Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (109) Simon Arshaki Ter-Petrosian

19 Maret 2021   22:34 Diperbarui: 20 Maret 2021   13:40 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Alip Yog Kunandar

Untungnya si Ararat sendiri sudah lebih baik, meski mungkin tak bisa juga dikatakan tobat, ia sekarang menghabiskan banyak waktunya membantu Pak Beso di bengkel sepatu Bazaar Persia. Katanya sih dia sudah mulai dipercaya untuk menjahit, bagian paling sulit untuk membuat sepatu.

Karena itulah, Sarang Setan terasa sunyi, apalagi di siang hari. Hanya ada Soso dan si Abel yang kerjaannya molor nyaris sepanjang hari. Soso juga sedang kehilangan minat untuk membaca, apalagi menulis.

Kunjungannya ke Didi-Lilo membuatnya merasa tak lagi 'sendiri' karena ia merasa seperti yang lain, punya keluarga, dan punya keluarga besar, meski terpencar-pencar dengan nasib yang sama-sama tak terlalu beruntung. Justru karena itulah ia merasakan kerinduan, rindu untuk berkumpul sebagai sebuah keluarga, keluarga besar.

Perasaan sentimentil ini juga terpicu dengan suasana waktu itu yang masih tersisa suasana Natal-nya. Judul liburannya pun ya liburan Natal. Soso tak punya ingatan yang manis tentang Natal bersama keluarganya. Sepanjang ia bisa mengingat, Natal ya dihabiskan di rumah bersama ibunya, Mak Keke. Soso bahkan tak ingat, apa yang pernah diberikan Mak Keke sebagai hadiah Natal, atau masakan apa yang pernah dibuat ibunya dalam perayaan Natal dulu.

Mungkin karena itu pulalah, Soso tak pernah menganggap Natal, Paskah, atau perayaan apapun sebagai sesuatu yang istimewa.

"Kau tidak kangen dengan kampungmu?" tanya Soso pada si Abel.

Ia menggelengkan kepala, "Aku tak tahu apa yang kukangeni dari kampungku..." jawabnya. "Soal keluarga, ya begitu, mungkin karena aku baru sekitar enam bulan saja meninggalkan mereka, belum terasa kangennya!"

"Natal?"

Abel menyeringai, lalu menggelengkan kepalanya lagi. "Di sekolah perayaannya malah lebih seru, di kampungku, ya begitulah.."

Soso diam sejenak, "Keluargamu lengkap?"

Anak itu mengangguk, "Semuanya ada di kampung, hanya aku yang merantau ke sini!" jawabnya. "Kenapa?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun