Mohon tunggu...
Aliyatun Niswah
Aliyatun Niswah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Jember

Follow dan simak artikel selanjutnya

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Penanganan Krisis Pangan Nasional dari Dampak Pandemi Covid-19

1 Juni 2020   20:15 Diperbarui: 1 Juni 2020   20:15 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Presiden Jokowi soroti kebutuhan pokok masyarakat di tengah pandemi Covid-19 pada rapat terbatas, Selasa, 28/4/2020. Foto: Presiden RI

Negara akan lebih berdaulat jika hak atas tanah petani dijamin. Penjaminan tersebut dapat melalui agenda reformagra.

"Membuat perkiraan-perkiraan ke depan sehingga kita bisa memastikan tidak terjadi kelangkaan bahan pokok dan harga yang masih terjangkau dan juga peringatan dari FAO agar betul-betul kita perhatikan atau digarisbawahi mengenai peringatan bahwa pandemi COVID-19 ini berdampak pada kelangkaan pangan dunia atau krisis pangan dunia" Tegas Jokowi. 

Respon arahan dari presiden Jokowi, BULOG mengusulkan sagu sebagai bahan alternatif jika terjadi krisis pangan. Memanfaatkan keragaman pangan adalah langkah penting, tapi faktanya kebijakan pangan Indonesia selama ini hanya bergantung pada beras. 

Politik beras yang dijalankan dari masa ke masa memaksa warga mengonsumsi beras bahkan hingga kepelosok wilayah penghasil sagu. Tetapi sebagian besar gagal panen.

Jokowi melakukan pensurveian di sawah milik PT Parama Pangan Papua (Grup Medco). Foto: diambil dari dokumenter siaran metro Tv
Jokowi melakukan pensurveian di sawah milik PT Parama Pangan Papua (Grup Medco). Foto: diambil dari dokumenter siaran metro Tv

Melalui Merauke  Integrited Food and Energi Ested atau MIFE, Presiden Jokowi berambisi mencetak sawah 1,2 Juta Ha di Merauke Papua. Targetnya diselesaikan hanya dalam waktu 3 tahun. MIFE berangan-angan menjadikan Papua sebagai lumbung pangan dan energi berbasis industri. 

Proyek seperti ini membutuhkan modal besar pada akhirnya yang dikembangkan adalah sawah-sawah milik perusahaan seperti yang dilakukan oleh Medco Grup di Merauke. Warga tidak mempunyai akses terhadap tanah dan hasil pangan, mereka hanya akan menjadi buruh atau penyewa tanah. MIFE bahkan memunculkan sejumlah konflik lahan antara masyarakat adat dan perusahaan. 

"Pemerintah mendorong Bapak Presiden untuk meminta kepada BUMN dan Kementerian Pertanian bergotong-royong untuk membuka lahan-lahan baru untuk persawahan. Untuk lahan basah atau lahan gambut yang di Kalimantan Tengah ada diperkirakan lebih dari 900ribu Ha yang sudah siap sebesar 300ribu Ha dan juga yang kuasai oleh BUMN ada sekitar 200ribu Ha" Tindih Airlagga Hartanto, Menteri Perekonomian di Jakarta Senin (27/04/2020) dilansir dari Detik.com.

Guna mengantisipasi kelangkaan pangan, presiden Jokowi juga memerintahkan BUMN bergotong-royong untuk mencetak sawah baru.  Targetnya 900ribu Ha di Kalimantan Tengah. Ide ini mirip dengan proyek Pengembangan Lahan Gambut atau PLG era Soeharto 24 tahun yang lalu.

PLG adalah program pemerintah dengan mengubah sejuta hektar lahan gambut di Kalimantan Tengah menjadi sawah. Sisa-sisa kegagalan proyek seperti bendungan irigasi yang tak pernah berfungsi masih bisa dilihat. 

Adanya proyek gagal ini mestinya menjadi pelajaran bahwa sistem pertanian massal dengan cara membongkar hutan skala besar hanya akan menuai bencana bahkan ongkosnya terus kita bayar hingga saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun