Oleh : Ali Mutaufiq
Abstrak
Tahun baru Hijriyah bukanlah sekadar pergantian waktu dalam kalender Islam, melainkan momen kontemplatif untuk menyadari kembali makna sejati hijrah dalam kehidupan. Artikel ini membahas dimensi spiritual dan misi kehidupan dari hijrah, serta bagaimana hijrah dapat menjadi panggilan abadi bagi transformasi pribadi dan sosial umat Islam. Artikel ini juga menguraikan pandangan ulama klasik dan kontemporer mengenai hakikat hijrah jiwa dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pendahuluan
Hijrah merupakan tonggak penting dalam sejarah Islam. Bukan hanya perpindahan Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah, namun simbolisasi dari perubahan total: dari kegelapan menuju cahaya, dari penindasan menuju kebebasan, dari kebodohan menuju pencerahan. Kalender Hijriyah ditetapkan pada masa Khalifah Umar bin Khattab bukan berdasar kelahiran atau wafat Nabi, tetapi berdasarkan momentum hijrah---karena hijrah memuat makna filosofis dan spiritual yang mendalam.
Makna Hijriyah: Lebih dari Sekadar Penanggalan
Hijriyah mengajak umat Islam untuk tidak hanya mengenang sejarah, tetapi juga merefleksikan dan mengevaluasi perjalanan spiritual. Hijrah adalah panggilan untuk meninggalkan keburukan menuju kebaikan. Allah SWT berfirman:
"Dan barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak..." (QS. An-Nisa: 100)
Ayat ini menggambarkan bahwa hijrah bukan hanya berpindah fisik, tetapi berpindah niat, orientasi, dan semangat hidup untuk meraih ridha Allah.
Hijrah Jiwa: Dimensi Internal dari Hijriyah
1. Penyucian Diri (Tazkiyatun Nafs)
Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa hijrah yang paling utama adalah meninggalkan sifat-sifat tercela seperti riya', ujub, hasad, dan menuju sifat-sifat mahmudah seperti ikhlas, sabar, tawadhu'. Inilah hijrah batiniah, yang menjadi fondasi perbaikan akhlak.
2. Hijrah Niat dan Tujuan Hidup
Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya segala amal itu tergantung pada niat, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan. Barang siapa hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya..." (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu Hajar al-Asqalani menafsirkan hadis ini sebagai fondasi hijrah spiritual: yakni hijrah dari duniawi menuju orientasi ukhrawi.
3. Hijrah dari Keterikatan Dunia
Menurut Ibnu Qayyim al-Jawziyyah dalam Madarijus Salikin, hijrah jiwa yang sejati adalah ketika hati berhijrah dari makhluk menuju Sang Khalik, dari cinta dunia menuju cinta akhirat, dari nafsu ke penghambaan.
Misi Kehidupan dalam Semangat Hijriyah
1. Hijrah Menuju Masyarakat yang Adil dan Bermartabat
Setelah hijrah ke Madinah, Rasulullah SAW membentuk masyarakat inklusif berdasarkan Piagam Madinah. Hijrah tidak hanya untuk keselamatan pribadi, tetapi untuk menunaikan amanah membangun masyarakat adil dan damai.
Dr. Yusuf al-Qaradawi menyatakan bahwa "Hijrah adalah strategi perubahan sosial, bukan hanya pelarian dari tekanan. Maka semangat hijrah harus melahirkan perubahan struktural, moral, dan spiritual."
2. Menjawab Tantangan Zaman
Prof. Dr. Quraish Shihab menekankan bahwa hijrah masa kini bukan lagi dalam bentuk fisik, tetapi dalam bentuk kesadaran untuk meninggalkan kebiasaan buruk dan membangun peradaban. Hijrah dalam dunia digital misalnya, berarti hijrah dari penyebaran hoaks menuju penyebaran ilmu dan kebaikan.
Pendapat Para Ulama tentang Hijrah Jiwa dan Misi Kehidupan
Ulama
Pendapat tentang Hijrah
Imam Al-Ghazali
Hijrah batin lebih penting dari hijrah fisik; penyucian hati adalah fondasi kehidupan Islami.
Ibnu Qayyim Al-Jawziyyah
Hijrah hakiki adalah hijrah hati dari dunia menuju Allah, dan dari syahwat menuju ketaatan.
Ibnu Hajar Al-Asqalani
Niat adalah inti hijrah; orientasi spiritual menentukan kualitas amal.
Yusuf Al-Qaradawi
Hijrah adalah alat perubahan sosial dan transformasi umat; maknanya harus disesuaikan dengan konteks zaman.
Quraish Shihab
Hijrah adalah simbol reformasi dan pembaruan, bukan sekadar nostalgia sejarah.
Aktualisasi Hijrah Jiwa di Era Modern
- Hijrah Moral: Menanggalkan budaya korupsi, ketidakjujuran, dan kekerasan, menuju nilai-nilai integritas dan kasih sayang.
- Hijrah Intelektual: Dari kejumudan dan taklid buta menuju pemikiran kritis dan produktif.
- Hijrah Sosial: Menumbuhkan empati, solidaritas sosial, dan keadilan dalam masyarakat.
- Hijrah Ekonomi: Dari praktik ekonomi konvensional yang eksploitatif menuju sistem ekonomi syariah yang adil dan berkelanjutan.
Kesimpulan
Hijriyah bukan hanya penanda waktu, tetapi panggilan spiritual yang mendalam untuk berhijrah---baik secara personal maupun sosial. Hijrah adalah ajakan untuk meninggalkan keburukan, memperbaiki diri, dan menjalani misi hidup sesuai nilai-nilai Islam. Dengan menyelami makna hijrah, umat Islam diharapkan tidak hanya menjadi pribadi yang lebih baik, tetapi juga agen perubahan bagi peradaban dunia.
Daftar Pustaka
- Al-Ghazali. Ihya Ulumuddin. Darul Fikr.
- Ibnu Qayyim Al-Jawziyyah. Madarijus Salikin. Darul Kutub Al-Ilmiyyah.
- Ibnu Hajar Al-Asqalani. Fathul Bari Syarah Sahih Bukhari.
- Quraish Shihab. Membumikan Al-Qur'an. Lentera Hati.
- Yusuf Al-Qaradawi. Fiqh Awlawiyat. Maktabah Wahbah.
- Departemen Agama RI. Al-Qur'an dan Terjemahannya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI