Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Akhir Stand Up Comedy Donald Trump

13 Januari 2021   11:29 Diperbarui: 13 Januari 2021   11:58 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Alip Yog Kunandar

Aksi dan pernyataan Presiden ke-45 Amerika Serikat (AS) Donald Trump, selalu viral belakangan ini. Mungkin seperti video Tiktok yang dilarangnya; menjadi tontonan sekelas snack atau camilan. Ya, hanya tontonan. Paman Sam yang sekian lama menjadi sosok yang serius dan galak, kini menunjukkan sisi yang lain, lucu. Praktik demokrasi yang diagung-agungkannya kini hanya jadi bahan tertawaan. 

Trump mungkin merasa dirinya sedang membuat sebuah reality show, seperti yang pernah dibintanginya, The Aprentice. Sebuah pertunjukan yang bagus, meski disebut sebagai 'reality show' tetap harus menyajikan ketegangan, juga klimaks, agar penonton terpikat. Apalagi pada episode-episode akhir. Tujuannya, agar ketika seri (season) pertama berakhir, terbuka peluang untuk membuat seri lanjutannya.

Episode reality show yang dilakoni Trump memang sudah memasuki episode akhir. Ia sudah membuka peluang untuk membuat seri lanjutannya. Sayangnya, reality show Trump tak berakhir mulus. Acaranya gagal total dihantam berbagai masalah. Sebetulnya bukan salah pembuat skenario, tapi Trump sendiri  mengubah reality show yang dibintanginya menjadi stand up comedy; hanya ia sendiri yang lucu.

Orang-orang di sekitarnya yang berada di bawah naungan Production House (PH) Republik, sudah berusaha keras untuk menyelamatkan acara itu. Tapi gagal. PH sebelah, Demokrat, sukses menghadirkan bintangnya, Joe Biden dan Kamala Harris.

Melihat gelagatnya, Republik sudah 'ikhlas' dengan kekalahan itu. Mereka mungkin berpikir untuk menyiapkan pertunjukan lain yang bisa ditayangkan empat tahun ke depan. Mungkin saja dengan mengganti bintangnya. Bukan Trump lagi. Mungkin saja Mike Pence, pemeran pembantu dalam Reality Show Trump, atau mungkin juga Arnold Schwarzeneger, aktor laga yang bernaung di bawah PH Republik saat menjadi Gubernur California.

Tapi Trump, yang masih punya 'kontrak' sebagai pemeran utama untuk beberapa hari ke depan --setidaknya sampai tanggal 20 Januari, tak tinggal diam. Ia melakukan berbagai upaya 'solo' untuk menyelamatkan karir panggungnya. Tapi tak jelas sasarannya. Ia mencoba meyakinkan PH-nya, atau rakyat Amerika sebagai penontonnya. Reality Show-nya benar-benar kacau, beneran jadi stand up comedy.

Saking ngaconya, beberapa 'stasiun TV' sudah memblokir acaranya; Twitter, Facebook, dan lain-lain. Tak peduli kontrak Trump masih tersisa beberapa hari.

Tapi PH Republik tak tinggal diam. Meski banyak yang kecewa dengan Trump, usaha PH Demokrat untuk mengakhiri kontrak Trump dengan mengajukan pemakzulan (yang kedua kalinya selama Trump menjadi bintang) sedang diupayakan untuk tidak terjadi.

Citra Mike Pence, dijaga. Ia dijauhkan dari Trump. Dimintanya untuk datang di hari serah-terima jabatan kepada bintang baru Biden dan Harris --sesuatu yang sudah ditolak Trump. Arnold Schwarzenegger juga dimunculkan. Si Terminator ini muncul ke publik untuk menyerang kolega satu PH-nya, Trump.

Sekilas, keduanya tampak merugikan Republik. Tapi itu hanya gimmick produksi di dunia hiburan. Republik harus mempertahankan penonton loyalnya yang masih waras, bukan kelompok penggemar Trump yang belum tentu juga Republikan sejati.

Lalu apakah reality show milik Demokrat yang dibintangi Biden-Harris akan dibiarkan? Tunggu dulu! Dibiarkan tayang iya. Tapi dibiarkan sukses supaya bisa berlanjut dengan seri-seri berikutnya? Tentu saja tidak! Tayang boleh, sukses jangan. Panggung itu harus diambil alih lagi, nanti, 2024.

Dan upaya untuk mengganggu kesuksesan acaranya Demokrat sudah dimulai dari sekarang. Bahkan sebelum acara Biden-Harris ditayangkan. Jelas bukan oleh Trump. Dia sudah dilupakan. Mungkin juga nanti akan dicoret dari Republik kalau terus mengganggu dan merugikan.

Kemarin (12/01/21), Republik memunculkan bintang lain yang dimilikinya --meski selama ini masih sebagai figuran di masa Trump. Namanya Mike Pompeo. Di reality show-nya Trump, ia berperan sebagai Direktur CIA lalu perannya ditingkatkan menjadi Menteri Luar Negeri.

Pompeo yang mantan perwira AD itu membuat pernyataan yang berani; "Iran secara aktif mendukung Al-Qaeda dan telah menjadikan negaranya sebagai pangkalan kelompok itu dengan menyediakan para operator dengan dokumen perjalanan dan dukungan logistik (nbcnews.com, 13/01/21)."

Apa hubungannya dengan Trump dan Republik? Trump selama ini secara terang-terangan menjadikan Iran sebagai musuh 'Amerika.' Tiongkok juga, tapi masih terkesan ragu-ragu karena banyak pertimbangan. Korea Utara sudah berhasil 'ditundukkan.' Sementara Al Qaeda sudah resmi menjadi musuh sejak peristiwa 9/11.

Tuduhan itu langsung dianggap sebagai warmongering (pernyataan atau tuduhan yang bisa menyulut perang) oleh sebagian kalangan, terutama ya oleh Iran sendiri, seperti yang dikatakan Menlu Iran, Javad Zarif. Tapi apakah itu benar-benar sebuah 'pernyataan perang' resmi AS? Bahwa Mike Pompeo masih menjabat sebagai Menlu, ya, itu pernyataan yang bisa dianggap resmi. Tapi soal perangnya? Itu urusannya Biden-Harris nanti.

Yang jelas, pernyataan itu bisa dilihat sebagai PR 'titipan' dari Republik untuk Biden-Harris. Bayangkan saja kalau Iran meresponsnya secara serius. Pekerjaan Biden-Harris langsung bertambah. Padahal, selama ini, keduanya menggembar-gemborkan fokus pada penanganan pandemi corona dan ekonomi AS yang hancur lebur. Amerika, jangankan Great Again, di percaturan politik dunia pun, semasa Trump, nyaris kehilangan giginya.

Bagi Republik, Trump bolehlah dianggap gagal total dan memalukan. Tapi bukan berarti mereka akan mengakui kekalahannya begitu saja. Reality Show Demokrat dengan bintang Biden-Harris boleh tayang, tapi harus dibuat tak menarik dan jangan sampai dibuat sekuelnya.

Bagaimana dengan nasib Trump sendiri? Tunggu saja endingnya beberapa hari ke depan. Bisa jadi makin lucu. Republik pun tampaknya tak mau ambil pusing lagi.

Jadi kalau Republik saja tak terlalu pusing, jangan terlalu serius juga dengan analisis saya ini. Ini bukan analisis politik. Ini analisis ala stand up comedy; lucu dilanjutkan, nggak lucu ya buru-buru turun panggung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun