semakin dingin. Kau mewari ku jaket dongker mu. 

Tetapi perasaan sayang ku lebih besar padamu. "Kau saja yang pakai, baju ku panjang dan cukup hangat" tolakku. Kini perbincangan kita sudah mulai terbawa suasana nyaman. Kau menatapku dalam. Tanpa sadar kepalaku bersandar ke bahumu. Dan gurauan receh mu itu membuatku terbahak. Begitu menyenangkan bersamamu. 

Lalu kita melanjutkan perjalanan. Kini aku memelukmu. "Dan setelah ini kita tak kan bertemu lagi bukan?" goda ku. Kau bingung ingin menjawab apa. Sesekali ku sandarkan dagu ku di bahu mu. Kau mengulur waktu. Seolah tidak ingin berpisah denganku. Sampai pada saatnya kau berkata sebuah kata yang slalu harapkan dari dulu. "Maukah kau menjadi kekasih ku?" Tanya mu linglung. Tanpa berfikir panjang ku utarakan segala perasaan ku tentangnya bahwa ku juga menyukainya.

Hari-hari berlalu kisah kita semakin padu. Kau dan aku bak pangeran dan permaisuri yang hidup bahagia. Tapi itu perumpamaanku. Tidak begitu denganmu. Karna perspektif kita berbeda. Bagi mu kau dan aku hanya seperti dua insan yang sedang mencoba untuk bersama. Entah sampai kapan?

Perbedaan kita semakin hari semakin terasa jelas. Perbedaan perspektif yang mendorong ego ku dan ego mu beradu pendapat. "Sampai kapan kau akan terus terjerambab di masa lalu mu yang tak berkeruncingan?, aku berada disisi mu kali ini maka tolong hargai aku." Pintaku agar kau bisa mengerti inginku. Tetapi, kau menuntut ku agar bisa memahami ingin mu. Hari demi hari aku merasa tak nyaman dengan perkataan mu. Sesekali ku tampar kau dengan klise-klise yang tak sengaja ku katakan. Dalam hati ku bercampur aduk kembali. Antara ketidaknyamanan dan takut merasa kehilangan. 

Entah apa yang kurasakan. Namun seperti ada yang mengganjal di perasaanku kali ini. Untuk melepaskan aku tak mampu. Untuk bertahan aku tak sanggup. Mungkin yang tak mampu ku lepas adalah dirinya. Karna ku takut suatu saat dia bersama yang lain. Dan meninggalkan ku bersama kesepian ku. Itu hanya pemikiran ku saat itu. Kau selalu mengajari ku hal-hal yang membuka wawasan ku. Dan mungkin itu menjadi salah satu alasan mengapa ku kagum pada mu, aku menyukai mu, aku merasakan sebuah perasaan ingin memiliki yang berlebihan, aku terbawa perasaan cemburu setiap kali kau melebih-lebihkan mantan mu itu.

Entah apa yang ada di fikiranku. Saat itu rintik kembali turun. Dan kali ini berbeda, rintik itu menusuk hingga ke pori-pori kulit. Hamparan udara dingin memeluk tubuh ku erat. Membuat ku menggigil. Aku memeluk lutut ku. Tanpa sadar tangisku mulai berisak, ketika kau berkata "maaf". Maaf kali ini berbeda, maaf kali ini bukan untuk memperbaiki keadaan. "Maaf" yang kau maksud adalah untuk mengakhiri hubungan. Tak mampu lagi terbendung tangisku dan mulai terdengar oleh mu. Sementara kau tetap berkata "maaf". Memang benar kisah ku seperti drama drama receh yang mana ku disana berperan sebagai tokoh utama, dan ending cerita yang menyedihkan. Sementara kau tetap kokoh dengan keputusan yang patut untuk kau ambil. 

Perbedaan perspektif mengenai perasaan ini cukup melukai ku. Seperti hal nya ada suatu ujung besi yang berkarat. Kini besi itu melukai ku. Namun aku berusaha mengobatinya. Memang kau telah melukai, dan meninggalkan bekas yang bagus jika kulihat. Karna dari luka ini aku belajar bahwa segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Dan belajar untuk menjadi dewasa untuk memaafkannya itu hal yang baik. Aku tak pernah sedikitpun merasa sesal pernah bertemu dan mengenalmu lebih dekat. Karna dari mu aku belajar banyak hal.

Terimakasih ku untuk mu karna telah menjadi sumber inspirasi tak terbatas ku. Mengenai teka-teki kata Utps Hp Lv Drm Fth yang 4 katanya baru ku temukan yaitu Hope, Love, Dream, Faith. Dan satu kata lain baru kau beritahu padaku bahwa Utps atau Utopia yang kau bangga kan itu kini telah terpecahkan misterinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun