Mohon tunggu...
Devi Nur
Devi Nur Mohon Tunggu... Freelancer - Jangan bosan menulis, membaca dan mendengarkan.

Terima kasih sudah menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mama Tidak Marah?

27 September 2020   14:57 Diperbarui: 27 September 2020   15:10 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mataku tepat menatap mata Mama.

"Mama nggak marah dan Mama nggak akan membandingkan Mas El sama Melati. Bagi Mama, setiap anak itu unik. Setiap anak memiliki potensinya masing-masing dan setiap anak memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Bukan Mas El yang harus menyesuaikan dengan Mama, tapi sebaliknya. Membandingkan Mas El dengan Melati, sama saja Mama menuntut Mas El menjadi orang lain. Setiap anak memiliki dirinya masing-masing, tidak boleh dituntut untuk menjadi orang lain nanti dia kehilangan arah."

"Tapi, apa Mama nggak pengen punya anak kayak Melati yang rajin belajar, nilainya selalu bagus."

"Kalau Mama menuntut sama saja membunuh Mas El."

"Ha?"

"Iya. Nanti Mama membunuh cita-cita dan mimpi Mas El. Banyak orang tua yang mengedepankan ego dan bilang demi kebaikan anaknya. Mas? Mama nggak menuntut apa-apa, Mama mendukung cita-cita Mas El selagi itu baik. Mama nggak mau membunuh mimpi Mas El hidup-hidup."

"Tapi Mas El takut kalau Mama malu karena nilai Matematikanya jelek."

"Ada seorang pelukis yang tidak harus mendapatkan nilai 100 ketika ulangan Matematika. Ada seorang musisi yang tidak harus tahu mengenai dasar-dasar Kimia, larutan dan sejenisnya. Ada seorang pengacara yang tidak harus paham apa itu Fisika dasar dan teman-temannya. Kemudian seorang Fisikawan tidak perlu paham hak asuh anak ketika di pengadilan. Tapi seseorang yang ingin mengejar cita-citanya harus paham apa itu berjuang, gagal, lelah, istirahat sebentar kemudian bangkit dan berjalan lagi. Dan yang paling penting lagi adalah setiap profesi harus bisa menghargai profesi lainnya. Bukan merendahkan dan menganggapnya remeh. Semua profesi itu saling melengkapi, Mas."

Aku diam. Aku diam seribu bahasa, menatap mata Mama.

"Mama serius nggak marah? Nggak marahin Mas El?" Aku memastikan lagi.

"Mas? Perlu berapa kali Mama bilang? Marah tidak membuat anak patuh dan menurut nasehat orang tua. Tapi, orang tua harus tegas, bukan marah-marah. Lagian marah itu capek, Mas. Keluar tenaganya banyak, Mama nggak suka. Mending masak ada hasilnya, bikin kenyang pula."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun