Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Lampard Dipecat Chelsea, Mau Nulis Buku Anak Lagi?

25 Januari 2021   22:27 Diperbarui: 25 Januari 2021   22:35 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Alip Yog Kunandar

Selesai sudah karir kepelatihan Frank Lampard di klub yang membesarkan namanya sebagai pemain, Chelsea. Hari ini, 25 Januari 2021, The Blues resmi memecatnya setelah 18 bulan duduk di kursi panas itu.

Kursi yang diduki Lampard memang panas sejak dulu. Terutama sejak pengusaha dengan dua kewarganegaraan; Rusia-Israel, Roman Abramovich, mengambil alih kepemilikannya tahun 2003. Sejak era Abramovich, sederet nama besar pernah menduduki kursi kepelatihan. Sebut saja Jose Mourinho, Guus Hiddink, Carlo Ancelotti, Roberto Di Matteo, Rafael Benitez, Antonio Conte, dan juga Maurizio Sarri.

Di antara nama-nama itu, tak ada satupun yang pernah duduk nyaman. Mourinho yang paling banyak menyumbang trofi memang pernah dua kali mendudukinya, antara tahun 2004-2007 dan 2013-2015. Hiddink pernah dua kali juga, 2009 sebagai pengganti, dan 2015-16. Itupun hanya menyumbang satu piala FA.

Konon, Abramovich adalah sosok pemilik yang ambisius. Di satu sisi, ia tak pelit urusan duit. Pelatih minta pemain siapapun, dimanapun, dengan harga berapapun, pasti dipenuhinya jika memungkinkan untuk diangkut ke Stamford Bridge.

Tapi Abramovich yang juga seorang Gubernur Chukotka --sebuah provinsi paling timur di Rusia---sejak 2000-2008 juga sering dianggap terlalu campur tangan urusan teknis. Pemilihan pemain, menjadi salah satu hal yang sering direcokinya. Banyak pemain yang didatangkan ke Chelsea bukan karena kebutuhan tim atau rekomendasi pelatih, tapi karena keinginan Abramovich.

Salah satunya adalah ketika Abramovich kepincut penyerang Ukraina yang bermain di AC Milan, Andriy Shevchenko. Saat itu, semua orang pasti menginginkan Sheva ada di timnya. Maklum, selama tujuh tahun di Milan, ia berhasil menyumbang 127 gol di liga domestik saja.

Tapi tidak dengan Mourinho yang melatih Chelsea saat itu. Ia merasa bahwa squadnya baik-baik saja. Musim 2005-2006 mereka baru saja merayakan ulang tahun klub yang ke-seratus dengan kado mempertahankan juara Liga Inggris yang diraih tahun sebelumnya. Di barisan dengan mereka masih punya Didier Drogba yang masih subur bersama nama besar lainnya, Hernan Crespo dan Eidur Gudjohnsen.

Abramovich tetap ngeyel. Sheva pun diboyong dari Milan. Harganya? Mahal lah pokoknya, sekitar 70 juta euro. Kurang lebih segitu lah, saya lupa, hehe... Milan tak bisa menolak duit segede itu, tawaran diterima, apalagi uang itu masih ditambah lagi dengan Crespo, kan lumayan meski sudah rada gaek. Toh Sheva juga sudah mulai dimakan usia waktu itu.

Hasilnya? Chelsea gagal mempertahankan juara untuk ketiga kalinya. Tertinggal 6 poin dari MU yang jadi juara, meski masih bisa memboyong FA Cup dan Piala Liga. Duet Drogba-Sheva memang tak gagal total, tapi mengecewakan. Sheva malah lebih parah, hanya menyumbang 13 gol berbanding dengan Drogba yang menyumbang 33 gol.

Konon persoalan Sheva itu yang membuat Mou jengkel. Ia pun angkat kaki sebelum dipulung Inter dan menyumbang piala Champions di sana; piala yang waktu itu sangat diidamkan oleh Abramovich.

Ketika Chelsea menendang Maurizio Sarri setelah 'hanya' menyumbang satu piala UEFA. Penggemar Chelsea dan publik sepakbola dunia terkejut dengan pemilihan Frank Lampard. Lampard memang nama besar dalam sejarah modern Chelsea, tapi sebagai pemain. Bukan sebagai pelatih. Pengalamannya melatih hanya setahun di klub Championship, Derby County. Itupun tak sukses-sukses amat, peringkat ke enam, dan gagal promosi ke Premiership.

Orang bertanya-tanya, apa yang dipikirkan Abramovich? Apa dia sudah kehabisan duit untuk membayar gaji pelatih top? Tapi ternyata tidak juga. Musim 2020/21, duit Abramovich menggelontor lagi untuk belanja pemain. Nama-nama besar dan mahal (juga yang belum terlalu besar tapi sudah mahal) seperti Timo Werner (47 juta pound), Hakim Ziyech (36 juta), Ben Chilwell (45 juta), Kai Havertz (72 juta), dan Edouard Mendy (21 juta).

Hasilnya? Jauh dari harapan. Modal sederet pemain baru itu, ditambah pemain lama yang masih punya nama besar, tak membantunya. Tengah musim ini, Chelsea masih tercecer di posisi ke-9.

Apakah nama-nama itu yang diinginkan oleh Lampard? Entahlah. Jangan-jangan juga itu maunya Abramovich. Yang jelas, sekarang, Lampard sudah resmi angkat kaki dari klub yang membesarkan namanya itu, termasuk memberinya pengalaman berharga menangani sebuah tim besar di Inggris.

Kabar yang santer terdengar, negosiasi dengan Thomas Tuchel sedang berlangsung untuk menggantikan Lampard. Dibandingkan dengan Lampard, Tuchel jelas jauh berpengalaman. Ia masuk kriteria pelatih besar seperti yang pernah direkrut Chelsea sebelumnya. Pengalamannya melatih Borussia Dortmund dan Paris Saint-Germain yang baru saja ditinggalkannya bisa jadi sebuah CV yang kinclong.

Terus bagaimana dengan nasib Lampard sendiri? Setelah pergi dari Chelsea, berlabuh di Manchester City lalu ke Amerika bersama dengan New York City, dan sebelum melatih Derby County, Lampard memang tak menganggur. Ia sempat menjadi pengisi acara TV Play to the Whistle. 

Karir lain yang pernah dilakoninya adalah sebagai penulis cerita anak-anak! Serius. Ia sudah menghasilkan serial buku Frankie's Magic Football sebanyak 18 seri! Dan tidak main-main, bukunya itu dipuji banyak orang, bukan karena ceritanya saja, tapi juga karena 'misi' memperkenalkan sepakbola kepada anak-anak yang dikandungnya.

Buku anak-anak karya Frank Lampard (sumber: frankiesmagicfootball.co,uk)
Buku anak-anak karya Frank Lampard (sumber: frankiesmagicfootball.co,uk)
Bagi saya, sebelum memutuskan apakah ia akan menerima tawaran menjadi pelatih klub lainnya, atau berbelok menjadi komentator TV seperti Jammie Carragher atau Rio Ferdinand yang sering dianggap bias dan condong ke mantan klubnya masing-masing, menjadi penulis buku anak-anak itu jauh lebih menarik. Ia tetap akan berada di dunianya, sepakbola, tapi tampil dengan cara yang berbeda. Tekanan tak terlalu banyak, dan citra 'netral' akan lebih terlihat. Meski ya, soal penghasilan memang mungkin tak terlalu menjanjikan.

Apapun pilihan Lampard setelah ini, kita lihat saja nanti. Termasuk apakah Thomas Tuchel akan mampu memuaskan ambisi Abramovich.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun