Anak Itu Berat Jika Salah Orientasi
PunyaOleh
Alin FM
Sosok anak bisa jadi momok menakutkan bagi para menganut Childfree ataupun waithood "betah melajang" saat ini. Tidak mau punya anak jikalau nantinya anaknya akan sepertinya yang memiliki trauma masa kecil ataupun khawatir menjadi "toxic parents" jika menjadi orang tua.
Banyak alasan punya anak itu berat dari menurunnya "quality time" pasangan, faktor finansial, ketidaksiapan emosional dan lain-lain.
Secara faktanya, mempunyai anak membuat kualitas waktu berdua terganggu .Biasanya beberapa pasangan ketika punya anak merasakan ada perubahan kualitas untuk menikmati waktu berdua. Kadang tangisan atau permintaan anak membuat suasana romantis menjadi buyar. Apalagi jika semua pekerjaan rumah dikerjakan sendiri.
Belum lagi masalah finansial. Kekhawatiran finansial, bagi Pasangan yang menikah  memilih untuk belum mau punya anak didasari oleh faktor ekonomi. Mereka ingin membangun rumah tangga yang stabil dari segi finansial terlebih dahulu barulah program untuk punya anak. Terlebih jika pasangan tersebut lebih mementingkan karir,  fokus pada impiannya dan memiliki tabungan yang cukup untuk pendidikan anaknya kelak.
Di benaknya terlintas "mau kasih makan apa jikalau hidup masih pas-pasan".Â
Apalagi kebutuhan anak bukan hanya makan tapi butuh juga pakaian, mainan, rumah yang nyaman, hiburan, jalan-jalan, belum lagi jikalau anak sakit, ditambah biaya sekolah berkualitas yang tak murah di zaman sekarang. Â Ini bisa membuat pasangan yang menikah menunda punya anak bahkan enggan punya anak.
Ditambah secara emosi dan mental  belum siap. Menjadi orang tua zaman sekarang tak bisa terhindar tingkat stress tertentu. Berdasarkan data NICHD Study of Early Child Care and Youth Development (SECCYD), menjadi orangtua berarti kita harus memfokuskan pada aspek kesehatan mental, menangani konflik antara pekerjaan dan keluarga, terlibat dalam perkembangan anak di sekolah, dan sensitivitas lain mengenai parenting.
Jika tingkat emosi orang tua belum siap, ini akan sangat berpengaruh pada perkembangan intelejensi dan kognitif anak. Maka memilih untuk tidak memiliki anak mungkin  menjadi landasan menunda atau enggan punya anak.