Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (109) Simon Arshaki Ter-Petrosian

19 Maret 2021   22:34 Diperbarui: 20 Maret 2021   13:40 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Alip Yog Kunandar

Episode Awal Vol. III: (101) Digantung Status

Episode Sebelumnya: (108) Darah Budak, Kerabat Bandit

*****

Tiga hari saja Soso dan si Abel tinggal di Didi-Lilo, tanah leluhurnya, tempat dua aliran darah yang mengalir di tubuhnya bertemu dan berpadu. Soso tak ambil pusing lagi gossip-gosip yang meragukan bahwa ia adalah anaknya Vissarion Djugashvili alias Pak Beso. Tak ada gunanya. Bagaimana pula mau membuktikannya. Dan bisa jadi itu hanya karangan orang-orang yang sirik padanya, cemburu pada 'nasib mujurnya' mempersunting gadis cantik kembang kampung itu, Ekaterina Geladze, Mak Keke, ibunya.

Tak juga ia risau dengan latar belakang keluarganya. Kiri-kanan tak lebih dari mona alias budak, atau sedikit lebih baik; tapisuvali monebi alias budak bebas. Ia juga tak tahu kriteria 'budak' atau 'budak bebas' itu, apakah hidupnya menderita seperti para buruh pabrik saat ini, lebih buruk, atau sebaliknya, jangan-jangan lebih baik. Bukankah para buruh sekarang juga tak lebih dari budak-budak? Entahlah. Ia tak bisa membandingkannya.

Dua remaja itu kembali ke Tiflis dengan perasaannya masing-masing. Bagi Soso perjalanannya itu biasa-biasa saja, tak seseru perjalanannya ke Batumi atau ke Poti liburan-liburan yang lalu. Tapi ia merasa sedikit bahagia, setidaknya ia telah mengetahui siapa leluhurnya, hal yang selama ini tak pernah ia ketahui, bahkan dari kedua orangtuanya sekalipun.

Si Abel sendiri mengaku menikmatinya. Dia bilang menemukan sebuah pengalaman baru, belajar mengolah anggur dari buah menjadi minuman. Sesuatu yang tak ia temukan di kampungnya. Ia bahkan kembali ke Tiflis dengan membawa bekal, dua botol anggur sebagai 'upah' membantu Paman Yakov. "Musim dingin, Koba, pas buat ngangetin badan nanti!" katanya dengan sumringah.

Kembali ke Tiflis mereka harus mampir dulu ke rumahnya Pak Sese dan Mak Imel untuk mengantarkan oleh-oleh dari Didi-Lilo. Selain itu, Soso juga berniat untuk mengambil sebagian barangnya yang lain yang masih disimpan di kamar lamanya. Ia tak mengambil semuanya, takutnya nanti Pak Sese dan Mak Imel bertanya-tanya. Toh, ia juga perlu menyimpan beberapa pakaian di sana, kalau-kalau suatu saat menginap lagi di situ.

*****

Sekembalinya ke Sarang Setan, Soso merasakan satu hal, sunyi dan sepi. Si Ararat dan kawan-kawan banditnya di Bazaar Armenia memang sering berkunjung ke situ, bahkan menginap bila malam, lalu menghilang lagi di siang hari, mencari peruntungan. Ada yang masih mencopet ataupun menipu orang-orang tua atau pendatang. 

Soso tak terlalu peduli, biar saja, pikirnya, urusan mereka, selama tidak membuat polisi menggerebek tempatnya. Toh kadang, para kinto cilik itu ada gunanya juga, seperti saat mereka disuruh mencuri catatan pelanggaran dari tangan pengawas seminari yang berkeliaran di kota.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun