Mohon tunggu...
Allyssa Auralila
Allyssa Auralila Mohon Tunggu... Mahasiswi Universitas Mercu Buana | Prodi Akuntansi S1 | NIM 43223010097

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Teori Akuntansi Pendekatan Hermeneutik Wilhelm Dilthey

12 Oktober 2025   23:21 Diperbarui: 12 Oktober 2025   23:21 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, Dilthey mengingatkan bahwa pandangan seperti ini hanya menangkap "permukaan" realitas manusia. Ia memang bisa menjelaskan bagaimana suatu fenomena terjadi, tetapi tidak bisa menjelaskan mengapa dan apa maknanya bagi manusia. Dalam pandangan Dilthey, realitas sosial dan ekonomi tidak bisa direduksi menjadi angka semata, sebab di dalamnya terdapat nilai-nilai, emosi, dan pengalaman hidup yang tidak dapat diukur secara objektif.

  • Ilmu Roh atau Ilmu Humaniora (Geisteswissenschaften)

Berbeda dengan ilmu alam, ilmu kemanusiaan berfokus pada kehidupan batin, makna, dan pengalaman manusia. Tujuannya bukan untuk menjelaskan fenomena dari luar, melainkan untuk memahami (verstehen) kehidupan dari dalam diri manusia itu sendiri. Pengetahuan dalam ilmu kemanusiaan tidak dibangun melalui eksperimen, tetapi melalui proses penafsiran terhadap makna yang terkandung dalam tindakan, bahasa, dan ekspresi manusia.

Bagi Dilthey, memahami manusia berarti berusaha menghidupkan kembali pengalaman batinnya melalui empati dan refleksi (nacherleben). Manusia bukan sekadar objek pengamatan, melainkan subjek yang hidup, bersejarah, dan memiliki kesadaran diri. Dalam konteks ini, ilmu kemanusiaan menuntut kemampuan untuk menafsirkan makna yang terkandung dalam pengalaman manusia---suatu proses yang bersifat hermeneutik.

Hermeneutika yang dikembangkan Dilthey berangkat dari pandangan bahwa seluruh aspek kehidupan manusiate rmasuk seni, agama, budaya, dan bahkan ekonomi adalah bentuk ekspresi dari kehidupan batin (Ausdruck des Lebens). Oleh karena itu, tugas ilmu kemanusiaan bukan untuk mengukur, tetapi untuk menafsirkan makna di balik ekspresi tersebut.

Relevansi Dualitas Pengetahuan terhadap Akuntansi

Pemikiran Dilthey ini memiliki relevansi penting dalam konteks akuntansi modern. Selama ini, akuntansi sering diperlakukan sebagai "ilmu sosial berorientasi alam" karena sangat menekankan aspek objektivitas, kuantifikasi, dan rasionalitas. Pendekatan seperti ini memang penting untuk menjaga konsistensi data, tetapi berisiko mengabaikan nilai kemanusiaan di balik angka-angka tersebut.

Padahal, akuntansi sejatinya tidak hanya berfungsi sebagai alat pencatatan transaksi ekonomi, tetapi juga sebagai bahasa sosial dan moral yang mencerminkan nilai, tanggung jawab, serta pengalaman hidup manusia. Setiap laporan keuangan memiliki makna simbolik yang merepresentasikan hubungan manusia dengan dunia ekonomi dan sosialnya.

Sebagai contoh, laba dalam laporan keuangan dapat dimaknai secara berbeda tergantung pada konteks sosial dan budaya. Di masyarakat tradisional, laba sering diartikan sebagai rezeki yang mengandung nilai spiritual dan keberkahan. Dalam konteks korporasi modern, laba menjadi ukuran kinerja dan legitimasi perusahaan di hadapan publik. Dalam konteks moral religius, laba bisa dimaknai sebagai keseimbangan antara usaha dan kejujuran.

Perbedaan makna ini menunjukkan bahwa akuntansi bukan sekadar alat teknis, tetapi juga fenomena kemanusiaan yang hidup dalam nilai dan budaya. Maka dari itu, Dilthey menegaskan bahwa akuntansi seharusnya tidak hanya dipelajari dari sisi eksperimental dan kuantitatif, melainkan juga dari sisi interpretatif dan moral.

Hermeneutika Sebagai Dasar Pemahaman Akuntansi

Hermeneutika yang diperkenalkan Dilthey membuka jalan bagi cara baru memahami akuntansi. Jika ilmu alam mencari hukum universal yang berlaku bagi semua fenomena, maka hermeneutika mencari makna yang kontekstual dan historis. Artinya, akuntansi harus dilihat sebagai praktik sosial yang selalu terikat pada waktu, tempat, dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun