Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (20) Si Tua Ninika

16 Desember 2020   08:08 Diperbarui: 17 Desember 2020   06:07 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Soso memutuskan untuk berjalan-jalan pagi. Hamparan salju tipis menyelimuti lanskap kota kecil kumuh itu. Soso bosan melihatnya. Ia terus berjalan menjauh. Mendadak saja ia kangen dengan pemandangan alam. Ditelusurinya jalan-jalan kecil kebun dan ladang. Sampai ia bertemu dengan seorang lelaki tua yang menyandang namgali --sabit besar dan panjang yang biasa dipakai untuk memanen jagung. Orang juga sering menyebutnya ‘sabit hyena’ entah kenapa, mungkin karena ‘rakus’ bisa membabat banyak batang jagung sekali tebas.

Soso mengenali lelaki yang berjalan di depannya itu, ia segera menyusul dan menjejerinya. “Ninika…” Soso menyapanya.

Lelaki tua itu melirik, “Kau siapa?”

“Saya Soso, anak Mak Keke…” jawabnya. Ia tahu, lelaki tua itu dari dulu sudah agak pikun, mungkin sekarang bertambah kepikunannya. Atau mungkin juga matanya yang sudah tak terlalu awas lagi. Lagi pula, kata orang, Ninika itu sudah kehilangan kewarasannya.

“Ah, anak si Beso rupanya…” ia tersenyum.

Soso nyengir, lelaki tua yang dipanggil Ninika itu –entah siapa nama sebenarnya—rupanya masih ingat. Dulu memang sering ke rumah untuk memesan sepatu, saat Pak Beso, bapaknya, masih waras dan menjalankan usaha sepatunya. “Mau kemana Ninika?”


“Aku mau panen…” jawabnya sambil mengurangi kecepatan jalannya, tidak setergesa sebelum disapa Soso.

“Panen jagung? Dimana?” tanya Soso.

“Di ladangku lah…” jawabnya.

Soso bingung dan melihat ke sekeliling, tak ada tanaman jagung. Ladang rata ditutupi salju. “Wah, lagi kumat nih kayaknya…” bathin Soso. Lagian seingatnya lelaki itu sudah tak punya ladang.

“Memangnya sudah waktunya panen?” tanya Soso lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun