Mohon tunggu...
Ali Arramitani
Ali Arramitani Mohon Tunggu... Mahasiswa - ala bisa karena biasa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga NIM : 20107030076

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Tumang, Nilai Mistis dan Filosofisnya Bagi Suku Tengger di Bromo

17 Maret 2021   19:21 Diperbarui: 17 Maret 2021   19:25 2009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri
dokpri

Tumang, atau gegeni merupakan unsur penting bagi orang-orang suku tengger.

Tumang atau gegeni sendiri adalah tempat menyalakan api untuk kebutuhan masak atau sekedar menghangatkan tubuh, mengingat suhu rendah di sekitar lereng gunung Bromo. 

Terbuat dari tumpukan bata seperti bangunan tembok namun hanya setinggi kaki balita. Uniknya, eksistensi dari tumang ini tidak hanya bersifat fungsional akan tetapi sangat erat dengan nilai budaya dan memiliki nilai mistis dan filosofisnya yang tak lekang oleh zaman.

Fungsi dari tumang ini sama seperti kompor tradisional pada umumnya, digunakan untuk memasak dan berbahan bakar kayu bakar. Meski begitu bukan berarti orang-orang suku tengger tidak memiliki kompor gas, akan tetapi memang tumang menjadi bagian penting di dalam tatanan rumah masyarakat suku tengger.

Nilai mistis, hampir semua suku di Indonesia memiliki budaya warisan bernilai mistisnya masing masing.

Tumang pun begitu, masyarakat sekitar percaya bahwa di dalam tumang tersebut terdapat dua penunggu. Menurut pengakuan warga sekitar dua penunggu tersebut yaitu Aki Thowok dan Nini Thowok.

"kalau Aki Thowok itu laki-laki kalau Nini Thowok itu perempuan" ujar Yayuk (43) seorang warga desa Sukapura, kab. Probolinggo.

Karena kepercayaan akan hal itu maka dibuatlah tradisi untuk meletakkan sedikit makanan yang baru saja matang seperti nasi, kacang hijau, biji jagung, bubur di sisi atas tumang tepat di atas lobang kayu bakar. Tradisi tersebut merupakan bentuk rasa syukur sekaligus meminta pertolongan kepada kaki thowok dan nini thowok agar diberi keselamatan selama proses kegiatan memasak. Biasanya warga menyebutnya sebagai sandingan atau dalam bahasa indonesia adalah suguhan.

Selain itu, warga percaya bahwa dandang yang miring saat memasak nasi akan membawa bencana pada keluarga. Maka dengan segera warga yang mengalami hal tersebut memasak jenang khas jawa timur yaitu jenang kathul sebagai penolak bala.

Jika sudah, maka nasi yang ada di dalam dandang boleh untuk dikonsumsi. Jenang kathul diberikan sebagai persembahan atau sandingan untuk kaki thowok dan nini thowok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun