Mendamaikan Persaudaraan Seiman: Fondasi Sosial dan Spiritualitas dalam Islam
Oleh: Ali Akbar Harahap, S.Kom., M.Sos
Pendahuluan
Konflik sosial merupakan realitas yang melekat dalam kehidupan manusia. Namun dalam konteks umat Islam, perselisihan antarsesama mukmin bukan hanya problem sosial, melainkan juga krisis moral dan spiritual. Islam menegaskan bahwa upaya ishlah (perdamaian) di antara sesama Muslim merupakan kewajiban yang memiliki nilai ibadah. Ia bukan sekadar aktivitas sosial, tetapi juga implementasi langsung dari takwa dan ukhuwah Islamiyah.
Landasan Qurani dan Teologis
Al-Qur'an menegaskan prinsip dasar ini secara gamblang:
"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat."
(QS. Al-Hujurt [49]: 10)
Ayat ini mengandung dua dimensi utama. Pertama, bahwa ikatan keimanan melahirkan tanggung jawab sosial untuk menjaga persaudaraan. Kedua, perintah ishlah adalah bagian dari manifestasi takwa. Hubungan spiritual dan sosial tidak dapat dipisahkan, sebab keretakan hubungan di antara kaum mukmin dianggap sebagai cacat moral yang dapat mengurangi keberkahan amal ibadah seseorang.
Rasulullah bersabda:
 "Maukah kalian aku tunjukkan suatu amal yang lebih tinggi derajatnya daripada puasa, shalat, dan sedekah? ... Mendamaikan antara dua orang yang berselisih."
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Hadis ini menunjukkan bahwa perdamaian sosial memiliki posisi spiritual yang tinggi, bahkan melebihi ibadah ritual dalam konteks kemaslahatan umat.
Konsep Islah dalam Perspektif Sosiologi Islam
Secara etimologis, kata ishlah berasal dari akar kata alah yang berarti memperbaiki atau mengembalikan sesuatu pada keadaan yang baik. Dalam tafsir Al-Maraghi, ishlah diartikan sebagai "upaya menciptakan harmoni sosial melalui penyatuan hati dan penghapusan dendam."
Dari perspektif sosiologi Islam, ishlah menjadi fondasi bagi pembentukan ummah yang solid. Al-Ghazali menilai bahwa perpecahan di antara kaum Muslim merupakan bentuk kemunduran akhlak yang hanya dapat disembuhkan dengan keikhlasan dan keadilan. Ibn Taymiyyah menambahkan bahwa seorang Muslim wajib mendamaikan saudaranya "meski harus mengorbankan sebagian hak pribadi demi kemaslahatan yang lebih besar."
Konteks Modern: Islah Digital dan Etika Komunikasi
Pada era digital, perselisihan di antara sesama Muslim sering kali muncul melalui media sosial, bukan lagi perdebatan langsung. Perbedaan pandangan politik, mazhab, maupun tafsir keagamaan kerap menimbulkan ujaran kebencian yang memperlemah solidaritas umat.
Dalam konteks ini, prinsip ishlah harus diterapkan dalam bentuk etika komunikasi digital. Umat Islam perlu menghidupkan kembali ajaran Al-Qur'an tentang berbicara dengan qaulan ma'rufan (ucapan yang baik), qaulan sadidan (ucapan yang benar), dan qaulan layyinan (ucapan yang lembut). Dengan begitu, media sosial dapat berfungsi sebagai ruang dakwah dan silaturahmi, bukan arena permusuhan.
Dimensi Takwa dalam Proses Perdamaian
Frasa "wa-ttaqullha la'allakum turamn" (dan bertakwalah kepada Allah agar kamu dirahmati) dalam QS. Al-Hujurt:10 menegaskan bahwa keberhasilan mendamaikan pihak yang bertikai tidak hanya bergantung pada kemampuan komunikasi, tetapi pada ketulusan hati. Takwa menjadi kekuatan moral yang menahan ego, amarah, dan kecenderungan menyalahkan pihak lain.
Menurut Fazlur Rahman, takwa bukan hanya kesalehan pribadi, melainkan kesadaran etis untuk membangun masyarakat yang berkeadilan. Maka, pendamai sejati bukan hanya seseorang yang mampu menenangkan konflik, tetapi juga yang memelihara keadilan dan keikhlasan dalam setiap langkahnya.
Penutup
Mendamaikan persaudaraan seiman merupakan indikator kedewasaan iman dan kematangan sosial. Di tengah dunia yang sarat polarisasi, umat Islam dipanggil untuk menjadi agen ishlah - membangun harmoni, bukan memperluas jurang perbedaan.
Dengan meneladani nilai Qurani dan etika kenabian, ishlah dapat menjadi gerakan moral umat untuk mengembalikan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Sebab sejatinya, tak ada kemuliaan dalam perpecahan, dan tak ada kekuatan umat tanpa persaudaraan yang damai.
Daftar Pustaka
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. Tafsir Al-Maraghi. Kairo: Maktabah Mustafa al-Babi al-Halabi, 1946.
Al-Ghazali. Ihya' Ulum al-Din. Beirut: Dar al-Ma'rifah, 2005.
Ibn Taymiyyah. Majmu' al-Fatawa. Riyadh: Dar al-Watan, 1995.
Rahman, Fazlur. Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition. Chicago: University of Chicago Press, 1982.
Departemen Agama RI. Al-Qur'an dan Terjemahannya. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, 2019.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI