Mohon tunggu...
Alfrid
Alfrid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Media Sosial sebagai Sarana Penyebaran Hoaks dan Pengaruhnya terhadap Integrasi Nasional

8 Juli 2022   14:40 Diperbarui: 8 Juli 2022   14:42 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hoaks dalam Media Sosial 

Keberadaan media sosial memiliki banyak keuntungan. Berbagai kegiatan positif dan produktif yang menjadi contoh bagaimana media sosial dapat membantu masyarakat segala usia. Hal yang sama berlaku untuk masalah yang disebabkan oleh media sosial. Cukup banyak masalah sepele yang menjadi kompleks dan besar berkat media sosial. Penyalahgunaan media sosial, seperti tindakan kriminal, penipuan, perjudian online, perampokan, dan prostitusi online juga sering terjadi. Termasuk peredaran hoaks yang dapat merusak kehidupan demokrasi sekaligus integrasi nasional.

Beberapa waktu yang lalu, pemberitaan palsu yang memuat konten sosial-politik di media sosial terjadi saat mendekati pemilihan presiden 2019. Contohnya, laporan palsu tentang penganiayaan Ratna Sarumpaet. Hoaks mengenai penganiayaan Ratna Sarumpaet untuk pertama kalinya menyebar di Facebook dalam akun Swary Utami Dewi. Dalam unggahannya, disertai dengan screenshot yang bersasal dari WhatsApp tertanggal 2 Oktober 2018, yang menampilkan foto wajah Ratna Sarumpaet yang terluka. Rachel Maryam dan Fadli Zon membagikan ulang berita tersebut di Twitter dan terjadi kegaduhan. Sejak itu, informasi terkait penganiayaan terhadap Ratna Sarumpaet mendapat tanggapan luas, bahkan sampai ke telinga calon presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto. Pada 3 Oktober 2020, Prabowo Subianto mengadakan konferensi pers dengan koalisinya, menyatakan bahwa tindakan keras terhadap Ratna Sarumpaet adalah menindas dan melanggar HAM. Setelah kasus Ratna Sarumpaet tersebut ramai, polisi akhirnya bisa menyelesaikan kasus tersebut yang ternyata hanya lelucon. Waktu itu, dengan adanya hoaks tersebut, kedua kubu paslon presiden saling menyerang dan menyalahkan, serta timbul perpecahan di dalam masyarakat, yang merusak keharmonisan bangsa.

Mengingat pesatnya perkembangan media sosial, penulis menemukan bahwa faktor sosial mempunyai dampak yang luar biasa dalam menyebarkan hoaks di media sosial. Faktor-faktornya berasal dari pengaruh teman, serta gurauan dan sindiran yang berdampak signifikan pada penyebaran hoaks. Selain itu, faktor negatif, seperti propaganda yang membawa kebencian juga menyebabkan penyebaran hoaks demi mendapatkan keuntungan dan merugikan orang lain. Contoh lain, terdapat kasus hoaks bernada SARA dengan motivasi finansial, yakni kasus Saracen. Hasil studi digital forensik menunjukkan bahwa organisasi ini menggunakan grup Facebook untuk memobilisasi 800.000 lebih akun pemakai Facebook lainnya. 

Selain itu, pelaku meng-upload konten bernada provokasi dan berbau SARA. Unggahannya berbentuk teks, narasi, meme, dan video, serta memicu penilaian negatif masyarakat terhadap sekelompok orang tertentu. Perlu diketahui bahawa Saracen melakukan hal tersebut untuk meraih keuntungan finansial dengan memberikan layanan di media sosial berupa penyebaran hatespeech berbau rasial. Berkat itu, banyak saudara-saudara kita yang saling membenci dan menjatuhkan. Jika hal-hal semacam ini masih terus berlanjut, Indonesia akan hancur dan hanya menjadi sebuah nama.

Melihat maraknya hoaks yang tersebar luas di media sosial sekarang, kemungkinan disebabkan sebagai halnya teori media sosial (Reitz, dikutip dalam Febriansyah et al, 2021). Teori Ini menjelaskan ciri khas media sosial, seperti jaringan antar pengguna, informasi, interaksi, konten oleh pengguna, dan penyebaran.

1. Jaringan Antar Pengguna 

Anda dapat saling terhubung dengan pemakai media sosial lainnya melalui media sosial ini. Berkomunikasi melalui media sosial menciptakan jaringan ke sesama pemakai, serta pemakai media sosial dengan mudahnya dapat berkomunikasi tanpa takut adanya batasan dan ketentuan yang mengikat. Komunikasi sederhana tanpa pembatasan di media sosial ini dapat menyebabkan peredaran konten hoaks di media sosial. Setiap orang dapat menjalin komunikasi dengan siapa saja, kapan saja, di mana saja, dan apa saja melalui media sosial.

2. Informasi 

Media sosial memiliki banyak informasi berlimpah. Melimpahnya informasi di media sosial menyebabkan banyak bias informasi karena tidak melibatkan kebenaran informasi dari para pemakainya. Inilah mengapa konten hoaks semakin banyak dibagikan di media sosial. Pemakai media sosial perlu mengategorikan dan menyeleksi informasi yang positif, benar, dan berkualitas untuk dirinya sendiri, di antara sekian banyak prasangka informasi di media sosial. Selain itu, cepatnya arus infomasi di media sosial sesuai dengan tanggapan bahwa keunggulan yang dimiliki media sosial adalah arus informasi yang sangat cepat (Morgan et al, dikutip dalam Febriansyah et al, 2021).

3. Interaksi 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun